Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

RJ Lino Mirip Karna atau Sumantri ?

29 Oktober 2015   23:36 Diperbarui: 29 Oktober 2015   23:36 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Pola perjuangan Karna untuk memlunyai kompetensi dan dapat berkarier di jajaran pimpinan negeri, serta Kestria yang memegang teguh janji, dapat dijadikan contoh bagaimana masyarakat kita perlu berjuang mengikuti pola yang pernah dilakukan oleh Karna. Begitu juga halnya dengan keteguhan Karna dalam memegang janji. Tidak peduli siapa yang harus dihadapi, Karna akan membela orang yang pernah melindungi, karena janji.

 

Pada pun Sumantri, juga dibesarkan di wilayah pedesaan. Kemampuan Sumantri untuk mengolah budi luar biasa tinggi. Sumantri yang hidup dari kalangan rakyat jelata, karena mampu memiliki kompetensi tinggi, dapat meraih karier yang sangat tinggi di jajaran pimpinan negeri, sampai ke tingkat perdana menteri. Sumantri berjuang keras dalam meniti karier. Tidak kenal putus asa, bahkan dalam tataran tertentu mempunyai kecenderungan lebih mengutamakan hasil dari pada proses dan dengan tanpa sungkan-sungkan mempersembahkan hasilnya kepada atasan yang menugaskan pekerjaan yang dilakukan, supaya karieraya dapat menanjak. Sisi miring Sumantri ini, dalam kehidupan nyata, sering diindikasikan sebagai gejala, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, bahkan kalau perlu harus mengorbankan kawan, sahabat, bahkan keluarga, demi mencapai tujuan, akan dilakukan oleh Sumantri. Jangankan hanya main sikut kiri, sikut kanan di kalangan tempat kerja, itu mah perkara kecil. Mengorbankan adik kandungnya sendiri pun dilakukan oleh Sumantri:

Adalah Dewi Citrawati yang ingin taman Sriwedari dipindahkan ke kerajaan Mahespati, sebagi suatu syarat Dewi Citrawati diboyong ke kerajaan Mahespati. Sumantri sudah kehilangan bahkan hampir bunuh diri. Karena Sumantri tidak daoat menerima kenyataan bahwa kompetensi yang selama ini dijunjung tinggi-tinggi tidak mampu membantu Sumantri untuk melaksanakan tugas yang diemban dari Prabu Harjuna Sasrabahu untuk memboyong Dewi Citrawati ke kerajaan Mahespati, karena Sumantri tidak sanggup memindahkan taman Sriwedari. Dalam kesulitan yang sangat tinggi dan rasa malu karena dorongan ego yang tinggi, bahkan membuat Sumantri hampir bunuh diri, datanglah adik Sumantri, Sukrasana menolong. Namun Sukrasana hanya mau menolong Sumantri, kalau Sukrasana boleh ikut ke mana saja Sumantri pergi, Begitu sayangnya Sukrasana kepada Sumantri, selama ini Sukrasana njajah deso milang kori, hanya untuk mencari Sumantri. 

 

Namun adalah sudah menjadi jalan hidup Sukrasana maupun Sumantri. Begitu Sukrasana dapat membantu memindahkan taman Sriwedari ke kerajaan Mahespati. Sumantri ingin Sukrasana mudik saja, pulang kampung, tidak usah hidup ikut Sumantri. Begitu Sumantri sudah menjadi perdana menteri, sementara Sukrasana sebagai pengangguran suka demontrasi, bikin sensasi, terkadang main di taman Sriwedari, bikin Dewi Citrawati takut setengah mati, Sumantri lupa diri. Tanpa disadari Sumantri usahannya untuk meminta adiknya Sukrasana pulang kampung, ditolak mentah-mentah oleh Sukrasana, bahkan ketika Sumantri mengancam mengarahkan anak panah hanya sekedar untuk menakut-nakuti, tudak membuat Sujrasana jeri. Sampailah peristiwa nahas itu terjadi, demi kepentingan pribadi Sumantri mengorbankan adik sendiri. Sukrasana gugur di panah Sumantri. 

 

Namun begitu keberanian Sumantri untuk unjuk gigi dalam mempromosikan diri, memang tidak tertandingi. Bagi Sumantri tidak wajar dia mengabdi, atau menjadi bawahan dari orang yang tidak lebih tinggi kompetensinya dari Sumantri. Sumantri konsekuen dengan sikapnya. Tidak peduli dengan siapa dia berhadapan, prinsip yang dipegang Sumantri adalah kompetensi. Hanya orang yang mempunyai kompetensi yang wajar dihormati. Hanya orang yang mempunyai kompetensi yang wajib diikuti. Hanya orang yang punya kompetensi yang wajib memperoleh derajat pangkat yang tinggi. Bagi Sumantri, berjuang tanpa usaha, adalah sikap yang harus dibuang jauh-jauh. Mendapatkan jabatan tanpa kompetisi adalah pola yang tidak terpuji. Namun adu nyali, iklim kompetisi menjadi arena promosi diri, tanpa peduli situasi dan kondisi.

Sumantri tidak segan-segan mengajak Prabu Harjuna Sasrabahu untuk bertanding, hanya karena Sumantri memegang sikap lebih mengedepankan kompetensi dari pada hanya menghamba tanpa arti. Walaupun terkadang sikap Sumantri ini dapat dianggap sebagai melik ngGendong lali. Berani kepada atasan tanpa peduli.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun