Kepalsuan hadits tersebut sudah penulis konsultasikan dengan teman yang mengasuh pondok pesantren di Yogyakarta.
Bahwa, hadits tentang bulan Rajab yang benar konteksnya adalah perbanyaklah puasa di bulan-bulan haram, salah satu bulan haram tersebut adalah bulan Rajab, dan tidak disebutkan besaran nominal pahalanya.
Selain itu, dari sisi etika, mencatut nama Rasulullah untuk menyebarkan suatu berita yang tidak benar adalah suatu kejahatan yang besar. Konsekwensinya juga berat. Mencatut nama presiden saja tahu sendiri akibatnya.
Terakhir, berita hoax biasanya diakhiri dengan kalimat "Sebarkan!!! jangan berhenti di kamu, cuma satu klik, gak sampai satu menit, dll".
Ini adalah bahasa-bahasa untuk saudara-saudara yang masih awam untuk memancing penyebaran.
Hal ini dengan dipicu khayalan-khayalan akan pahala yang tertulis dalam berita tersebut yang memang tidak masuk logis dan saintis.
Maka, bijaklah membagi berita. Jangan mudah terpancing menyebarkan sesuatu karena iming-iming tertentu.
Misal kita mendapat sms yang mengatasnamakan bank terus kita diberitahu mendapat hadiah 1 milyar, tentu kita juga akan pikir-pikir bukan?
Teruslah belajar terutama ilmu agama, karena agama bukan soal perasaan suka dan tidak suka, agama adalah tentang benar dan salah.
Pahala adalah urusan Allah dan pahala-pahala yang realistis adalah yang sudah dijelaskan dalam hadits-hadits yang shahih, yang valid, yang bukan hoax.
Salam,