Di teras rumahnya yang kecil,  Suzana duduk termenung seorang diri.  Memikirkan semua yang  telah terjadi. Semua orang seperti tak peduli dengan keadaannya sekarang.  Orang-orang kampung yang  dulu telah dibantunya saat ia masih muda dan cantik,  seakan menutup mata.
Kini ia sendiri,  di usia yang  makin renta. Bahkan tak ada  siapa-siapa. Orang-orang yang ia cintai telah pergi selamanya.  Termasuk anak semata wayangnya yang terlahir cacat tak bisa apa-apa.
Hanya rumah kecil ini yang ia miliki. Uang yang ia dapatkan selama bekerja tak menyisakan apapun. Â Nyaris semuanya habis untuk makan dan keperluan hidupnya.
Kisah perjalanan panjang ditempuhnya. Â Keterbatasannya sebagai perempuan dusun yang kurang berpengalaman menyebabkan ia terpaksa masuk dalam dunia kelam berpredikat kupu-kupu malam.
Berawal dari kelahiran anak mereka, yang mengalami kelainan saraf motorik. Â Suzana tak paham penyakit apa. Â Yang jelas suaminya tak suka dan pergi meninggalkannya begitu saja.
Tak ada yang bisa ia lakukan, Â ia pasrah pada nasib. Â Merawat bayinya yang cacat juga ibunya yang telah renta.
Lalu suatu hari, Â seorang kawan perempuannya menawari sebuah pekerjaan menarik di luar kota. Â Katanya tak perlu modal bahkan semua keperluannya terpenuhi.
"Pokoknya enak mbak", rayu teman perempuannya sembari memamerkan perhiasan yang melingkar di tangannya.
Sepatu berhak tinggi, Â dandanan menor dan berbaju seksi. Â Dari tubuhnya semerbak parfum peningkat percaya diri.
Suzana termakan rayuan. Â Ia pergi meninggalkan anak dan ibunya, Â setelah kawan perempuannya meninggalkan segepok uang untuk bekal hidup di rumah.
Di kota tujuan,  kawan  Suzana memberikan sebuah kamar,  lengkap dengan cermin dan seperangkat alat untuk riasan.