Seorang pedagang kebab tradisional dengan toping mi kuning nampak dikeroyok anak-anak.Â
Lebar jembatan  4 meter itu sudah penuh para pedagang dia sisi kanan kiri, ditambah pengunjung baik yang berjalan kaki maupun yang menaiki kendaraan bermotor menambah lokasi ini makin sempit.Â
Maka tak jarang  Kemacetan parah terjadi. bahkan nyaris macet total . Sudah tahu kondisinya begitu, pedagang yang baru tetap masuk ke lokasi area jembatan. Padahal area luar jembatan terlihat masih sangat luas baik di sisi utara maupun selatan. Unik kan ?
Tidak ada aparat keamanan atau polisi yang mengatur. Â Semua berjalan secara alami. Terlebih beberapa pengunjung sembarangan memarkir motor di sembarang tempat di mana ia membeli sesuatu, makin ramailah suasana.
Kata pak Kholib yang kebetulan besan saya warga kelurahan Banyumeneng, pasar krempyeng  itu memang dibiarkan seperti itu. Para pedagang dan pengunjung hanya orang-orang yang tinggal di sekitar area jembatan. Jadi tidak perlu ada tukang parkir atau semacam keamanan untuk mengelolanya.Â
Pasar krempyeng Banyumeneng terjadi karena spontanitas warga yang memanfaatkan akhir minggu untuk liburan dengan sekedar jalan-jalan, saat jalan beton dan jembatan baru selesai dibangun. Dan secara tak sengaja konsentrasi warga terpusat di jembatan. Lalu karena banyak orang berkumpul, satu dua orang pedagang datang. Makin lama makin banyak.
Tak dinyana searah perjalanan waktu, pasar krempyeng  Banyumeneng justru menjadi sumber ekonomi bagi warga setempat .
Seperti Bu Parti misalnya, hari-hari  biasa paling banter ia mendapatkan uang 200.000.
Dari satu panci kacang ijonya. Tapi di hari Minggu ia bisa mendapatkan pemasukan tidak kurang Rp.500.000.