Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Geger Matraman Raya

21 Juni 2016   06:27 Diperbarui: 21 Juni 2016   17:49 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Baginda"

"Bunda Fitri, suamimu ini sekarang bukan lagi seorang raja. Mengapa masih juga kau panggil aku baginda. Nanti kalau ada yang dengar, apa kata orang."

"Bagi bunda Fitri, Paduka adalah rajanya. Paduka adalah baginda raja yang bijaksana cinta damai. Yang pernah ada di bumi Matraman Raya."

"Bunda Fitri. Itu semua sudah berlalu. Aku begini kan karena mengikuti nasehatmu"

"Baginda, betul betul Raja yang arif. Bunda Fitri menyesal telah menyebabkan semua ini terjadi. Sungguh Bunda Fitri bukan istri yang berbakti. Maafkan bunda Fitri, baginda"

"Lho lho kok jadi begini. Sini sini, tadi pasti Bunda Fitri capek kerja kan. Banyak cucian piring di dapur. Cucian baju menumpuk. Kain yang belum digosok. Belum lagi kucing kita. Menyapu rumah. Membersihkan halaman. Menyiram bunga. Sini Bunda Fitri biar kupijat punggungmu."

"Nggak mau ah"

"Lho kenapa nggak mau sih. Diperhatikan suaminya kok tidak mau. Ada apa hayo"

"Ah baginda bisa saja. Pasti baginda ada maunya. Bunda Fitri sudah hapal tabiat baginda"

"Hem"

"Baginda"

"Hem"

"Zontor lihat hasil kerjamu. Ngomel saja kau"

"Ki Koh Agil yang aneh. Dulu Zontor minta tolong Ki Koh untuk membantu Difangir. Nah Ki Koh suruh Zontor menculik Adhieyasa"

"Ya. Tapi habis itu, kau lempar Adhieyasa dari udara"

"Tapi kan bayi itu lalu dapat ibu persusuan. Noh yang di sebelah Ki Ageng Batman"

"Benar juga kau Zontor. Tapi geger ini kayaknya lebih besar dari yang kemarin. Coba kau lihat. Ada tidak yang bisa dimainkan, biar piring terbang ini bisa lebih cepat"

"Dasar orang nggak waras. Ini piring terbang siapa. Yang punya siapa. Yang numpang siapa. Nanti dibilang lagi aku asal ngezontor pula"

"Eh bukannya kerja. Kau malah ngedumel pula. Dasar Zontor"

"Mbah Kikuk kelihatannya pertemuan seru akan berlangsung antara ayah dan anak Difangir dan Adhieyasa."

"Panembahan ini bagaimana pertempuran kok pertemuan."

"Ah mBah Kikuk merendah. Pertempuran dahsyat sebetulnya kan justru antara sesama Teman"

"Teman. Teman Ahok maksud Panembahan Jati ?"

"TA. TEMAN ADHIEYASA"

"Ki Ageng Batman, bagaimana nasib anak persusuanku, Adhieyasa  dan Slamet"

Ki Ageng Batman termenung di atas Perahu Surya, melihat mBak 00 weibe mengelantungkan tangannya di leher Ki Ageng Batman.

"Betul Ki Ageng, bagaimana dengan nasib anak kandungku Adhieyasa"

Weleh  weleh apa yang terjadi hari ini dengan ke dua perempuan cantik ini. Mau menggelantung saja kok berebut.

"Miss Kiara. Apa yang bisa anda lakukan supaya Perahu Surya ini bisa terbang lebih cepat lagi ?"

"Maksud Ki Ageng, Ki Ageng ingin Kiara di sampingmu. Dari tadi Ki Ageng tidak memperhatikan Kiara. Jauh jauh Kiara datang dari Mesir"

Tanpa menunggu permintaan Ki Ageng Batman diulang. Miss Kiara langsung memposisikan diri di depan tubuh Ki Ageng Batman yang ke dua tangannya sedang mengendalikan Perahu Surya.

"Man. Sekali ini gue yang menang"

"Lebih dekat lagi Ki Ageng, Kiara kurang mendengar bisikan Ki Ageng"

"Baginda  air panasnya sudah masak. Kalau mau mandi"

"Terima kasih Bunda Fitri. Belum imsak kan ?"

Dikecupnya kening Bunda Fitri.

Ada yang terasa berdesakan di dada Raja Armanda ketika mengecup kening Bunda Fitri.

"Baginda waktu imsak sudah dekat", bisik Bunda Fitri.

Pagi di lereng SUndoro SUmbing cuaca nampak segar. Namun tidak begitu dengan hati Bunda Fitri. Walaupun mereka Raja Armanda dan Bunda Fitri telah menyepi di lereng Gunung SuSu, tetapi Bunda Fitri tetap mendengar bisik bisik tetangga. Kalau cucunya Adhieyasa akan berebut tahta harta dan wanita dengan ayahandanya Raja Difangir. Namun Baginda Raja Armanda nampak tenang tenang saja. Kelihatannya Baginda Raja Armanda menikmati kebahagiaannya sebagai rakyat biasa dan tidak lagi ingin memikirkan masalah kerajaan.

Memang yang Bunda Fitri lihat, pejabat kerajaan masih ada yang menghubungi Baginda Raja Armanda khusus untuk kegiatan sosial keagamaan. Begitu juga para pengusaha, selalu mempercayakan kegiatan CSR mereka kepada Raja Armanda. 

Namun mengingat Adhieyasa adalah cucu Bunda Fitri, maka Bunda Fitri hatinya gelisah.

"Baginda, apakah Baginda tidak mengkhawatirkan nasib cucunda Adhieyasa ?"

"Bunda Fitri. Suamimu ini kan sudah tidak punya kekuatan dan daya apa apa lagi"

"Tidak punya kekuatan dan daya. Lihat isi kamar ini. Guling entah terlempar di mana. Bantal masih untung tidak sobek. Kalau selimut sudah jangan ditanya. Kalau tidah berani. Sudahlah" seru Bunda Fitri.

"Siapa takut" teriak Raja Armanda sambil membuka pakaiannya.

"Baginda, kita masih puasa", bisik Bunda Fitri.

Tahu-tahu, Raja Armanda sudah memakai pakaian kebesaran kerajaan Matraman Raya. 

"Akan kubereskan geger di Matraman Raya. Bunda Fitri ikut"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun