Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hitungan Undangan Salah, Salah Siapa?

11 Januari 2020   09:08 Diperbarui: 11 Januari 2020   09:14 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah Yang Punya Hajat Atau Keliru Catering Menghitung Undangan ?
Waktu masih menunjukkan pukul 11.30. siang. Tanda waktu Dzuhur belum masuk.Kami mendatangi sebuah undangan pernikahan di sebuah Aula Besar sebuah perguruan Tinggi di Semarang.

Tetangga kami adalah seorang karyawan BUMN dengan posisi yang cukup lumayan sehingga tak heran bila mobil luar kota berderet rapi di tempat parkir.

Belum lagi anaknya yang dinikahkan ini juga karyawan BUMN, seperti ayahnya. Jadi pas lah dengan situasinya. Kolaborasi senior dan junior ini memghasilkan teman karib dan kerabat yang sangat luar biasa banyaknya.

Tempat parkir seluas itu rasanya tak muat menampung kendaraan yang datang. Terlebih beberapa bus besar dari luar kota juga terlihat parkir di ujung lapangan parkir dengan gagahnya.

Mobil pengantin yang telah dihias, sudah nongkrong cantik di depan gedung. Siap mengantar pasangan bahagia ke tempat honeymoon.

Setelah tanda tangan sebagai bukti kehadiran dan menerima souvenir serta bersalaman  dengan beberapa petugas Among tamu, kami langsung maju ke depan panggung menemui keluarga  penganten dan besan untuk bersalaman mengucapkan selamat.

Musik barat entah apa judulnya terdengar serak di telinga, didendangkan seorang lelaki tua berbadan gempal yang memakai seragam sewaan. Mungkin ini keluarga pengantin pikir saya.

Saya sedikit haus, lalu berniat mencari minum. Berputar dengan mata menyelidik ke seluruh meja dan ruangan, tak juga menemukan air minum.

Di karpet merah, tamu undangan terus datang membanjir merangsek ke depan menuju panggung utama. Lalu turun dengan kecewa sembari menebarkan pandangan ke seluruh ruangan.

Rasa kecewa yang mendalam terlihat jelas dari wajah para tamu. Delapan menu yang disediakan di meja prasmanan hanya tinggal beberapa piring dan gelas yang berantakan ditinggal penunggunya.

Semua menu habis di tengah kedatangan tamu yang sedang banyak-banyaknya. Petugasnya entah di mana. Terlihat seorang tamu kesal, ia tumpahkan saos dan sambel bakso berantakan di meja.

Nampak beberapa rombongan tamu luar kota duduk bergerombol di pojok-pojok ruangan, sepertinya menanti sesuatu. Barangkali pihak catering masih memiliki cadangan makanan untuk dikeluarkan.

Di luar gedung nampak ada keramaian. Satu-satunya menu yang masih tersisa hanya zupasup. Terlihat beberapa tamu mengantri. Diselingi teriakan petugas yang masak, "Ini buat yang didalam pak".

Tapi rupanya para tamu sudah tidak peduli, zupasup yang masak langsung diambil oleh siapapun. Dan tak peduli lagi pangkat dan kasta. Mungkin mereka lapar.

Keributan sempat terjadi yang membuat satu mangkok zupasup jatuh ke tanah .

Duh, ini acara resepsi atau atau pembagian sembako gratis ?

Di dalam gedung, yang punya hajat seperti tertunduk menyembunyikan rasa malu. Tamu terus berdatangan seperti gelombang. Dan berakhir dengan berdiri bergerombol di sudut-sudut ruangan.

Beberapa tamu luar kota masuk ke area makan untuk keluarga. Tak dapat dicegah karena banyaknya tamu. Para petugas hanya bisa pasrah.

Para anggota sinoman dan para anggiota keluar berseragam jas nampak bingung dengan situasi ini.

Sampai pukul 13.00 batas waktu pesta selesai. Tak ada tambahan makanan apapun yang disediakan catering. Dan semua berlalu begitu saja.

Di luar banyak tetangga saya yang duduk bergerombol. Membicarakan hal yang baru saja terjadi.

"Memalukan", kata seorang tetangga benar-benar kesal sambil membanting puntung rokok di lantai. Mungkin ia haus seperti saya, tapi tidak menemukan air minum karena terlihat menelan ludah dan bibirnya kering.

Usai pesta, kabar merebak di kampung bahwa yang punya hajat  telah ditipu catering. Usai pesta heboh itu yang punya catering merenovasi rumahnya besar-besaran. Dua kendaraan roda dua keluaran terbaru menghiasi rumahnya yang megah. Saya faham betul dengan kondisi ini karena kebetulan yang punya catering memang tinggal satu RW dengan saya.

Beberapa waktu sebelumnya juga pernah terjadi hal serupa. Tidak di gedung tapi di rumah. Di awal jam kedatangan tamu meja prasmanan sudah tidak ada apa-apa.

Sampai-sampai yang punya rumah tak mau turun dari panggung sampai pesta usai dan tamu pergi.

Iseng-iseng saya bertanya pada yang punya hajat.
"Ibu habis berapa untuk catering?".
Lalu beliau bercerita bahwa catering akan menggandakan tiga kali dari menu yang dipesan dikali jumlah undangan. Dan menyebut beberapa puluh juta dengan hitungan seperti itu.

Jadi kalau undangan 500 orang maka catering akan bersiap menyediakan 1500 porsi untuk masing-masing menu dengan harga yang telah ditentukan.

Suatu kali saya bertamu ke yang punya catering, tanpa bertanya ia langsung bercerita kalau yang punya hajat tempo hari telah mencemarkan nama baiknya.

"Dia bohong pak, tidak jujur dengan jumlah tamu yang diundang. Katanya cuma segini yang diundang, tapi ternyata yang datang 3X lipat, ya wajar kalau saya kehabisan stok". Katanya bersemangat.

Suatu hari saya melayani pesanan yang cukup besar. Sebelah kiri saya adalah catering  tengkleng, dan sebelah kanan saya bakso. Mereka berdua dari vendor yang berbeda. Saya tahu kalau menu tersisa banyak.

Tapi saat beberapa catering menyerahkan sisa makanan untuk para tamu, terlihat tukang tengkleng dan bakso  ini pulang begitu saja dengan menyamarkan sisa makanan dengan wadah-wadah yang rupanya sudah dipersiapkan.

Lalu siapa yang salah ?
Wallahu a'lam

Memang pesan catering bila kita tidak faham permainannya akan terjebak dalam rasa malu yang dalam seperti cerita saya ini.

Ada baiknya kita jujur dengan penyedia catering (semoga mereka juga jujur) mengenai jumlah tamu yang kita undang.

Kita juga perlu mengontrol ketersediaan menu dengan menugaskan seseorang mengecek kesiapan menu saat mempunyai acara hajatan.

Atau memanggil tukang masak secara mandiri seperti waktu saya mantu. Jadi bila kehabisan hidangan kita bisa segera masak lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun