Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Air Mata Langit

5 September 2018   06:54 Diperbarui: 8 September 2018   06:30 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://akuislam.com

sebelumnya

Air Mata Langit

Dinda duduk tafakur. Hampir tidak ada lagi daya dan upaya yang dapat dilakukan Dinda. Walau pun Dinda duduk terpekur, tetapi hatinya hancur lebur. Dinda memikirkan Ratih Joachim Kun, putrinya yang cerdas dan berkarier bagus di perusahaan asing. Namun Ratih sudah tidak dapat lagi Dinda kendalikan.

Ratih memang cerdas seperti ayahnya. Halim, ayah Ratih memang seorang enginer. Ratih bahkan berani memutuskan untuk masuk ke fakutas tehnik, mengikuti jejak Halim. Padahal di fakultas tehnik kebanyakan mahasiswanya laki-laki. Ratih juga sangat supel. Ratih tidak memandang suku, agama dan ras dalam berkawan. Ratih betul betul mewarisi sifat-sifat Halim dalam berbagi hal. Begitu pedenya Ratih dalam menjalani hidup. Kebetulan ratih juga berhasil dalam studi. Rani juga sukses dalam bergaul.Namun kesuksesan Ratih itu, kini harus dibayar mahal oleh Dinda. Ratih tidak mau lagi mendengar keinginan Dinda ibu kandungnya.

"Mami Dinda. Mami Dinda enjoy aja. Ratih tetap sayang kok sama Mami Dinda. Tapi untuk yang satu ini, Ratih punya pilihan sendiri."

Begitu bisik Ratih kepada Dinda, jika kebetulan mereka berbeda pandangan. Ratih memang tetap menunjukkan sikap sopan dan hormat kepada Dinda. Padahal Dinda sering kehilangan akal sehat, kalau keinginan Dinda berbeda dengan yang ingin dilakukan Ratih. Sebagai orang tua, Dinda sering keinginannyalah yang harus dipenuhi. Dinda ingin Ratih sebagai anak harus mematuhi perintah Dinda. Aturan itu sering Dinda pegang. Dinda akan sangat marah, jika aturan itu diabaikan Ratih. Halim terkadang hanya dapat memeluk Dinda, kalau Dinda dan Ratih terlibat perselisihan pendapat.

Ratih seperti biasa merasa bahwa keputusan yang diambilnya sudah benar. Ratih selalu berpikir bahwa Ratih sudah mempersiapkan segala sesuatunya, sebelum Ratih mengambil keputusan. Ratih terbiasa dengan menggunakan pola empirik, rasional dan kuantitatif dalam berbagi hal. Tentu kebiasaan Ratih itu, sangat berbeda jauh dengan pengalaman Dinda dahulu.  Memang perbedaan itu terjadi dalam berbagai hal yang tidak begitu penting, seperti memilih sandal, sepatu, tas, baju, atau memilih restoran tempat makan bersama. Halim sering dibikin repot dengan duo cewek kesayangannya itu. Satu isteri. Satu lagi anak gadis kesayangannya.

Namun perselisihan itu betul betul memuncak ketika Halim memberikan lampu hijau saat Ratih memilih pasangan hidupnya dari lingkungan keyakinan yang berbeda. Nama pria itu Joachim Kun. Ratih teguh mempertahankan bahwa Ratih tidak akan melepas keyakinannya. Sementara Dinda berkeras tidak setuju dengan keputusan Ratih. Walupun akhirnya Dinda harus mengalah. Ratih sudah terbiasa begitu dengan Dinda. Ratih sudah terbiasa melawan pendapat Dinda, ibu yang melahirkannya.

Dalam perih, Dinda hanya bisa bersedih. Dinda tidak tahu harus mengadu kepada siapa. Halim seperti biasa, kerjanya hanya memeluk saja. Dinda tahu Halim sangat sayang kepada Dinda. Dinda juga tahu bahwa Halim sangat bangga kepada Ratih. Halim ingin Dinda dan Ratih bahagia. Memang walaupun Ratih sering tidak mematuhi perintah Dinda, Ratih tidak pernah berlaku kasar kepada Dinda. Ratih selalu pandai merayu Dinda. Ratih bahkan tidak pernah mau melakukan keputusannya, kalau Dinda belum setuju. Dinda lalu sering mengalah. Dinda tidak tega memaksakan kehendaknya kepada Ratih.

Tapi sekali ini, Dinda betul betul berang. Dinda marah besar kepada Ratih. Ratih  dianggap Dinda sudah melanggar janji. Ratih ingin pindah keyakinan mengikuti keyakinan suaminya, Joachim Kun, ketika Ratih sedang mendapat tugas belajar ke Amrik, bersama suami dan anak-anak Ratih, Cecep dan Derna. Sakitnya lagi hati Dinda, Ratih hanya memberitahukan hal itu lewat telepon. Walau pun Ratih tetap hormat dan terus menangis, minta maaf atas rencana keputusannya itu. Halim sudah berada di pusara. Dinda sendirian menanggung beban derita, sedihnya karena keinginan Ratih anak kandungnya.  Dinda betul betul terpukul.

"Ya Allah. Apa salah dan dosa hamba.

Mengapa harus hamba yang menanggung ini semua.

Ya Allah Ya Robbal alamin. Penguasa seluruh alam semesta.

Tunjukkan jalan kepada anak hamba Ratih.

Hanya kepadaMu Ya Allah kami menyembah. Hanya kepadaMu Ya Allah kami minta pertolongan.

KasihMu telah mengantarkan kepada kami menjadi keluarga bahagia.

KasihMu telah membuat Ratih teruji sebagai manusia cerdas dan mumpuni.

KasihMu telah membuat Ratih mandiri.

KasihMu telah membuat Ratih bagai seorang dewi.

Namun mengapa SayangMu belum kau berikan kepada Ratih, Ya Allah.

Namun mengapa SayanMu masih Kau tahan hingga tidak sampai ke sisi Ratih, Ya Allah.   

Namun mengapa SayangMu belum bersinar di hati Ratih, Ya Allah.

Ya Allah Ya Robbi Penguasa Jagad Raya. Allah yang 'Murbeng Dumadi'.

Berikanlah sepercik cahaya sayang kepada Ratih, Ya Allah.

Ratih bola mata hamba, Ya Allah.

Apa jadinya dengan hidup hamba kelak, kalau Ratih harus ke luar dari koridor tuntunan yang pernah beri mengikuti petunjukMu Ya Allah.

Ya Allah hanya tinggal air mata yang hamba punya untuk mendapatkan ridhoMu Ya Allah.

Ya Allah air mata yang hampir kering untuk bersandar kepadaMu Ya Allah.

Air mata yang ....."

"Mamiiiii ....."

Tiba-tiba terdengar suara Ratih mengusik keheningan malam. Ratih, pikir Dinda. Bukankah Ratih sedang di luar negeri dan mungkin tidak akan kembali ???

Air mata Dinda, sudah berubah menjadi air mata langit.

 Air Mata Langit, yang membuat Ratih kembali.

lanjut ke

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun