Sampai bulan yang ke 11 itu, pagi hari istri sudah merintih kesakitan. Lewat bantuan tetangga kami bawa istri ke bidan terdekat karena situasinya sudah sangat gawat. Istri sudah tidak kuat lagi menahan dorongan dari dalam perutnya.
Sampai di rumah bidan, belum juga bidan selesai bersiap, dan baru meletakkan alas persalinan. Anak saya sudah keluar dengan mudahnya.
"Masya Allah, Alhamdulilah perempuan", kata saya dalam hati.
Bayi segera dibawa oleh asisten bidan untuk dibersihkan, dan saya memperdengarkan azan di telinga kanan, dan iqomah di telinga kiri.
Bayi masuk dalam box perawatan dan istri saya masih terus mengejan.
"Sepertinya satu lagi pak", kata bidan.
Sebuah bongkahan daging sebesar bayi manusia keluar. Bidan langsung membungkusnya dan menyerahkan kepada saya untuk segera dikubur. Sebelum saya beranjak istri saya terus mengaduh, dan dari lobang kelahiran darah terus mengalir kencang. Asisten meletakkan ember 10 liter, penuh darah. Lalu diganti lagi, masih penuh darah.
Kami segera bersiap menuju rumah sakit. Dan saya sudah tidak bisa berfikir bagaimana bayi saya. Yang penting istri harus diselamatkan.
Sampai di Rumah Sakit istri saya sudah tidak sadar. Dokter yang merawat memberikan kejut jantung dan alhamdullillah berhasil.
Kami butuh banyak darah untuk transfusi. Teman-teman yang saya hubungi tak satupun yang bersedia membantu karena golongan darahnya berbeda.
Untung darah saya dan istri golongannya  sama, dan beberapa saudara juga punya darah yang sama.
Dari kami, hanya dapat 7 kantung darah, padahal dibutuhkan segera 33 kantung darah. Teman baik saya di PMI,membantu saya  mendapatkan donor dari banyak orang dan terkumpul 33 kantong darah dengan golongan AB.