Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Neno Terkurung di Luar, Bagaimana Pak Jokowi?

27 Februari 2019   08:04 Diperbarui: 27 Februari 2019   09:52 2404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: http://m.tribunnews.com/nasional/2019/02/23/neno-warisman-dan-heboh-puisi-munajat-212-ternyata-begini-jejak-rekam-jauh-sebelum-sentuh-politik

Kontroversi puisi doa Neno masih bergulir. Asumsi ancaman terhadap Tuhan ditepis dengan doa mengikuti Rosulullah. Namun diskursus berkembang bahwa itu merupakan doa Perang Badar. Hal itu tentu menjadi tidak signifikan kalau ditempatkan pada situasi dan kondisi Pilpres. 

Wacana perang kemudian bergulir dengan adanya persepsi Perang Total dari Moeldoko. Ternyata membawa persepsi Perang Badar doa Neno, justru membuat diskursus Perang Total Moeldoko menjadi dinamika yang menarik. 

Apakah persepsi ancaman terhadap Tuhan dan Perang Badar doa Neno, membuat Neno Terkurung ?

Di sisi lain Pak JokoWi juga sudah mulai beraksi. Aksi aksi untuk menunjukkan jati diri, dengan diksi data dan fakta. Namun aksi aksi Pak JokoWi juga mendapat respon dari dunia medsos. Tagar tagar bermunculan menyebarkan informasi negatif. Apakah tagar tagar itu membuat Pak JokoWi Terkurung ?

~~

Posisi terjepit, karena berani menjanjikan kepada si insan pers, membuat saya harus berusaha keras mengadakan kontak-kontak ke pihak pihak lain, terutama ke Pusat. 

Namun seperti juga halnya di tempat tempat lain, jika kontak kontak yang terjalin hanya pada level tertentu, maka hasil yang didapatkan pun belum tentu seperti yang diharapkan. 

Apalagi kalau kontak yang dibangun, juga harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yang lebih tinggi lagi, karena menganggap bahwa info yang saya minta, bukan kewenangan dia untuk memberikannya. Begitu rumitnya birokrasi. 

Birokrasi yang seharusnya mampu membuat lancar kinerja dalam pelayanan, harus dihadapkan pada aturan dan etika yang berlaku yang bahkan mungkin saja tidak tertulis, yang bahkan menjadi kendala terjalinnya penyebaran informasi secara luas, cepat dan merata.

Namun itulah satu hal, yang harus dihadapi. Masalah yang sebetulnya tidak ada sangkut pautnya dengan bahan atau substansi yang menjadi pokok persoalan, namun justru menghambat, terjadinya solusi. Data rincian tidak dapat disebarluaskan kalau belum ada persetujuan atasan yang lebih tinggi. Hancur minah.

Teringat sewaktu seminar proposal tesis, pada saat mengambil magister di Kampus Biru. Ramai dan serunya pembahasan, tanya jawab baik dari dosen pembimbing, mau pun kawan-kawan sesama mahasiswa. 

Ada satu dosen dari program studi lain yang menjadi pendamping dosen pembimbing dalam seminar tersebut. Mungkin karena saya mahasiswa utusan dari pemda, karena bisa kuliah dari beasiswa pemda, dan saya seperti berapi-api dalam memaparkan proposal tesis, maka beliau dosen dari program studi lain tersebut, pada awal awal sesi setelah paparan saya, meminta penjelasan tentang formula yang saya gunakan.  

Namun setelah lama berselang, dan pada sesi tanya jawab dengan teman-teman, suasana terksesan riuh, bukan gaduh. Ada beberapa teman bahkan yang berasal dari Papua sering tepuk tangan mendengar jawab-jawaban saya. 

Ada juga teman yang begitu kritis, menanyakan metode yang saya pilih, begitu banyak namun dianggap metode sederhana, bukan metode yang memerlukan ketelitian tinggi. Ruangan tiba-tiba hening, karena yang bertanya  itu merupakan mahasiswa yang pintar, boleh dkatakan sebagai buku yang berjalan.  

Bisa jadi beberapa teman ingin mengetahui bagaimana saya menjawab persoalan yang secara keilmuan akan sangat sulit saya jawab, berdasarkan proposal tesis yang saya susun.  Alhamduilliah, saya informasikan bahwa metode tertentu bisa jadi akan menghasilkan sesuatu yang lebih bermutu, namun ada juga metode metode sederhana, yang jika dapat diterapkan secara optimal dapat bermanfaat secara efektif dan efisien. Kontan isi seisi ruangan seperti hampir meledak dengan tepuk tangan teman teman lain, yang begitu antusias dengan jawaban atas pertanyaan yang sangat menusuk tersebut.

Pada sesi sesi menjelang akhir, dosen pembimbing memberikan kesempatan kepada dosen dari prodi lain untuk memberi pertanyaan terakhir, atau saran lain untuk perbaikan. Dosen dari prodi lain tersebut, hanya bertanya secara singkat. Apa manfaat tesis saya untuk pemerintah daerah ? 

Ruangan kembali menjadi hening, karena pertanyaan dosen prodi lain tersebut. Saya menghela nafas sejenak, sebelum menjawab pertanyaan itu, kemudian saya mencoba memandang beliau dengan senyum. 

Saya akan mencoba dengan tesis saya ini, untuk dapat memberikan kontribusi bagi pengambilan keputusan kebijakan kebijakan pemerintah daerah, arah dan sasaran pembanguan, serta prioritas pembanguan yang perlu dilaksanakan.

Begitu selesai saya memberikan jawaban, ruangan seminar proposal tesis itu kembali riuh dengan tepuk tangan teman-teman peserta seminar. Luar biasa sambutan teman-teman saya waktu itu. Mungkin karena kebetulan saya dipercaya menjadi ketua mahasiswa fakultas waktu itu.

Lalu bagiamana saya dapat memberikan manfaat kepada pemda, kalau saya memberikan informasi yang dibutuhkan si insan pers saja tidak bisa. 

Apalagi informasi itu sudah disebarluaskan dalam pidato oleh pejabat tingkat Pusat mau pun pimpinan daerah. Belum lagi ancaman terhadap kursi jabatan yang saya duduki. Realitas memang sering lebih kejam dibandingkan dengan cita-cita. 

Namun kemudian saya mencoba konfirmasi kembali. Apakah informasi yang sudah disebarluaskan dalam pidato, bisa didapatkan dari bahan yang suda release ? Alhamdulillah untuk yang secara global sudah di publish di web. 

Namun untuk rincian belum  dapat direalese. Ada pun kalau mengenai posisi daerah dibandingakn posisi daerah lain, dapat diset pakai excel. Dari sana akan kelihatan posisi daerah. 

Itu yang penting. Soal rincian data, bisa kembali dirundingkan. Pada prinsipnya data yang sudah disebarluaskan oleh Pimpinan Daerah itu tidak hoak. 

Ada data pendukung dan berasal dari sumber sumber yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Tentu saja, saya dapat memenuhi janji. Suatu hal yang sangat sulit didapat pada jaman sekarang.  

Segera saya buka di web, kemudian saya pindahkan data ke excel, lalu saya olah dengan tidak lupa memberi catatan kaki sumber data. Setelah itu saya kontak si insan pers. 

Namun ada saja yang aneh. Begitu hubungan dengan insan pers sudah kondusif, justru ada perintah langsung dari Bos di ruangan, bahwa data harus diberikan seijin Big Bos. Biar Big Bos yang memberikan kepada si insan pers.  Lho kemarin Big Bos, dicari insan pers, diminta data, disuruhnya si insan pers menemui saya untuk meminta data. 

Padahal Big Bos sama sama tahu kalau saya belum mempunyai data itu. Kemudian saat saya diancam dari kedudukan saya dan dikatakan tidak ada koordinasi dengan pemerintah Pusat, diam saja. Sekarang begitu data sudah saya siapkan, tidak boleh pula diberikan kepada si insan pers. 

Saya tidak mungkin mengingkari janji. Saya abaikan lagi perintah Big Bos. 

Namun setelah itu semua terjadi. Si insan pers kemudian justru menjadi sahabat saya. Untuk urusan data selalu menemui saya. Tentu saja yang paling aneh adalah saya diberikan ijin oleh Big Bos untuk sering sering berangkat melakukan koordinasi ke Jakarta. Up date data. Alhamdulillah.

Bisa jadi dia juga mendapat serangan dan ancaman yang sama dari si insan pers, apalagi adanya asumsi dari si insan pers, tentang tidak ada koordinasi dengan Pusat. Hal itu akan sangat menganggu perfomance kantor dan tentu juga untuk Big Bos sebagai pimpinan kantor.  

Situasi yang tadinya membuat saya terjepit, kemudian berubah menjadikan saya terangkat. 

~~

Situasi Terjepit Terangkat mirip dengan pepatah di ranah minang Terkurung Di Luar. 

Serangan serangan terhadap doa Neno memunculkan berbagai interpretasi yang kontroversial. Namun ancaman terhadap Tuhan yang direspon sebagai doa Neno yang mengikuti doa Rasulullah menjadi bagian dari salah satu penjelasan artikulasi dari doa Neno. 

Walau pun kemudian kontroversi justru berlanjut pada kontekstual Perang Badar pada ajang Pilpres. Hal yang membuat Perang Total Moeldoko menjadi diskursus menarik sebagai pembanding. 

Namun satu hal yang pasti Pilpres adalah ajang pesta demokrasi. Hal hal yang mencuat selama Pilpres harus disikapi dengan persepsi bunga bunga demokrasi. Beda Perang Badar Doa Neno dan Perang Total Moeldoko merupakan salah satu bentuk bunga bunga demokrasi. 

Beda itu indah. 

Neno memang awalnya Terkurung dengan serangan serangan ancaman terhadap Tuhan dan kontekstual Perang Badar.. Namun begitu terkuak adanya Perang Total Moeldoko, maka itu harus disikapi sebagai bunga bunga demokrasi pada pesta demokrasi Pilpres. 

Neno Terkurung Di Luar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun