Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Panggil Aku Orang China

25 Januari 2020   21:56 Diperbarui: 25 Januari 2020   22:05 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun Baru Imlek memang ekslusif. Tak dirayakan secara umum seperti tahun baru Masehi atau tahun baru Hijriah. Karena Imlek memang penanggalan milik orang China.

Terlebih di Indonesia, sejak jaman Soeharto memang ada semacam pembatasan bagi warga keturunan China agar tidak terlalu dalam masuk ke dalam ranah administrasi kenegaraan. Meskipun banyak juga keturunan China yang ikut berperan serta mengusir penjajah. Menjadi tentara atau polisi. Bahkan menjadi pengajar di sekolah-sekolah umum non China.

Orang-orang China memang unik. Mereka minoritas, hidup dalam komunitas terbatas. Dalam kantung-kantung pemukiman yang khusus dan tidak berbaur dengan masyarakat secara luas. Meskipun sekarang keturunan China juga sudah menyebar dengan penduduk lokal. Tinggal di perumahan-perumahan kecil, bahkan  di perkampungan warga lokal.Diantara mereka juga ada yang  berasimilasi dengan penduduk lokal melalui perkawinan campuran.

Orang China hari ini tidak hanya menganut agama Konghucu. Tapi banyak diantara mereka yang sudah menjadi Muslim, Penganut Kristen protestan, dan Katolik.

Sejarah Kota Semarang sendiri tidak bisa lepas dari keberadaan orang China. Bahkan sebuah Kelenteng besar dibuat sebagai tempat peribadatan sekaligus pengingat akan adanya seorang Nahkoda dari Negeri China bernama Laksamana Cheng Ho. Yang konon beragama Islam.

Setahu saya waktu kecil, orang China itu semua kaya. Mengingat di Bandungan para pemilik hotel dan vila adalah orang China. Kami penduduk lokal sekedar menjadi penjaga vila atau pegawai hotel.

 Setelah saya dewasa  saya baru tahu kalau ternyata orang China tak semua kaya. Tetangga saya di perumahan banyak warga berkulit putih ini yang berjualan kue, jualan dawet.Bahkan jadi asisten rumah tangga.

Banyak hal yang saya pelajari dari orang China, mereka sangat ulet, tidak mudah putus asa.

Saya memiliki kenalan keluarga China. Suami istri ini berkulit putih bersih. Pekerjaan mereka membuat kue dan menjualnya di pagi hari, serta menitipkan kue-kue buatanya di beberapa warung.

Beberapa tahun yang lalu saat kami mula-mula bertemu, mereka masih tinggal di sebuah rumah kontrakan yang sederhana.
Tapi beberapa tahun kemudian rumah kontrakan itu dibelinya. Dan sekarang sudah dibangun. Dan sebuah mobil keluaran terbaru sudah terparkir di garasinya.

Ada lagi kenalan saya yang lain, Bu Diana.
Beliau kakak kelas saya di SMA, anak seorang pengusaha meubel sukses di Semarang. Rumah tangga pertamanya gagal karena suaminya main pukul kalau lagi marah.  Perkawinan keduanya membuahkan 5 orang anak dan kini semuanya sudah sekolah dari SD-SMA. Yang unik suami Bu Diana yang sekarang adalah putera seorang kiai dari Demak. Saya tak menyangka kalau Bu Diana bisa bertemu lagi di Semarang.

Bu Diana meskipun keturunan China tapi beliau seorang muslim. Anak-anak perempuannya yang yang telah menginjak remaja semuanya berjilbab. Sangat sedap dipandang. Kulit putih dan mata sipit menyiratkan keindahan yang luar biasa.

Pada siapapun saya tidak pernah membedakan. Semua kawan, semua saudara. Dagangan yang jual dengan cara berkeliling kampung ini telah menumbuhkan pertemanan dan persaudaraan dengan semua orang. Semua golongan dan etnis. Sehingga saya tak mampu lagi berfikir dari mana asal mereka.

Sebab mau China , Jawa, Sunda, Papua sama saja. Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.

Yang terpenting adalah bagaimana membawa diri agar di manapun kita  hidup bisa diterima oleh masyarakat.

Saat... jangan Panggil aku orang China.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun