Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

RJ Lino Mirip Karna atau Sumantri ?

29 Oktober 2015   23:36 Diperbarui: 29 Oktober 2015   23:36 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Nama RJ Lino sempat menyeruak di antara bukit-bukit, gunung-gunung berita. Aksinya bahkan tidak tanggung-tanggung menyodok lambung istana. Bagaimana RJ Lino dapat begitu perkasa ? Sedangkan Abraham sangat yang pernah seperti Malaikat saja tumbang. Tokoh sipil yang tanpa ba bi bu tiba-tiba saja dapat muncul ke permukaan dan berpengaruh, tentu kalau tidak luar biasa, pasti ada apa-apanya. RJ Lino dapatkan dijadikan panutan bagi masyarakat sipil untuk meniti kejayaan ? Seperti halnya Karna yang berangkat dari anak kusir, tapi mampu menjadi petinggi istana. Ataukah Sumantri yang tekun dari pertapaan, pedesaan, namun mampu mengangkat derajat hidupnya menjadi Panglima negeri ?

 

Adalah Kumbakarno, Karna dan Sumantri yang pernah dijadikan sebagai panutan dalam membela negera. Bahkan pada jaman tentara sangat berkuasa di negeri ini, pernah diadakan diskursus panjang dan lama terhadap ketiga tokoh ini yang melibatkan masyarakat banyak untuk mengikuti, memilih tokoh mana dari ke tiga tokoh yang juga dipopulerkan Tri Pama jauh di masa lalu, untuk dijadikan panutan, bagi masyarakat biasa dalam meniti karier. Kumbokarna seorang petinggi istana kerajaan Alengka yang terpaksa bertempur menghadapi Rama, yang merupakan perlambang tokoh aliran baik. Namun keputusan Kumbakarna untuk memerangi Rama, bukanlah membela kejahatan dari Dasamuka, Raja Alengka, yang juga merupakan kakaknya sendiri, tetapi lebih karena Kumbakarno tidak rela kalau negaranya diperangi orang dari luar. Kumbokarna merupakan tokoh jujur, yang sangat setia kepada negara, apa pun resikonya.

 

Gugurnya Kumbokarna bukannya membuat para musuh-musuhnya senang karena menang perang melawan Kumbokarna, namun justru rasa sedih, pilu, dan menusuk hati karena terpaksa harus melihat dan menyaksikan bagaimana Kesatria yang teguh membela negara itu harus gugur dalam pertempuran yang sangat memilukan, karena tidak mudah mengalahkan pejuang pembela negara. Satu satu bagian tubuhnya harus terlepas untuk dapat mengalahkan Kesatria Raksasa jujur setia kepada tanah air ini.

Berbeda dengan Kumbakarno, walaupun sepintas namanya mirip, adalah Karno. Karna walaupun lahir sebagai anak dari seorang Putri Raja, Dewi Kunti, bahkan dengan seorang ayah yang merupakan Dewa Matahari, Batara Surya, namun Karna justru dibesarkan oleh orang tua yang pekerjaannya hanyalah seorang kusir kereta. Adalah Dewi Kunti yang iseng-iseng merapal ajian yang dapat menurunkan dewa, padahal Dewi Kunti sudah dipesan betul betul, jangan sembarangan menggunakan rapalan ajian itu. Namun karena penasaran Dewi Kunti tergoda untuk merapal ajian itu. Kebetulan Batara Suryalah yang datang karena rapalan ajian itu. Batara Surya datang mendekati Dewi Kunti, karena ingin tahu siapa sebetulnya yang merapal ajian dan ingin mengetahui mengapa orang itu merapalnya. Tentu saja DewinKunti terkejut, begitu Batara Surya mendekat. Tanpa berpikir panjang, dengan spontan Dewi Kunti, mengatakan kalau sebetulnya dia tidak sengaj merapal ajian itu, hanya iseng belaka. Kontan Batara Surya marah besar. Ajian yang dapat digunakan untuk mendatangkan Dewa kok dipakai untuk iseng. Rasakan lah tanda dariku, Batara Surya. Enak saja Dewi Kunti itu, sudah capai-capai Batara Surya menjalankan tugas, eh, sasarannya ternyata hanya lagi iseng, bagaimana nanti membuat laporan Surat Perintah Jalan (SPJ)nya. Batara Surya tidak mau membuat laporan fiktif. Harus ada tandanya, bahwa Batara Surya sudah menjalankan tugas. Maka hamil lah Dewi Kunti.

Bingung lah Dewi Kunti, akibat ulahnya sendiri. Sudahlah belajar ilmu tinggi-tinggi, tapi tidak mau hati-hati. Pesan jangan menggunakan rapalan ajian mengundang Dewa sembarangan kalau tidak penting sekali, tidak sihiraukan. Nasihat baik dibuang, suara melanggar larangan didengar. Nah Dewi Kunti menanggung resiko buruk akibat ulah isengnya. Dewi Kunti ngunduh wohing pakarti. Hamil tanpa suami. Hopo tumon. Dewi Kunti seorang Putri. Nah akhirnya ada ide supaya si Jabang bayi dapat lahir, tapi Dewi Kunti dipastikan belum ternoda, belum pernah melahirkan normal. Karna yang menjadi anak Dewi Kunti dari Batara Surya itu, lalu dikeluarkan dari telinga. Kemudian dialirkan ke sungai, dengan harapan, bisa hidup selamat tapi jauh dari kerajaan. Karna akhirnya ditemukan suami istri kusir kereta istana kerajaan Astina.

 

Kemampuan Karna dalam meniti kehidupan, melatih diri dengan tekun dan tanpa kenal lelah, berusaah mendalatkan ilmu tinggi, membuta Karna berubah dari seorang anak kuisr kereta yang mampu menjadi pejabat. Namun Karna menyadari bahwa kesuksesan yang dimilikinya, bukan karena kompetensi semata. Adalah Duryudana, Raja Kerajaan Astina, yang memberikan kesempatan kepada Karna untuk maju dan berkembang dalam karirenya. Jasa Duryudana itu, tidak dapat dilupakan Karna, mengingat banyak orang hebat dan sakti, tidak mau berurusan dengan Karna, hanya karena Karna adalah anak dari seorang kusir kereta. Karna lahir sebagai orang kecil, yang hidupnya dipenuhi dengan amarah karena harga diri. Sekalipun Karna mempunyai kemampuan di atas rata-rata, namun karena Karna berasal dari kalangan rakyat jelata,mmaka Karna tidak diterima di kalangan kelas tinggi di masyarakat. Sekalipun Karna sudah berjuang, siang malam, bekeja keras, berusha menuntut ilmu tinggi, meningjtakan kompetnsi, tetapi Karna tetaplah dianggap berasal dari rakyat jelata.

 

Begitu Duryudana, menjadi satu-satunya orang yang peduli. Duryudana menjadi satu-satunya orang yang mau mengangkat derajat Karna ke tingkat pimpinan negeri. Karna berjanji, bahwa dengan kemampuan yang dia miliki,mdengan kompetensi tinggi yang sukit tertandingi, Karna akan melindungi Duryudana, apa pun resikonya.

 

Pola perjuangan Karna untuk memlunyai kompetensi dan dapat berkarier di jajaran pimpinan negeri, serta Kestria yang memegang teguh janji, dapat dijadikan contoh bagaimana masyarakat kita perlu berjuang mengikuti pola yang pernah dilakukan oleh Karna. Begitu juga halnya dengan keteguhan Karna dalam memegang janji. Tidak peduli siapa yang harus dihadapi, Karna akan membela orang yang pernah melindungi, karena janji.

 

Pada pun Sumantri, juga dibesarkan di wilayah pedesaan. Kemampuan Sumantri untuk mengolah budi luar biasa tinggi. Sumantri yang hidup dari kalangan rakyat jelata, karena mampu memiliki kompetensi tinggi, dapat meraih karier yang sangat tinggi di jajaran pimpinan negeri, sampai ke tingkat perdana menteri. Sumantri berjuang keras dalam meniti karier. Tidak kenal putus asa, bahkan dalam tataran tertentu mempunyai kecenderungan lebih mengutamakan hasil dari pada proses dan dengan tanpa sungkan-sungkan mempersembahkan hasilnya kepada atasan yang menugaskan pekerjaan yang dilakukan, supaya karieraya dapat menanjak. Sisi miring Sumantri ini, dalam kehidupan nyata, sering diindikasikan sebagai gejala, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, bahkan kalau perlu harus mengorbankan kawan, sahabat, bahkan keluarga, demi mencapai tujuan, akan dilakukan oleh Sumantri. Jangankan hanya main sikut kiri, sikut kanan di kalangan tempat kerja, itu mah perkara kecil. Mengorbankan adik kandungnya sendiri pun dilakukan oleh Sumantri:

Adalah Dewi Citrawati yang ingin taman Sriwedari dipindahkan ke kerajaan Mahespati, sebagi suatu syarat Dewi Citrawati diboyong ke kerajaan Mahespati. Sumantri sudah kehilangan bahkan hampir bunuh diri. Karena Sumantri tidak daoat menerima kenyataan bahwa kompetensi yang selama ini dijunjung tinggi-tinggi tidak mampu membantu Sumantri untuk melaksanakan tugas yang diemban dari Prabu Harjuna Sasrabahu untuk memboyong Dewi Citrawati ke kerajaan Mahespati, karena Sumantri tidak sanggup memindahkan taman Sriwedari. Dalam kesulitan yang sangat tinggi dan rasa malu karena dorongan ego yang tinggi, bahkan membuat Sumantri hampir bunuh diri, datanglah adik Sumantri, Sukrasana menolong. Namun Sukrasana hanya mau menolong Sumantri, kalau Sukrasana boleh ikut ke mana saja Sumantri pergi, Begitu sayangnya Sukrasana kepada Sumantri, selama ini Sukrasana njajah deso milang kori, hanya untuk mencari Sumantri. 

 

Namun adalah sudah menjadi jalan hidup Sukrasana maupun Sumantri. Begitu Sukrasana dapat membantu memindahkan taman Sriwedari ke kerajaan Mahespati. Sumantri ingin Sukrasana mudik saja, pulang kampung, tidak usah hidup ikut Sumantri. Begitu Sumantri sudah menjadi perdana menteri, sementara Sukrasana sebagai pengangguran suka demontrasi, bikin sensasi, terkadang main di taman Sriwedari, bikin Dewi Citrawati takut setengah mati, Sumantri lupa diri. Tanpa disadari Sumantri usahannya untuk meminta adiknya Sukrasana pulang kampung, ditolak mentah-mentah oleh Sukrasana, bahkan ketika Sumantri mengancam mengarahkan anak panah hanya sekedar untuk menakut-nakuti, tudak membuat Sujrasana jeri. Sampailah peristiwa nahas itu terjadi, demi kepentingan pribadi Sumantri mengorbankan adik sendiri. Sukrasana gugur di panah Sumantri. 

 

Namun begitu keberanian Sumantri untuk unjuk gigi dalam mempromosikan diri, memang tidak tertandingi. Bagi Sumantri tidak wajar dia mengabdi, atau menjadi bawahan dari orang yang tidak lebih tinggi kompetensinya dari Sumantri. Sumantri konsekuen dengan sikapnya. Tidak peduli dengan siapa dia berhadapan, prinsip yang dipegang Sumantri adalah kompetensi. Hanya orang yang mempunyai kompetensi yang wajar dihormati. Hanya orang yang mempunyai kompetensi yang wajib diikuti. Hanya orang yang punya kompetensi yang wajib memperoleh derajat pangkat yang tinggi. Bagi Sumantri, berjuang tanpa usaha, adalah sikap yang harus dibuang jauh-jauh. Mendapatkan jabatan tanpa kompetisi adalah pola yang tidak terpuji. Namun adu nyali, iklim kompetisi menjadi arena promosi diri, tanpa peduli situasi dan kondisi.

Sumantri tidak segan-segan mengajak Prabu Harjuna Sasrabahu untuk bertanding, hanya karena Sumantri memegang sikap lebih mengedepankan kompetensi dari pada hanya menghamba tanpa arti. Walaupun terkadang sikap Sumantri ini dapat dianggap sebagai melik ngGendong lali. Berani kepada atasan tanpa peduli.

 

Bagaimana menurut anda, dengan gonjang ganjing RJ Lino, di pusaran Presiden JokoWi, Polisi, maupun Pansus DPR RI yang sedang memoles diri. Apakah RJ Lino mirip Karna atau Sumantri ? Tidak ada pilihan Kumbokarna karena RJ Lino belum sampai di titik nadir dalam perjuangan kariernya.  Namun sebagai orang yang tadinya tidak menjadikan haru biru dunia persilatan pimpinan negeri, sampai menjadi sasaran Pansus DPR RI, pastilah RJ Lino dapat menjadi panutan sebagai tokoh yang lahir dari berbagi lorong pelosok negeri...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun