Setiap orang pasti punya keinginan dan cita-cita. Â Terkait masa depan atau sebuah usaha. Â Dan untuk mencapainya dibutuhkan sebuah upaya yang terus menerus sampai keinginannya tercapai.
Ada keinginan yang tanpa susah payah bisa terlaksana,  ada pula cita-cita yang  sudah diupayakan dengan berdarah-darah tak kunjung berhasil jua.  Dan terkadang seseorang menyesali nasibnya lalu kalap dan melakukan hal yang tidak semestinya.
Membangun kembali semangat dan kepercayaan diri itu memang tidak mudah. Terlebih kekecewaan itu bersumber di hati dan perasaan, sehingga rasa kecewa dan mendalam membuat seseorang harus terpuruk dan merasa di dalam lubang kenistaan.
Sesungguhnya setiap manusia memiliki harapan-harapan baru yang  belum tampak mengemuka.  Masih tersimpan rahasia sampai manusia mau berusaha meraihnya.
Tapi terkadang karena terlanjur kecewa, Â seseorang menjadi terperangkap dalam alam pikirannya. Bahwa ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Move on, Â atau bangkit lagi, Â adalah istilah umum yang digunakan seseorang ketika berhasil membangun harapan dan semangat lagi. Sehingga pelan-pelan ia akan melupakan segala duka dan keresahan dengan melakukan berbagai kegiatan untuk melupakan semua masalah.
Terkadang manusia juga lalai saat ia jatuh dalam keterpurukan. Dan melupakan bahwa di depannya tersaji berbagai kesempatan. Â Padahal bisa jadi itu merupakan jalan terbaik bagi seseorang agar terhindar dari semua permasalahan.
Salah satu hal yang menjadi harapan adalah sebuah keyakinan bahwa apa yang terjadi adalah sebuah ketentuan dari Tuhan Sang Pembuat  Rencana.  Sehingga akan memunculkan sebuah semangat baru untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
Terkadang menerima keadaan dengan segala resikonya membuat seseorang menjadi lebih matang. Â Ia akan mampu menggali berbagai pengalaman dari yang sudah dijalaninya dengan cara yang lebih baik.
Begini praktiknya, Â bila seseorang sudah memiliki rumah yang masih layak untuk ditempati, sementara lingkungan sekitarnya orang-orang sudah membangun dan memperbaiki dengan kondisi lebih baik, kita tak perlu merasa iri.
Boleh saja kita membangunnya asal ada modal untuk mewujudkannya.  Bukan malah  berhutang dengan menggadaikan sertifikat rumah,  sementara untuk membayar angsuran kita masih kesulitan. Sebab bila hal ini tetap nekad dilakukan,  bisa jadi setelah selesai pembangunan,  rumah malah disita oleh bank karena tak mampu membayar tunggakan.
Atau kita tak silau dengan kehidupan tetangga. Selain memiliki rumah megah, Â mobil mewah dan gaya hidup dan wah.
Lihat dong, Â apa pekerjaannya, Â dan perkirakan pendapatannya. Â Sebab kita tidak mungkin menyamakan kondisi kita dengan kondisi tetangga. Â
Ungkapan "Nrima ing Pandum"Â adalah ungkapan yang sangat dalam maknanya. Â
Upaya merefleksi diri untuk menerima panduman atau pemberian Sang Pencipta dengan segala kelapangan dada. Â
Hal ini tidak akan membuat kita "jumud" (menyerah pada nasib), Â akan tetapi sebagai upaya memperdalam makna pemberian Sang Pencipta sebagai berkah yang harus disyukuri walau bagaimanapun bentuknya.
Keyakinan semacam ini harus tetap tertanam agar diri kita terhindar dari sifat loba dan tamak. Â Bahkan dapat menghindarkan diri seseorang dari tindakan mencuri, Â korupsi, Â dan sebagainya karena lenyapnya sifat nrima.
Kita memang orang biasa, Â bukan pelaku spritual yang bisa sempurna dari keinginan dunia. Â Tapi setidaknya sifat Nrima ing Pandum memberikan kita sebuah pandangan khusus agar bisa menerima keadaan secara ikhlas dan rela tanpa perlu memaksa untuk merubahnya, sementara kita tak punya kekuatan untuk melakukannya.
Saya juga sedang berusaha keras melatih diri. Â Untuk terus melakukan hal yang sesuai kapasitas dan kemampuan yang saya miliki tanpa perlu memaksa diri.
Dan selalu nrima ing  pandum atas segala rejeki yang datang hari ini.
Selamat beraktifitas, Â sukses untuk anda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H