Mohon tunggu...
Mas Leman
Mas Leman Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jonan Lulus Mid Semester Dari Jokowi

2 Februari 2016   15:56 Diperbarui: 3 Februari 2016   16:20 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="diskusi di Gedung Menteri Hukum dan Ham. ©2013 merdeka.com/dwi narwoko"][/caption]Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, Presiden Joko Widodo tak hanya memerintahkan para menterinya untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur mulai di awal tahun. Untuk memastikan pelaksanaan proyek ini, ia tak segan-segan memberikan pengarahan langsung kepada para kontraktor agar segera melaksanakan pekerjaan, setelah menandatangani kontrak. Tidak boleh ada waktu jeda. Soal biaya pemerintah sudah menyiapkan.

Seperti, ketika Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menggelar penandatanganan kontrak 12 proyek strategis senilai Rp 2,07 triliun dari total 273 paket kegiatan senilai Rp 14,24 triliun pada pertengahan Januari lalu. Presiden menyisihkan waktunya untuk datang ke Kementerian Perhubungan. Selain menyaksikan penandatanganan tersebut, Jokowi tentu menginginkan agar proyek yang sudah ditandatangani bisa langsung dikerjakan.

Hal serupa tak hanya ditunjukkan oleh Jokowi terhadap proyek infrastruktur yang didanai oleh pemerintah melalui APBN. Terhadap proyek infrastruktur yang didanai oleh swasta, Jokowi juga memberlakukan hal yang sama. Proyek pemerintah dan proyek swasta sebaiknya bisa berjalan seiring di awal tahun, agar bisa menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi, di tengah melemahnya harga komoditas, khususnya harga minyak dunia. Sinergi antara pemerintah dan swasta bisa menjadi solusi bagi perekonomian nasional.

Tak heran, kalau Jokowi di awal tahun ini juga melakukan groundbreaking kereta cepat Jakarta-Bandung yang dikerjakan oleh konsorsium BUMN. Ia bersama dengan Ny. Iriana turun langsung menyusuri lumpur Walini, Jawa Barat, agar proyek yang investasinya US$ 5,5 miliar juga bisa segera dikerjakan.

Dalam groundbreaking tersebut banyak pejabat dari pemerintah pusat dan daerah yang hadir. Justru yang tak hadir dalam event tersebut Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, yang sesungguhnya menjadi penanggung jawab teknis pembangunan kereta cepat Jakarta-bandung. Dari informasi, Jonan tidak hadir karena ingin menyelesaikan izin pembangunan kereta cepat tersebut.

Cuma yang menjadi masalah, sejak groundbreaking sampai dengan awal Februari, izin pembangunan kereta cepat itu juga tidak muncul juga. Tentu disini kita tidak ingin mencampuri kapan izin pembangunan itu mau dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan. Hanya saja ketika kritik publik terus membara pasca groundbreaking, Kementerian Perhubungan, tidak mencoba menetralisir, tetapi justru malah ikut mengipasi.

Proyek yang tidak didanai APBN dan tak mendapat jaminan dari pemerintah, justru dalam pengurusan izin konsesi KCIC dituduh oleh Kementerian Perhubungan meminta jaminan dari pemerintah. Mereka melukiskan, kalau proyek ini gagal, maka konsorsium meminta pemerintah untuk memberikan ganti rugi.

Tentu saja tuduhan semacam itu ditepis oleh KCIC. Pihaknya menyadari bahwa proyek ini 100% didanai oleh swasta, dan tidak ada jaminan dari pemerintah. Namun karena proyek ini membutuhkan investasi yang besar, mereka meminta adanya jaminan kepastian hukum dalam masa konsesi, bila terjadi perubahan peraturan dan peundang-undangan hingga membuat proyek ini dihentikan (cut off) .

