Mohon tunggu...
Agung Triatmoko
Agung Triatmoko Mohon Tunggu... wiraswasta -

Sekedar menuliskan sesuatu

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Biarkan Aku Menari di Depanmu

3 Mei 2010   08:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:26 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sebulan kemudian setelah, Sampurno takut jika Fitri tak mencintainya lagi

Sampurno terkulai lemas, tapi ia masih sanggup memindahkan laptop tuanya ke meja setelah lama berada dipangkuannya, hati-hati ia meletakkannya, ia tak ingin kotak percakan gmail dengan kekasihnya Fitri itu hilang, ia masih ingin membacanya dan terus membacanya.

Sebentar lalu, mereka baru saja chating di facebook, bercanda seperti biasa, menuangkan kata cinta yang tak pernah habis dan usang untuk diungkapkan. Namun tiba-tiba Sampurno tercenung melihat daun bambu yang sedang menari tertiup angin malam, sambil sesekali nampak sinar bulan memantul mengiringi tarian itu. Satu jatuh di atas keyboard laptopnya, dan perhatiannya ke percakapan facebook-nya dengan Fitri jadi tak terhiraukan. Lama sekali, Sampurno menikmati tarian-tarian lain daun bambu yang menebar hingga sebagian jatuh di dekatnya, di teras kamarnya yang menghadap hutan bambu, dan ketika ia tersadar, nampak di kotak percakapan Fitri berulang kali memanggilnya, diliriknya lead indikator online Fitri, "ah...masih menyala". Segera Sampurno menulis balasan, tentu setelah didahului kata maaf,

"Fit...tunggu aku di gmail ya ?"

"Kenapa Sam ?"

"Aku ingin menulis surat untukmu"

"Baiklah, tapi jangan lama-lama ya?"

"iya, paling satu atau dua jam saja !"

"terlalu lama ah..!"

"okelah kalau begitu....satu jam lagi kita bertemu di gmail"

--------------

Heningnya ruangan ini kunikmati dengan seksama,
saat rindu dan cinta semakin kejam menerkam hati kian sepi,
menatap kelam di ujung malam tanpa seraut pun wajah cinta menyapa.

Ribuan hati menyapaku menawarkan madunya,
namun tak ada satu pun wajah yang ku cari di antara mereka,
di mana ku ingin meletakkan lelahku sejenak di dadanya.

Ketika baru kusadari kau ada pada setiap tangisku,
tawarkan canda hingga lelahku hilang sejenak,
dan kau selalu ada walau tak pernah ada,
sudah cukup mewarnai hitam ini,
bahkan kini menggenggam hatiku,
'tuk tak perlu beranjak menjauh darimu.

--------

"Sam ! sudah selesai belum ?"

Sebetulnya baru tigapuluh menit tapi Fitri sudah menyapa Sampurno, kali ini di gmail, karena dilihatnya lead indikator gmail Sampurno menyala.

"Ah...cepat sekali kau Fit ? sudah nggak sabar ya ? kebetulan sekali aku juga sudah mau tekan send, tunggulah beberapa detik lagi"

"Sudah kau terima Fit ?"

"Iya, nih aku sedang baca", berdebar Sampurno menunggu, dan rupanya Sampurno tidak perlu menunggu lama, hanya dalam hitungan detik, kotak percakapan gmail Sampurno sudah berkedip tanda Fitri telah mengirimkan balasannya.

"Indah sekali puisimu Sam..!"

"benarkah ?"

"iya...!"

"Lantas ?" sebentar kursor tidak bergerak, Fitri sedang berfikir keras, jawaban apa yang paling tepat untuk Sampurno.

"iya bu...sebentar, Fitri masih menyisir rambut" ketukan di pintu kamar yang sudah ketiga kalinya oleh ibunya membuat Fitri sedikit gusar.

"Aku ingin kau memelukku dengan cintamu Sam.....!" akhirnya Fitri berhasil menulis jawaban.

Fitri segera lari menuju ruang tamu, menemui Prasojo, Sam lain penghuni hatinya.

Sementara Sampurno berteriak kegirangan, dia letakkan laptop tuanya di meja di sampingnya, dan ia gerakkan kedua tangannya seperti daun bambu yang terbang tertiup angin.

"Biarkan aku menari di depanmu Fitri, ingin kurenkuh dirimu dalam pelukan cintaku.... seperti maumu"

----------

Bunyi kursi roda anaknya, membuat Larasati segera naik ke kamar Sampurno, ia khawatir terjadi apa-apa dengan anaknya semata wayang, yang telah lama sekali menghabiskan hari-harinya di atas kursi roda. Kaki Sampurno lumpuh setelah kecelakaan lima tahun yang lalu, yang juga merenggut nyawa kekasihnya Arini.

Larasati sempat terpesona oleh binar cinta di wajah anaknya, tapi sejenak kembali air mata Larasati menggenangi pipinya yang telah mulai keriput. Dibiarkannya sejenak, dan ketika nampak Sampurno mulai lelah dengan tariannya, Larasati mendekat.

"Waktumu istirahat nak.....biarkan cinta itu menemani mimpimu malam ini"

"Terima kasih bu, tapi biarkan laptopku menyala, aku masih ingin memeluk Fitri"

***

----------

puisi oleh Kit Rose

bagian dari GRPC (Galih dan Ratna Putus Cinta)

Kisah lanjutan dari:/aku-takut-kau-tak-mencintaiku-lagi/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun