Mohon tunggu...
Chrisma Juita Nainggolan
Chrisma Juita Nainggolan Mohon Tunggu... Guru - Emak berliterasi

Guru ekonomi SMAN 1 Kualuh Selatan, Labura Sumut

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Inspiratif, Cakap Digital, Cakap Pedagogik

20 Januari 2024   13:33 Diperbarui: 20 Januari 2024   16:02 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Pribadi

Oleh: Chrisma Juita Nainggolan                  (Mahasiswa Pascasarjana Teknologi Pendidikan UMJ) dan Dr. Dirgantara Wicaksono, M.Pd. (Dosen S2 UMJ)

Sebelum pandemi, pendidikan di Indonesia mengalami berbagai kendala, demikian halnya dengan Provinsi Sumatera Utara. Kendala tersebut diantaranya, rendahnya kompetensi tenaga pendidik, kurangnya sarana dan prasarana pendukung, serta rendahnya minat belajar siswa. Kondisi ini diperparah lagi dengan pandemi, yang mengharuskan tatap muka beralih ke metode Belajar Dari Rumah (BDR).

BDR mengakibatkan turunnya kualitas pendidikan. Survei yang dilakukan UNICEF pada Juni 2020 terhadap 4.016 responden dari 34 Provinsi, menunjukkan bahwa selama Belajar Dari Rumah (BDR), 35% siswa mengalami kesulitan akses internet, 38% kurang bimbingan guru, (Media Indonesia 2020).

Selama BDR, lebih dari 60 juta siswa belajar dengan minimnya interaksi langsung dengan guru. Hal ini berdampak pada kurangnya motivasi siswa dalam proses pembelajaran, yang tentu saja akan berpengaruh pada hasil belajar. Meskipun berpotensi pada menurunnya kualitas pendidikan, namun BDR tetap dilaksanakan demi memutus mata rantai sebaran Covid-19.

Dengan berubahnya pola belajar tatap muka menjadi BDR, maka guru memasuki fase baru. Guru harus menguasai penggunaan berbagai aplikasi yang dipakai dalam pola BDR, mulai dari yang sederhana seperti whatsapp grup hingga aplikasi yang lebih rumit. Siap tidak siap, guru harus melaksanakan proses belajar secara virtual.

Pandemi membawa negara kita pada era disrupsi di sektor pendidikan. Tantangan terbesar adalah bagaimana upaya yang dapat dilakukan agar kualitas pendidikan meningkat setelah pandemi. Seringkali terdengar keluhan para guru, bahwa siswa berubah menjadi kaum mageran (Malas gerak) usai pandemi. Siswa juga sulit diajak untuk bernalar kritis, bahkan cenderung gagal paham. Ternyata, BDR selama tiga tahun merubah pola belajar siswa.

Efek luar biasa dari BDR yang minim interaksi dengan siswa, terbawa ke ruang kelas. Ketika guru menyampaikan materi pelajaran (Dengan metode ceramah), terkesan membosankan bagi siswa. Sebagian besar diantaranya bersikap apatis, tidak tertarik dengan apa yang disampaikan oleh guru. Ada yang sengaja membuat kegaduhan dengan mengusili teman-temannya, atau bahkan tertidur di kelas.

 Akankah ruang kelas berubah menjadi "Tempat tidur" bagi siswa kaum mageran jika para guru membiarkan begitu saja kondisi pasif pada proses pembelajaran?. Sementara, data yang dirilis Worldtop20.org, pendidikan Indonesia berada pada peringkat 67 dari 209 negara di dunia. Dan ironisnya, kelemahan pendidikan di Indonesia ada pada Teacher Ratio Academic, rasio guru tingkat akademik.

Denmark, sebagai peringkat pertama kualitas pendidikan di dunia (Worldtop20.org), memiliki rasio 1:4, satu guru untuk setiap empat siswa. Sementara Indonesia rasio 1:59. Artinya, guru Indonesia harus bekerja keras untuk memperbaiki kualitas pendidikan pasca pandemi. Memang, tidak adil rasanya jika hanya menuding satu pihak jika ada kondisi menyedihkan seperti ini. Untuk itu, kehadiran guru inspiratif sebagai ujung tombak dunia pendidikan sangat dibutuhkan.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh guru inspiratif agar mampu menjawab tantangan pendidikan di 78 tahun kemerdekaan negara kita. Pertama, guru harus menguasai ilmu pedagogik dengan benar. Sebab, dengan menguasai kompetensi pedagogik, maka guru mampu memahami siswa, merancang dan melaksanakan pembelajaran, serta melakukan evaluasi.

Berikutnya, guru harus menguasai teknologi berbasis digital. Penguasaan teknologi akan memudahkan proses belajar mengajar yang akan berimbas pada hasil belajar. Jika guru tidak menguasai teknologi, maka akan tergantikan. Meski fakta berkata bahwa sebanyak 60% guru di Indonesia yang penguasaan TIK masih terbatas (Pustekkom, 2021). Sejalan dengan itu, pada pertemuan Education Working Group G20, Indonesia telah mengusulkan pemanfaatan teknologi dalam upaya transformasi pendidikan global.

Salah satu hikmah dari pandemi adalah terjadinya perubahan luar biasa di bidang pendidikan. Maka, guru harus berani merubah pola pikir, keluar dari zona nyaman. Jika selama ini masih mengandalkan metode ceramah, mulailah terapkan metode pembelajaran berdiferensiasi.

Pada pembelajaran berdiferensiasi, siswa belajar sebanding dengan tingkat pemahaman yang mereka miliki terhadap mata pelajaran yang disajikan. Sehingga, siswa berinteraksi sesuai dengan gaya belajar, minat, seperti yang disyaratkan pada implementasi kurikulum merdeka. Guru yang inspiratif dan profesional akan melakukan proses memanusiakan manusia, merdeka dengan segala aspek baik secara jasmani maupun rohani. Melalui pembelajaran berdiferensiasi, guru inspiratif juga mampu menggali potensi siswa dengan menerapkan konsep merdeka belajar.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah sejalan dengan konsep merdeka belajar, yaitu berpihak pada murid. Maka, sudah seyogyanyalah pendidikan humanis merupakan keharusan. Untuk mewujudkan pendidikan humanis, guru dapat melakukan berbagai cara. Misalnya, memberi rasa nyaman bagi siswa, berlaku adil, tidak diskriminatif, mengatasi siswa yang bermasalah dengan baik, dan seterusnya.

Selanjutnya, guru harus mampu menjadi contoh teladan bagi siswa. Bukankah pepatah lama mengatakan bahwa "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari?". Jika guru memberi contoh perilaku buruk, maka siswa akan melakukan hal tersebut jauh lebih buruk lagi. Sebaliknya, jika guru memberikan contoh teladan, maka ratusan bahkan ribuan siswa berpotensi akan mengikuti contoh tersebut dengan lebih baik lagi. Dengan contoh teladan, maka akan tertanamlah karakter kuat pada siswa.

Guru inspiratif harus memiliki keberanian untuk melakukan inovasi di bidang pendidikan. Untuk itu, seorang guru harus selalu mengupgrade diri agar mampu menyesuaikan ilmu yang dimiliki dengan tren yang terjadi.  Dari masa ke masa, siswa  hadir dengan wajah berbeda. Siswa pada masa tahun 1990-an, tidak lagi sama dengan siswa tahun 2000-an, apalagi jika kita bandingkan dengan tahun 2020-an. Mereka ini yang dilabeli dengan generasi Z, hadir di sekolah dengan membawa pengaruh teknologi terbaru.

Penggunaan media sosial dalam pembelajaran, juga dapat diterapkan jika ingin menjadi guru inspiratif yang mampu menjawab tantangan pendidikan di 78 tahun kemerdekaan. Data BPS 2021, sebanyak 88,99% anak usia 5 tahun keatas  mengakses internet untuk media sosial. Fakta ini menjadi salah satu alasan bahwa media sosial dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar.

Guru dapat memberikan tugas kepada siswa, kemudian hasilnya diposting di media sosial. Dengan cara ini, maka media sosial akan diramaikan oleh konten-konten edukatif yang bermanfaat. Karya siswa yang ditampilkan di media sosial, merupakan aksi nyata dari merdeka belajar, yakni kebebasan berekspresi.

Dari beberapa paparan tersebut, satu hal yang harus dipahami, jangan sampai terjadi pemahaman semu, bahwa cakap digital setara dengan cakap pedagogik. Sebaiknya, guru inspiratif harus mampu menyeimbangkan antara ilmu pedagogik dengan penguasaan teknologi digital di bidang pendidikan. Pembelajaran akan berkualitas, jika terjalin sinergi dan kolaborasi antara guru dan siswa, siswa dan siswa, guru dan guru, siswa dengan sumber belajar.

Akhirnya, selamat berjuang para guru inspiratif Indonesia, anda adalah pejuang pendidikan. Ditangan anda terletak nasib bocah pemilik negeri, yang akan mengayuh perahu besar bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun