Ada lagi kenalan saya yang lain, Bu Diana.
Beliau kakak kelas saya di SMA, anak seorang pengusaha meubel sukses di Semarang. Rumah tangga pertamanya gagal karena suaminya main pukul kalau lagi marah. Â Perkawinan keduanya membuahkan 5 orang anak dan kini semuanya sudah sekolah dari SD-SMA. Yang unik suami Bu Diana yang sekarang adalah putera seorang kiai dari Demak. Saya tak menyangka kalau Bu Diana bisa bertemu lagi di Semarang.
Bu Diana meskipun keturunan China tapi beliau seorang muslim. Anak-anak perempuannya yang yang telah menginjak remaja semuanya berjilbab. Sangat sedap dipandang. Kulit putih dan mata sipit menyiratkan keindahan yang luar biasa.
Pada siapapun saya tidak pernah membedakan. Semua kawan, semua saudara. Dagangan yang jual dengan cara berkeliling kampung ini telah menumbuhkan pertemanan dan persaudaraan dengan semua orang. Semua golongan dan etnis. Sehingga saya tak mampu lagi berfikir dari mana asal mereka.
Sebab mau China , Jawa, Sunda, Papua sama saja. Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.
Yang terpenting adalah bagaimana membawa diri agar di manapun kita  hidup bisa diterima oleh masyarakat.
Saat... jangan Panggil aku orang China.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H