Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hidup Bukan Bagai Wayang

12 September 2018   10:58 Diperbarui: 13 September 2018   12:05 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: belindomag.nl

sebelumnya

Hidup Bukan Bagai Wayang

"Mereka bagaikan wayang sahaja, ya Paman Sepuh," sela Putri Pembayun masih dalam posisi nonton acara di tv "Jalan Sehat Muslim". 

"Melangkah ke sana, berbuat ini, berbuat itu. Kalau sudah takdir Allah menentukan, apalagi yang dapat kita perbuat. Bukan begitu paman Dipo ?

Contoh sederhana nih. Paman Dipo pergi ke sini, mau apa. Paman Dipo ingin mengajak Paman Sepuh turun gunung kan. Tapi hasilnya apa ? Kalian sibuk mikirin apa itu zuhud." celoteh putri Pembayun.

"Pembayun, hormat pada paman Dipo. Tidak seharusnya, kamu ikut nimbrung pembicaraan kami berdua. Apalagi kamu sampai tahu, apa yang sedang kami bicarakan, padahal kamu tidak di sini. Itu namanya kamu mencuri dengar pembicaraan orang lain. Kamu tahu itu bukan akhlak yang terpuji, Pembayun. This isn't your business. You know!" sergah Pangeran Sepuh Armanda.

"Paman Sepuh, mengapa paman Sepuh marah sama Pembayun, bukan marah kepada paman Dipo. Bukankah paman Dipo yang datang ke sini mau bikin 'horeg' situasi di sini. Belum lama paman Dipo berada di sini, paman Sepuh sudah mau menghardik Pembayun pula. Beraninya sama perempuan!" cetus putri Pembayun. 

"Pembayun kamu!" sergah Pangeran Sepuh Armanda.

"Istighfar, kanda Armanda. Istighfar Pembayun." seru Pangeran Dipo, melihat paman dan keponakan itu bertengkar karena dirinya.

"Astaghfirullahaladzhim. Astaghfirullahaladzhim. Ampuni hambamu yang lemah ini ya Allah." lirih Pangeran Sepuh.

"Astaghfirullahaladzhim. Makasih paman Dipo, sudah diingatkan. Mungkin ponakanmu Pembayun ini terlalu lancang, ya. Berani beraninya mau ikut campur urusan petinggi. Kalau begitu, biar ponakanmu Pembayun bantuin Bunda Fitri saja. Siapa tahu telur asin oleh oleh dari Ki Koh Agil Brebes kesukaan paman Sepuh masih ada. Nanti Pembayun bawa ke sini untuk dihidangkan." tutur putri Pembayun manis.

"Eh, tunggu dulu ponakanku, Pembayun yang manis," seru Pangeran Dipo.

"Bukankah pertemuan kita bertiga ini juga sudah menjadi takdir Allah. Kita kan hidup sebagai wayang, ke mana langkah kita sudah diatur oleh Allah, seperti pendapatmu tadi, Pembayun. Mengapa kamu akan segera pergi dari sini. Apakah kamu ingin mengganti takdir Allah, Pembayun ?" seru Pangeran Dipo sambil senyum-senyum.

"Itulah Pembayun, seberapa tinggi ilmumu dibandingkan dengan ilmu milik Pangeran Dipo," sela Pangeran Sepuh Armanda.

"Kita, sebagai manusia memang tidak dapat mengelak dari takdir Allah. Apa pun yang kita perbuat, apa pun yang kita usahakan, apa pun yang kita kampanyekan, apa pun yang kita kondisikan, kalau Allah tidak menghendaki, tidak akan terjadi. Itu betul.

Namun bukan berarti lalu semua yang  kita lakukan itu merupakan kehendak Allah. Ada hak manusia untuk berikhtiar. Ada hak manusia untuk berpikir. Ada hak manusia untuk memilih. Manusia diberi nafsu dan akal budi untuk memilih dan menentukan segala sesuatu yang akan diperbuat. Namun kuasa tetap ada pada Allah SWT.

