Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Museum Kereta Api Ambarawa, Jejak Keperkasaan Transportasi Publik Zaman Belanda

9 Januari 2020   13:15 Diperbarui: 9 Januari 2020   13:24 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota dingin Ambarawa pada masa itu hawanya memang mirip di Eropa, terutama Belanda. Topografi Ambarawa yang dikelilingi gunung yang menjulang tinggi sekan menjadi penyekat hawa dan menyimpan hawanya di titik paling rendah.
Gunung Merbabu, Ungaran, Merapi Telomoyo, seakan corong alami yang menghembuskan hawa dingin ke Ambarawa.

Saya menghabiskan masa kecil di Bandungan, dan Ambarawa adalah salah satu kota terdekat tempat saya dan teman-teman berpetualang.

Maka tak heran, Ambarawa menjadi salah satu sentral pemukiman pada jaman Belanda. Bercokol 350 tahun di Indonesia dan hampir merata menguasai seluruh  wilayah, Belanda meninggalkan jejak bangunan bersejarah yang sampai saat ini tetap berdiri kokoh sebagai cagar budaya.

Ada benteng Pendem (ulasannya menyusul), dan satu lagi Museum Kereta Api Ambarawa.

Lokasi museum Kereta Api Ambarawa mudah dijangkau dari titik manapun. Dari jalan raya Semarang Yogya, persis di depan monumen palagan Ambarawa, jalan menurun lurus akan menuntun anda sampai di lokasi. Lokasi ini dekat dengan lapangan Pancasia Ambarawa, Markas pasukan Kavaleri dan Rumah Sakit Umum Ambarawa.

Rel yang nampak di jalan saat anda akan masuk Muesum adalah jalur menuju Tuntang. Di ujung lokasi parkir yang lumayan luas ini terdapat loket penjualan tiket dengan harga Rp.10.000/orang.

Tiket disobek oleh penjaga dan pengunjung dipersilahkan masuk. Ruangan terbuka museum adalah hal pertama yang akan anda lihat. Beberapa jalur kereta api terlihat berjejer, menyilang dari barat sampai ke timur. Dan ujung Utara dan Selatan Museum adalah pertemuan rel yang menjadi satu jalur, ke arah Bedono, dan ke arah stasiun Tuntang.

dokpri
dokpri
Sebelah kiri dari saat anda masuk, berjejer jenis loko dan gerbong tua peninggalan Belanda. Antara lain;  kereta inspeksi Sultan Madura, kereta kayu dari Kebonpolo, Magelang, NR kayu dari Balai Yasa Yogyakarta, gerbong GR dari Balai Yasa Manggarai, serta lokomotif diesel CC 200 15 dan lokomotif DD5512, dan lokomotif BB200.(Lihat: Wikipedia).

Selain Ruangan terbuka berkanopi yang sangat tinggi pengunjung juga bisa melihat secara langsung beberapa piranti perkereta apian seperti meja putar kereta dan rantai-rantai ukuran besar.

Di dalam museum tidak ada penjual makanan, jadi anda harap membelinya saat masih di luar.

Setelah puas melihat-lihat kegagahan barisan lokomotif yang berjaya di masa lampau, kalau beruntung anda akan melihat loko yang disambung dengan gerbong.
Atau loko yang berputar di meja putar menggunakan tenaga hidrolik.

Meja putar/dokpri
Meja putar/dokpri
Bangunan stasiun kereta yang di dalamnya ada loket  penjualan tiket, dan alat yang dipergunakan untuk mencetak tiket, adalah hal yang bisa anda nikmati sembari membayangkan suasana jaman dahulu saat orang-orang Belanda pergi melalui stasiun ini.

Lalu yang terakhir, kereta uap dengan tungku raksasa dan menikmati perjalanan melalui rute bergerigi di Bedono, adalah hal yang paling dinantikan oleh para pengunjung.

Gerbong kereta dengan jendela tanpa kaca, membuat para penumpang leluasa menikmati perjalanan dan mengabadikan apapun yang terlihat dari atas kereta.

Menikmati perjalanan kereta/dokpri
Menikmati perjalanan kereta/dokpri
Cerobong asap pembakaran kayu mengepul, kereta berjalan pelan, dan Jes..Jes..Jes.. Roda bergerak mengikuti rel yang akan membuat para penumpang bahagia dan akan mengingat perjalanan ini sampai kapanpun...

Main ke museum kereta api Ambarawa yok mah ..

Naik kereta api tut tut Tut
Siapa hendak turun
Ke Bandung Surabaya
Bolehkah naik dengan percuma
Ayo kawanku lekas naik
Keretaku tak berhenti lama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun