Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menelusuri Jejak Keangkuhan Kolonialisme di Benteng Pendem Ambarawa

20 Januari 2020   00:37 Diperbarui: 20 Januari 2020   00:51 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Jalan sempit pinggir sawah dekat RSU Ambarawa itu terlihat sepi. Begitu memasuki Gapura saya hanya berpapasan dengan satu dua kendaraan bermotor.

Ini memang salah satu jalan  yang mengantar para traveler ke Benteng Pendem, selain melalui jalan menuju lapas Ambarawa dan melalui Jalan Markas Kavaleri.

Sebuah rumah tua yang merangkap sebagai tempat parkir  motor ada depan bangunan Benteng. Beberapa petugas yang mengaku pensiunan pegawai lapas Ambarawa menyodorkan selembar karcis tertera angka 5000 untuk biaya foto Selfi dan parkir.

Tiket 5000/dokpri
Tiket 5000/dokpri

Bangunan tinggi dua lantai akan terlihat jelas, dengan gerbang cukup lebar  tanpa pintu, menjadi jalan para pengunjung memasuki area benteng. 

Ada tulisan  hitam berdasar kuning yang ditempel di bawah tangga bertuliskan "Dilarang naik ke lantai 2 untuk mengambil foto".
Tapi terlihat banyak para pengunjung yang berada di lantai 2 mengabadikan gambar.

Plakat larangan/dokpri
Plakat larangan/dokpri

Memasuki Area Benteng lorong panjang dan lebar sekaligus berfungsi sebagai halaman Benteng. Sisi timur sepertinya memang bangunan yang masih ditempati oleh petugas lapas, atau mungkin pensiunan lapas. Terlihat beberapa mobil terparkir di area ini.

Di tengah area ini terdapat jembatan yang menghubungkan dua bangunan besar. Terpasang melintang dari barat ke timur.
Terlihat dari bawah, kayu jembatan ini sudah mulai terlihat keropos.

Jembatan /dokpri
Jembatan /dokpri

Di sisi barat adalah gedung tua berderet panjang seperti bangunan sekolah tapi tampak lebih tinggi. Karena tanpa pintu maka terlhat di dalam benteng ini terdapat banyak belukar. 

Banyak traveler lokal yang sedang berkunjung. Mereka datang dari Temanggung, Kendal, Salatiga, Purwodadi Boja dan sebagainya. Mereka datang berombongan dan mengabadikan foto secara bergantian.

Dokpri
Dokpri

Tak ada jejak bekas hantaman peluru , atau lobang untuk meletakkan meriam. Sepertinya benteng ini dibuat bukan untuk pertahanan. Karena juga tidak terdapat tameng sebagaimana lazimnya sebuah benteng pertahanan.

Dokpri
Dokpri

Konon Benteng Pendem yang dibuat selama 11 tahun (1834-1845) ini merupakan bangunan yang dibuat oleh Belanda sebagai tempat logistik militer. Belanda banyak membangun benteng selama berkuasa di Jawa,untuk pengembangan hubungan dengan kerajaan Mataram.
Dan Ambarawa merupakan jalur poros yang menghubungkan Semarang,Ungaran,dan Surakarta (Wikipedia).

Benteng Pendem sejak dibangun sampai sekarang telah mengalami perubahan baik karena perubahan alam maupun fungsinya.

Dan inilah keterangan yang diambil dari Wikipedia mengenai sejarah Benteng Pendem dari mulai dibuat sampai sekarang

Tangkapan layar sumber  Wikipedia
Tangkapan layar sumber  Wikipedia

Memasuki Benteng Pendem seperti lebur dalam keangkuhan jaman Belanda. Bentuk bangunan yang memanjang dan menjulang tinggi seakan menjadi saksi bisu akan bercokolnya  penjajah selama 350 tahun di Indonesia.

Seandainya saja Belanda tak kalah perang oleh Jepang pada perang dunia ke dua, mungkin mereka masih ada di Indonesia.

Dokpri
Dokpri

Kini Benteng yang sudah berumur ratusan tahun itu akan menjadi catatan sejarah yang tak tertulis dan menjadi media pembelajaran bagi para generasi setelahnya, bahwa Indonesia pernah dijajah oleh Belanda selama ratusan tahun. Bahkan Belanda sendiri berkeinginan menjajah kembali dengan mendompleng tentara sekutu.

Dokpri
Dokpri

Bahkan setelah Belanda hengkang negara-negara lain seperti Jepang, dan Portugis ikut menjajah. 

Indonesia berhasil merdeka. Dan untuk mempertahankan kemerdekaan banyak darah tertumpah. Dan tangisan sedih para istri pejuang yang ditinggalkan suaminya berperang. 

Dan dari asbab perjuangan para pahlawan itu kita bisa menikmati kemerdekaan itu sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun