Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gaya Lebih Cepat Lebih Baik JK Vs Gaya Cuek Macron

17 Juli 2019   11:19 Diperbarui: 17 Juli 2019   11:21 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://www.portal-islam.id

Dalam berbagai kesempatan gaya lebih cepat lebih baik sering digunakan dalam pengambilan keputusan. Kalau bisa lebih cepat, mengapa harus diperlambat, itu kan lebih baik. 

Gaya lebih cepat lebih baik, menjadi anti tesa dari pelayanan non prima, yang sering terjadi. Pola pelayanan non prima, sering menggunakan gaya kalau bisa diperlambat, mengapa harus dipercepat. 

Pola banyak meja, banyak pintu, sering menjadi gaya pelayanan non prima. Namun hal itu mungkin terjadi, karena pada setiap meja atau pintu terdapat rejeki. 

Gaya lebih cepat lebih baik dari JK, menjadi terkenal karena JK ingin dapat segera menuntaskan persoalan yang ada. Lebih cepat lebih baik, menjadi personal branding JK setelah Jk mengikuti diskusi di Kampus S2 Paramadina. Gaya lebih cepat lebih baik menjadi begitu populer, karena dianggap dapat mengatasi ribetnya pola pelayanan pada birokrasi yang sudah dirasa tambun. 

Namun apakah gaya lebih cepat lebih baik itu akan selalu menjadi obat mujarab, pada setiap persoalan yang dihadapi ? Sebuah pertanyaan besar menganga, setelah terjadi hal-hal yang di luar dugaan akibat gaya lebih cepat lebih baik. Salah satu dampak yang tidak diinginkan yang tanpa disadari dari gaya lebih cepat lebih baik adalah munculnya gaya cuek Macron di Jepang.

Untuk banyak hal gaya lebih cepat lebih baik dapat menjadi solusi pada banyak permasalahan yang terjadi. Namun gaya lebih cepat lebih baik, ini ternyata memerlukan syarat. Tujuan yang hendak dicapai betul.

 Cara yang digunakan untuk mencapai tujuanjuga betul. Jika syarat tersebut tidak dupenuhi, bahakn mungkin salah satu saja, gaya lebih cepat lebih baik, akan berpeluang mendorong terjadinya dampak negatif.

Gayalebih cepat lebih baik, mendorong orang untuk menggunakan jalan pintas. Setiap jalan pintas, berpeluang menabrak aturan-aturan yang berlaku. 

Gaya lebih cepat lebih baik akan efektif, jika aturan yang dianggap menghambat, sudah diminimalisasi. Namun yang terjadi, bisa jadi justru agar gaya lebih cepat lebih baik menjadi acuan, maka banyak aturan yang tidak diindahkan. 

Hal tersebut tentu berlawanan dengan tujuan yang hendak dicapai. Gaya lebih cepat lebih baik, yang tadinya merupakan salah satu metode alternatif untuk mencapai tujuan, menjadi tujuan itu sendiri. 

Pola QC juga dapat dianggap sebagai gaya lebih cepat lebih baik. Namun ada kecenderungan QC digunakan sebagai tujuan, bukan sebagai metode yang dijalankan secara benar.  Hal tersebut menjadikan QC limbung.

Pola Roro Jonggrang dapat diaktegorikan sebagai salah satu implementasi gaya lebih cepat lebih baik. Untuk pengambilan keputusan yang sangat berpengaruh di tanah air, kartena sedang melakukan hajatan besar pesta demokrasi lima tahunan sekali, 

Rapat Rekapitulasi dilaksanakan lebih cepat dan tanpa dapat diikuti oleh publik. Ada kesan ingin menghindari partisipasi publik. Gaya lebih cepat lebih baik pola Roro Jonggrang ini sangat melukai banyak orang. 

Bahkan keputusan MK pun dilaksanakan dengan gaya lebih cepat lebih baik. Perdebatan seru di sidang MK antara paslon01 dan 02 seolah hilang tak berbekas. Keputusan pun diambil dengan gaya lebih cepat lebih baik. 

Namun jika kemudian gaya lebih cepat lebih baik itu tidak memperoleh hasil di Jepang. Bahkan muncul berita gaya cuek Macron, maka gaya lebih cepat lebih baik seolah menjadi tumpul dihadapkan pada gaya cuek Macron.

Bagaimana dengan MRT: Temu Rekonsialiasi ?

Bukan saja temu MRT tanpa konsesi, justru ada yang menganggap gaya lebih cepat lebih baik, sehari sebelum pidato kemenangan itu, terhempas dengan gaya Prabowo yang seolah bergaya cuek Macron setelah makan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun