Kata hutang adalah dari kata utang. Merujuk pada makna yang sama meskipun yang hutang juga masih sering digunakan dalam berbagai kalimat. Tapi secara rinci anda bisa melihat secara rinci mengenai kata ini di sini.Â
Dan saya akan menggunakan kedua kata ini hutang dan utang dalam narasi di bawah ini
Siapa sebenarnya yang bisa terbebas dari hutang?
Setiap manusia yang terlahir tak dapat luput dari hutang.  Meskipun sekedar hutang kebaikan. Bahkan ada juga yang  seumur hidupnya harus menanggung hutang.  Yang sering membuat  jalan kehidupannya meradang.  Tidak bisa tidur bila malam,  dan selalu penuh kekawatiran bila hari sudah siang.
Orang berhutang memang penuh motivasi. Daya tarik dari pelayanan pembiayaan memang sering menjadi penyebab seseorang mengajukan pinjaman hutang.
Apalagi dengan dorongan kebutuhan yang seperti sengaja dipaksakan. Jadi pas banget dengan semua kondisinya.
Dalam dunia per-utangan banyak muncul fenomena menarik yang layak menjadi perhatian terutama sikap dan sifat yang ditimbulkan setelah orang berhutang.
Bisa jadi seseorang yang telah akrab selama puluhan tahun, Â hubungannya menjadi retak karena tersandung masalah hutang.
Istri tega membunuh suami, Â dan sebaliknya, Â karena masalah hutang. Â
Bahkan seorang sahabat karib rela menganiaya seorang teman karena hutang tak dibayarkan.
Ada juga cerita istri  yang menggadaikan kehormatannya, rela melayani orang lain di depan suami dengan imbalan lunasnya hutang.
Hutang memang sering menimbulkan perseteruan. Â Bahkan sebuah negara bisa tergadai karena hutang.
Dan kita memang tak harus selama hidup dalam kungkungan hutang. Â Agar bisa eksis menjalani kehidupan dengan kenyamanan.
Tempat untuk berhutang memang banyak ditawarkan. Dari yang dp ringan, angsuran ringan, atau bahkan tanpa dp, sekedar membayar administrasi pembiayaan.
Dan yang lebih menarik adalah tanpa uang muka, sehingga  pengutang tak perlu mengeluarkan biaya cadangan.
Tapi orang yang berhutang pada lembaga pembiayaan memang harus paham. Bahwa semua  perjanjian piutang sudah tertuang dalam klausul bermetarai, ditanda tangani, dan disahkan oleh pembuat akta perjanjian. Sehingga pengutang tidak bisa mengelak begitu saja dari sebuah tanggungan. Sebab semua sudah tertulis dalam surat perjanjian yang yang sah dan meyakinkan.
Memang banyak yang sengaja mencari celah dalam utang-piutang. Â Ada yang melakukan penyelewengan saat proses pembayaran belum sampai waktu ditentukan. Â
Bisa saja kendaraan di bawa kabur tanpa jejak dan tak bisa dilacak. Â Sehingga saat akan dilakukan penyitaan kendaraan tidak ada di tempat.
Atau seringkali permainan dilakukan oleh oknum penagih hutang. Â Mengambil barang tanpa ijin dari perusahaan dan melemparnya ke pasaran meskipun tanpa surat keterangan.
Dan kondisi semacam itu yang  terkadang membuat perusahaan pembiayaan harus memanfaatkan tenaga luar sebagai pihak ketiga untuk menagih hutang.
Memang beda hutang ke lembaga keuangan dengan hutang perseorangan. Meskipun fenomena utang-piutang ini tetap mengabadi dan sering terjadi. Â Tapi sepertinya masalahnya sama saja. Â Pengutang sangat sulit ditagih. Bahkan lebih galak dari yang memberi hutang.
Kata ustad guru ngaji saya utang-piutang itu sebenarnya berpahala, Â asal dengan niat beribadah menjalankan sunnah dan meringankan penderitaan orang lain.
Bahkan utang-piutang dalam Islam telah diatur sedemikian rupa agar saling memberi manfaat bagi yang berhutang maupun yang memberi hutang. Â
Adapun adab utang-piutang sebagaimana kata ustad,  saya sarikan sebagai berikut:
1. Â Berniat Membantu
Salah satu motivasi seseorang memberikan pinjaman adalah karena ingin membantu meringankan beban saudara atau tetangga yang terdesak keperluan.  Orang yang memberi pinjaman  uang akan mendapatkan pahala ibadah orang yang diberi pinjaman tanpa mengurangi pahala orang yang meminjam. Pahala ibadah itu akan terus mengalir sampai waktu terakhir peminjam mengembalikan pinjamannya.
2. Tidak Mengambil Keuntungan dari Hutang
Hutang uang dalam bentuk sosial kemasyarakatan tentu berbeda dengan hutang dengan niat bisnis. Lihat pinjaman bank syariah sini penerapannya.
Dalam hutang sosial tidak boleh ada akad untuk menarik lebih dari nilai yang diutangkan. Â Meskipun masih diperbolehkan memberikan uang lebih dengan maksud memberi hadiah pada yang memberi hutang. Â
3. Niat Membayar Hutang
Hutang itu harus dibayar bukan didiamkan. Kalau berniat tidak membayar maka hukumya sama dengan pencuri. Â Jadi untuk orang yang berhutang tetap punya kewajiban mengembalikan bila telah memiliki keleluasaan rejeki, Â sampai orang yang memberi hutang mengikhlaskan. Â Misalnya karena sebab meninggal dan sebagainya.
4. Menagih Hutang
Jangan dikira kita tak boleh menagih hutang.  Sebab menagih  hutang itu hukumnya sunnah.  Sedangkan yang ditagih hukumnya makruh,  kalau yang memberi hutang sampai menagih.
Menagih hutang itu dalam rangka mengingatkan. Â Bukan untuk memberatkan. Â Bahwa membayar hutang itu tetap menjadi tanggung jawab yang harus ditunaikan. Sebab kalau hutang sengaja tidak dibayar akan menjadi penghalang saat di akhirat nanti.
5. Mengikhlaskan Hutang
Banyak diantara kita yang  kesulitan saat menagih hutang.  Bahkan menerima perlakuan  yang  kurang mengenakkan dari yang punya hutang.
Tapi bila sudah tidak ada upaya untuk menagihnya, Â maka kita diperbolehkan mengikhlaskannya. Â Dengan maksud agar ia nanti terbebas dari tanggungan saat di akhirat.
Utang-piutang memang sering jadi dilema.  Kita sebenarnya sudah niat membantu,  tapi orang yang sudah kita bantu malah mengecewakan. Â
Tapi kalau kita belum bisa mengikhlaskan masih boleh kok menanyakan secara baik-baik sampai bosan.  Sebab saya juga sedang berfikir bagaimana caranya agar saudara yang hutang 17 juta setahun yang lalu,  bisa  segera mengembalikan. Sebab sebentar lagi putri-putri saya ada yang  melanjutkan sekolah dan kuliah.
Jadi kalau saudara saya tidak segera membayarnya bagaimana coba?
Anda pernah memberi hutang kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H