Iseng-iseng saja, saya bertanya ke salah satu penumpang untuk memastikan alasannya berdiri menunggu kereta datang. Mas Bayot, penumpang asal Pemalang yang berkunjung ke rumah saudaranya di Jakarta. "Tidak kebagian tempat duduk, Mas", jawabnya sembari memperhatikan buah hatinya yang berumur 7 bulan. Ia pun mengaku baru kali pertama ini naik kereta, sehingga saat saya minta untuk membandingkan kereta api dulu dan sekarang, ia pun geleng kepala. Kami ngobrol ngalor-ngidul tanpa arah pembicaraan yang pasti. Dalam hati, saya kasihan melihat istrinya yang berdiri sambil menggendong anaknya.
Setelah kereta datang, naiklah dengan tertib, tidak usah berjejal. Kereta api tidak akan meluncur jika masih ada penumpang yang bergelayutan di pintu. Yang pasti, lihat terlebih dahulu di tiket nanti duduk di gerbong mana, tempat duduk nomor berapa? Sehingga nantinya tidak diusir pemilik kursi yang sah. Jangan lupa siapkan juga tiket-nya, agar nanti saat diminta petugas untuk dilubangi tidak kebingungan mencari tiket, oh tiket.. dimanakah dirimu.
[caption id="attachment_378485" align="aligncenter" width="491" caption="Bayot Family Sedang Nunggu Kereta Datang (Gambar: dokpri)"]
Well... Meskipun begitu, saya masih salut sama Jonan dengan Evolusi Kereta Api di Indonesia. Bukan karena memang kami berteman, tapi kinerjanya memang layak diacungi 4 jempol.
[caption id="attachment_378486" align="aligncenter" width="480" caption="Kawan saya, Jonan. Dulu Dirut KAI, sekarang Menhub (Gambar: dokpri)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H