Di situlah rahasia Allah yang sulit ditemukan. Manusia boleh berkehendak. Bahkan manusia wajib berusaha. Kehendak dan usaha manusia yang melahirkan perbuatan itu nanti akan dipertanggung jawabkan di Hari Kemudian. Hari Pembalasan yang tidak seorang pun dapat lagi berbuat apa-apa, selain mengikuti dan menerima keputusan Allah Kang Mubeng Ing Jagad. Allah Rabbul alamin. Allah Pengusaha Jagad Raya Alam Semesta. 

Termasuk pada bagaimana sikap dan tindakan kita, pada saat menerima takdir Allah. Apakah kita akan bersyukur saja pada saat menerima takdir baik, tetapi kita menjadi kufur pada saat mendapat takdir buruk. Ataukah kita tetap dapat tawakal kepada Allah baik pada saat mendapat takdir baik, maupun pada saat menerima takdir buruk. 

Dus, kita hidup bukan sebagai wayang, yang ikut saja apa perintah Dalang, putri Pembayun." jelas Pangeran Sepuh.

"Tapi bukankah kita ini tidak punya daya dan upaya selain karena kekuatan Allah, paman Sepuh ?. Tapi maaf, kayaknya Pembayun belum selevel deh, kalau harus berdiskusi dengan paman berdua. Apalagi kalian berdua baru membahas langkah zuhud. Lebih baik Pembayun ambil saja telur asin itu." sela putri Pembayun.

"Tungu sebentar, ponakanku yang manis, Pembayun." sela Pangeran Dipo.

"Pamanmu Pangeran Sepuh kan belum selesai bicara. Bukan begitu kanda Armanda ?" tanya Pangeran Dipo.

"Pembayun, memang langkah zuhud itu dapat dilakukan oleh orang orang kaya, orang pandai, petinggi kayak pamanmu Pangeran Dipo ini. 

Kembali kepada pertanyaanmu tentang tidak adanya daya upaya selain kekuatan Allah itu benar sekali. Di situlah sebetulnya manusia diuji. Apakah manusia berproses menuju kepada ketentuan Illahi Robbi atau justru ke luar dari koridor perintah dan justru melakukan larangan. Manusia akan diminta pertanggungjawabnya terhadap proses yang dialaminya, bukan kepada berhasil tidaknya manusia berusaha. 

Jadi salah besar, kalau ada orang yang berhasil menang, karena itu lalu beranggapan mendapat ridhlo Allah. Lalu setelah menang, kemudian boleh berbuat semaunya saja. Orang orang yang berhasil, harus tetap mengingat Allah. Karena kalau tidak, nantinya akan ada pembalasan. Tidak di dunia, bisa di hari kemudian. Namun orang boleh berusaha supaya dipilih menjadi memimpi. Yang justru tidak boleh itu melarang.

Tapi biarlah itu zuhudnya para petinggi. 

Namun sebagai orang yang merasa menjadi orang kecil seperti kamu Pembayun, kamu sudah melakukan qanaah. Dengan keinginanmu untuk mengambilkan telur asin kesukaan paman Sepuh, oleh oleh dari Ki Koh Agil, kamu sudah mulai praktek qanaah. 

Tidak putus asa dengan keadaan, dan dapat mengambil hikmah yang tersembunyi dari kejadian peristiwa yang kau alami. Tawakal dan tetap ingin melakukan perbuatan terpuji. Jadi cepat kau ambil telur asin itu, Pembayun!" seru Pangeran Sepuh Armanda.

"Tapi tolong juga tanyakan kepada Mutiah. Kiriman bibit sengon yang dipesan Mutiah kepada Bang Pilot Muhammad Isnaeni sudah sampai belum. Tadi paman Sepuh lihat Mutiah jalan jalan ke sini dengan Bunda Fitri. Paman Sepuh dengar Mutiah mau bikin kebun sepulang dari Turki." tambah Pangeran Sepuh Armanda. 

lanjut ke

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun