"Jangan salah, Pergub APBA juga solusi hukum yang legal. Dan sumpah jabatan gubernur itu bukan untuk menjalankan kebijakan dan pendapat, tapi menjalankan peraturan perundang-undangan," tegas Alumni Fakultas Hukum Unsyiah, Aceh tersebut.
Bagi Akmal, yang mantan jurnalis ini, gubernur jangan sampai terjebak dalam rimba pendapat kepentingan, sehingga rakyat dan pemerintah bawahan juga dirugikan."Dalam kondisi badai kencang, ombak besar, dan kapal hampir tenggelam sekalipun, kapten tetap harus pegang kemudi," kata Akmal sambil menikmati kopi arabika bersama penulis, di sebuah cafe di Medan, belum lama ini.
Menurut Akmal, gubernur jangan sampai melepaskan kemudi menurut 'kehendak laut tak berbatas'. Sebab katanya, ada banyak penumpang yang harus diutamakan keselamatannya terlebih dahulu, ketimbang memikirkan banyak sekali pendapat.
Bupati yang menjabat 2 periode berbeda di kabupatennya ini, menceritakan pengalamannya, ketika dahulu pernah memutuskan untuk melakukan Sidang Rakyat, dengan menghadirkan para kepala desa dan lurah, untuk memutus kebijakan anggaran pendapatan dan belanja. Persis seperti yang dirasakan Gubernur Irwandi Yusuf sekarang ini, Bupati Akmal tidak ada kata sepakat dengan para anggota DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten). Akmal kemudian membuat Sidang Rakyat minus anggota DPRK, dan mengeluarkan Perbup (Peraturan Bupati).
Sulit memprediksi, apakah keputusan Gubernur Irwandi Yusuf untuk mengeluarkan Pergub merupakan solusi terbaik, di tengah buntunya kata sepakat dengan DPRA? Ataukah keputusan penerbitan Pergub justeru memicu konfrontasi baru antara legislative dengan eksekutif? Kita hanya bisa menunggu dan berharap, semoga saja apa pun hasil keputusannya nanti, akan membawa kebaikan untuk seluruh rakyat Serambi Mekkah. Amin.. (***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H