Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Undangan Pernikahan, untuk Menjamu Tamu atau Mengharap Sumbangan?

11 Januari 2020   22:51 Diperbarui: 11 Januari 2020   22:45 1404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Budi (nama  samaran) adalah warga baru di lingkungan kami. Beliau sekeluarga mengontrak rumah yang dekat dengan tempat tinggal kami. Satu RT malahan.

Beliau pindah karena alasan anak semata wayangnya yang kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Semarang.

"Biar dekat pak", katanya saat kami bertemu di pertemuan RT.

Kegiatan anak putri tunggalnya di kampus memang sangat menyita waktu, sehingga.
Kadang berangkat pagi pulang petang. Atau bila malam hari ada kegiatan ekstra Pak Budi tak jarang harus mengawal dengan menjemputnya di kampus. 

"Jarak dari Demak ke Semarang cukup jauh pak", jadi akhirnya kami yang mengalah", imbuh pak Budi.

Saat pak Budi pindah ke lingkungan kami anak semata wayangnya memang sudah mulai menggarap tugas akhir.
Hingga beberapa saat kemudian putrinya wisuda,langsung diterima di sebuah perusahaan BUMN dan tugas di luar kota.

Pak Budi sendiri adalah seorang wiraswasta. Buka pengobatan alternatif di Masjid Agung Jawa Tengah. Ia rela tinggalkan rumahnya di Demak dan tinggal di kontrakan demi sang putri.

Waktu berjalan, putrinya dipinang oleh pria dari perusahaan yang sama tetapi beda wilayah kerja.

Beberapa kali kami rapat kepanitiaan lalu diputuskan bahwa lokasi pernikahan dan semua keperluanya di pusatkan di MAJT.

Undangan  untuk 700  orang disebar. Tapi tetangga lingkungan hanya beberapa orang saja yang mendapat undangan. Karena belum banyak yang beliau kenal.

Catering dipesan 700X3, dekorasi dan pernak pernik, penginapan untuk tamu besan  semuanya habis tidak kurang 250 juta.

Tiba waktunya akad nikah. Di masjid  sebesar itu hanya hadir beberapa orang saja dari kedua belah fihak. Disaksikan beberapa tetangga yang dipasrahi among tamu.

Tiba giliran resepsi pernikahan. Tak banyak tamu yang menyaksikan saat pengantin memasuki ruangan. Lalu kedua mempelai menuju panggung yang disediakan. Tamu satu persatu mulai berdatangan. Tapi menu prasmanan berupa makanan kekinian seperti tak tersentuh. Banyak teronggok di piring-piring yang ditata rapi.

Tidak ada antrian yang berarti. Tamu datang silih berganti tapi hanya sedikit. Bahkan saya tidak mengenal sebagian besar dari para tamu yang datang. Kebanyakan memang orang luar kota Semarang.

Sampai habis masa sewa, karena beberapa jam lagi ruangan gedung mau dipakai oleh penyewa lain, tidak ada pergerakan tamu yang berarti.

Saya disuruh mengecek buku undangan, tertulis hanya 150 nama yang membubuhkan tanda tangan  dari 700 orang yang diundang. 

Semua sisa prasmanan dibawa pulang. Kotak sumbangan dibuka. Dan setelah dihitung didapat jumlah Rp.42.000.000.

Tapi pak Budi memang orang baik. Ia tak mempermasalahkan jumlah sumbangan atau orang yang datang.

"Saya memang niat menjamu tamu pak", kata  Budi legawa. 

"Memang tamu saya sebagian besar dari luar kota, jadi mereka banyak yang berhalangan datang, dan menitipkan sumbangan pada teman yang datang", tambahnya.

Sisa makanan dibagi ke semua tetangga. Bahkan yang tidak datang kondangan pun tetap dikirim makanan.

Para tetangga bergunjing, modal resepsi 250 juta baliknya cuma 42 juta. Kabar itu sampai ke telinga pak Budi.

Dan beliau memberi konfirmasi , "kami memang niat menjamu tamu pak, dan tidak ada niat mengharap sumbangan. Jadi kalau ada yang menyumbang itu memang rejeki yang Allah kirimkan kepada kami".

Pesta telah usai, putri pak Budi pun sudah kembali bekerja. Kami para tetangga yang hanya membantu ala kadarnya dibelikannya hadiah sprei cantik tiap warga  untuk kenang-kenangan. 

Pak Budi pak Budi..  semoga Allah berikan kelancaran rejeki bagi bapak sekeluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun