Baru setelah beberapa saat, perumahan Dinar Mas mulai penuh apalagi Bukit Kencana Jaya lebih penuh, para penghuni perumahan mulai menyerbu warungnya karena harganya murah.
Mak Mun mulai buka warungnya dari jam 08.00 pagi. 15 kg beras ia masak setiap hari dan habis pukul 16.00 sore. Bahkan kalau bulan puasa Mak Mun memasak lebih banyak, bisa 2 kali lipatnya. Sebab bulan puasa warung makan banyak yang tutup siang hari. Sedangkan para pekerja proyek tetap bekerja dan tidak libur kecuali hari Minggu.
"Saya hanya berniat melayani para para pekerja proyek," kata Mak Mun merendah.
Warung ini pernah terbakar beberapa waktu yang lalu. Mungkin karena iseng melihat larisnya warung ini. Jadi ada yang iri. Tapi keesokan harinya warung ini sudah berdiri lagi meskipun dengan kondisi seadanya dan para pekerja proyek bisa makan kembali.
Makanan memang sepertinya hal yang remeh, tapi justru menempati posisi paling penting karena merupakan sumber energi.
Menyediakan makanan untuk orang papa yang membutuhkan tentu mengandung hikmah yang besar.
Para pekerja proyek dengan penghasilan pas-pasan akan berfikir dua kali untuk tiap hari makan di warteg atau di rumah makan padang. Sebab di sana harganya lebih mahal. Para pekerja proyek berfikir bahwa penghasilan yang ia dapatkan dari memeras keringat dan banting tulang tak untuk dirinya sendiri melainkan untuk anak istrinya yang di rumah menanti.
Jadi makan di warung pak Ta'in memang cara yang paling tepat untuk mengatasi pengeluaran, agar penghasilannya sebagai buruh proyek bisa dinikmati anak istri.Â
Semoga pak Ta'in dan Mak Mun tetap diberi kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H