Lalu sebuah informasi terdengar dari pembicaraan orang-orang di pos ronda, Â diam-diam ia menyimaknya. Â Tentang pesugihan babi ngepet yang melegenda.
Satu-satunya yang ia ingat adalah nama Parangkusumo sebuah tempat di pantai Selatan pulau Jawa.
Sore itu ia berpamit pada istrinya, Â bahwa ia akan menempuh perjalanan panjang beberapa hari. Â
Tak sulit menemukan pantai Parangkusumo, Â hanya beberapa menit dari pusat kota, Â dengan menaiki bus kecil antar kota.
Dalam lautan pasir yang luas, Â diantara bukit yang ditumbuhi banyak pohon kaktus. Â Ia menemukan sebuah tempat. Â Seperti sudah biasa didatangi manusia.
Sebuah goa menganga. Â Dengan ruangan dalam yang sedikit terang karena cahaya matahari yang masuk melalui celah batu.
Seorang perempuan tua dengan gigi hitam telah menyambutnya. Sepertinya perempuan ini tahu kalau mau kedatangan tamu.
Terkekeh ia melambaikan tangan pada Ratno. Dalam sebuah ruangan tak cukup besar, Ratno dihadapkan pada sebuah meja.
Berisi berbagai barang yang ia tak faham untuk apa.
Lalu nenek tua itu menyuruh Ratno melepas bajunya dan duduk di pojok goa untuk melakukan puasa ngebleng selama tiga hari.
Puasa tiga hari bagi Ratno bukan apa-apa sebab ia sudah biasa kelaparan. Bahkan tidak makan seminggu pun ia pernah, Â karena tak punya apa-apa.
Apalagi ia dibebaskan oleh nenek untuk melakukan apa saja, Â kecuali tidur.
Tiga hari berlalu, Ratno dipanggil oleh nenek tua, Â dua buah batok kelapa terhidang di meja. Â Satu berisi kotoran siluman babi dan satu batok lagi berisi air kencing siluman babi.