Bila proyek ini gagal karena disebabkan oleh pemrakarsa (konsorsium), tentu KCIC tak akan meminta ganti rugi, karena itu sebagai konsekuensi bisnis. Namun, kalau proyek ini gagal karena perubahan peraturan dan kebijakan, seperti misalnya perubahan kebijakan moneter yang mewajibkan seluruh proyek pada masa kontruksi dan operasional dihentikan, tentu pemerintah harus bertanggung jawab. KCIC menuntut kepastian hukum semacam itu harus dituangkan dalam perjanjian konsesi, karena itu lumrah terjadi dalam bisnis internasional.

Permintaan kepastian hukum ini tentu bukanlah mengada-ada, karena sudah banyak referensi dalam bisnis kontraktual, seperti di pelabuhan Kali Baru, proyek kereta api swasta di Kalimantan yang melibatkan Rusia, dan konsesi untuk jalan tol. Kalau dalam proyek tersebut bisa mendapatkan kepastian hukum, kenapa untuk kereta cepat di permasalahkan.

Setelah beberapa hari kepastian hukum ini menjadi alat bagi kelompok-kelompok yang tidak setuju kereta cepat untuk membonsai KCIC, Jonan tampaknya mulai berubah. Justru tanpa diperhitungkan banyak pihak sebaliknya, Jonan memberi hak ekslusif kepada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Hak eksklusif itu, Pertama, trase kereta cepat tidak boleh dimasuki kereta lain. Kedua, pemerintah memang tidak memberikan jaminan dalam kaitan APBN, tetapi pemerintah akan memberikan jaminan kepastian hukum dalan pengerjaan dan operasional kereta cepat selama masa konsesi. Ketiga, pemerintah memberikan konsesi kererta cepat Jakarta-Bandung selama 50 tahun.

Dengan pemberian hak ekslusif yang akan tertuang dalam perjanjian konsesi kereta cepat, tentu Kementerian Perhubungan tinggal mengeluarkan izin pembangunan kereta cepat. Izin pembangunan dari Kementerian Perhubungan ini masih ditunggu, karena KCIC sebagai pemrakarsa belum akan memulai membangun kereta cepat kalau izinnya belum lengkap. Sikap ini diambil, karena KCIC dalam mengerjakan proyek ini akan taat terhadap ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

Izin pembangunan sebagaimana diungkapkan oleh Jonan itu bukanlah masalah administrasi tetapi masalah analisisis teknis. Tentu saja semua pihak setuju dengan aturan semacam itu. Hanya saja sebagai bagian dari kebijakaan nasional izin pembangunan kereta cepat sebaiknya tidak berdiri sendiri. Akan lebih bijak bila izin pembangunan itu juga diselaraskan dengan kebijakan presiden

Dikeluarkannya Perpres Nomor 107 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasaranan dan Sarana Kereta cepat antara Jakarta dan Bandung, dan Perpres Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, tentulah dimaksudkan untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur strategis. Akselerasi ini dibutuhkan tak hanya dimaksudkan agar pembangunan infrastruktur itu bisa diselesaikan sesuai dengan target waktu yang ditetapkan, tetapi ada yang lebih fundamental, pembangunan infrastruktur diharapkan bisa menstimulus perekonomian nasional, di tengah merosotnya harga komoditas, khusunya harga minyak dunia.

Masalahnya kalau hak eksklusif sudah diberikan dan izin untuk membangun kereta cepat masih digantung, bagaimana mungkin proyek kereta cepat itu bisa segera menciptakan lapangan kerja, dan menstimulus perekonomian nasional. Barangkali inilah izin pembangunan tidak cukup hanya ditempatkan dalam perpektif administrasi dan analisis teknis saja, tetapi dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara juga terkait dengan upaya untuk memberikan kehidupan bagi rakyatnya.

Dalam konteks pembangunan nasional, keluarnya hak eksklusif kereta cepat dalam izin konsesi. Ibarat orang ujian, Jonan baru lulus mid semester dari Jokowi. Ia baru akan lulus ujian akhir, kalau memang sudah mengeluarkan izin pembangunan kereta cepat. Inilah ujian yang akan ikut menentukan perjalanan bangsa dalam konteks yang lebih besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun