Kok lucu? Iya, memang lucu. Gara-gara bikini, eh, snack bikini ding... akhirnya heboh di mana-mana. Mulai dari berita, sampai dengan beberapa artikel di Kompasiana ini yang mengulas dari berbagai sudut pandang.
Ada yang pro karena merasa tidak mengandung unsur pornografi, tapi ada juga yang kontra karena gambar di kemasannya yang terang-terangan menampilkan gambar bikini, apalagi ditambahi kata-kata "Remas Aku".
Saya hanya ingin menanggapi beberapa tulisan yang sudah duluan membahas snack bikini ini, yang justru membuat saya geli dan menganggapnya menjadi lucu. Sengaja saya tidak menyebut nama penulisnya. Silahkan saja Anda cari dengan kata kunci "bikini" di Kompasiana ini, lalu baca saja satu per satu, hehe...
Baiklah. Saya tergelitik menanggapi salah satu tulisan yang kira-kira mengatakan, "Jika seandainya bikini itu mengandung unsur pornografi, mengapa mereka yang berenang di kolam renang atau di pantai, termasuk mereka yang bermain bola volley pantai tidak dilarang saja sekalian?"
Bagi saya pertanyaan ini termasuk lucu. Lucunya di mana coba? Lucunya, karena membandingkan pemakaian bikini di tempat-tempat yang pantas, dengan bikini yang sengaja ditaruh di kemasan snack yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan "bikini" yang sesungguhnya.
Membandingkan dua hal yang tidak pada tempatnya ternyata bisa menimbulkan kelucuan juga lho. Bahkan sampai ada yang mengusulkan supaya semua pantai ditutup saja gara-gara bikini. Apa gak lucu tuh?
Lalu, ada lagi yang kira-kira mengatakan seperti ini: "Si pembuat adalah orang yang kreatif karena bisa menarik perhatian". Halooo? Kreatif dari mananya? Dari Hongkong? Kalau memang mau kreatif, kenapa harus menyerempet ke hal yang sama sekali tidak terkait dengan "bihun kekinian" yang sesungguhnya?
Mengapa harus ada gambar "bikini" yang tidak ada kaitannya dengan bahan bihun dari makanan itu sendiri? Mengapa ada kata-kata "Remas Aku" di dekat gambar "bikini" itu?
Sekarang cobalah bertanya ke diri masing-masing. Kalau di kemasan itu ada gambar bikini, lalu ditambahi lagi dengan tulisan "Remas Aku", apa yang ada di benak orang yang melihatnya?
Gak usah pura-pura bodoh atau berlagak pilon, deh. Siapapun yang melihat kemasan itu, yang ada gambar "bikini" dan ditambahi kata-kata "Remas Aku", tanpa saya terangkan di sini pun, maka akan melihat itu sesuatu yang aneh. Apalagi itu bagi anak-anak yang pikirannya masih polos.
Bagi mereka yang sudah dewasa mungkin tidak mempermasalahkan. Apalagi yang positive-thinking, pasti akan menganggap: "Oooh, itu kan sengaja diplesetkan saja, supaya menarik perhatian".
Tapi cobalah Anda bayangkan buat anak-anak yang pikirannya masih polos melihat gambar dan kata-kata itu. Apa gak lucu juga itu?
Terus, ada lagi yang mengatakan, sebaiknya si pembuat snack itu cukup diperingati, tidak perlu disita snack-nya. Ini pun lucu sekali. Justru dengan disita itulah tujuannya kan sudah jelas. Supaya snack dengan kemasan yang menghebohkan itu tidak tersebar kemana-mana.
Jangan sampai anak-anak yang masih polos itu malah timbul kebingungan. Snack kok ada gambar bikininya. Snack disita, ya itulah konsekuensi yang harus dia terima.
Kalau si pembuat snack diperingati, ya sudah pastilah itu. Tidak perlu diusulkan juga, sudah pasti diperingati. Bahkan beberapa artikel di Kompasiana ini pun turut andil memperingatinya. Hei, hati-hati lho kamu kalau membuat produk itu, pikirkan dulu sebelum melempar ke pasaran!
Jadi, belum tentu hal yang menurut kita itu tidak mengandung unsur pornografi tapi karena ditaruh bukan pada tempatnya, justru itulah yang pada akhirnya ditafsirkan orang banyak menjadi sesuatu hal "pornografi".
Sesungguhnya, masih banyak ide kreatif yang bisa diungkapkan tanpa harus menyerempet ke hal-hal yang justru menimbulkan sesuatu yang kontroversial di masyarakat
Sebelum menutup tulisan ini, saya mencoba mengutip sebuah kalimat dari tulisan yang kira-kira menyebutkan: "jika ingin berbisnis, mengapa harus nyerempet ke hal-hal yang erotisme"?
Sering kali kita membela sesuatu itu habis-habisan hanya dari sisi yang kita pahami saja. Merasa buat kita tidak ada masalah.
Sayangnya, kita tidak mau berusaha melihat dari sisi orang lain yang dampaknya bisa saja lebih buruk dari yang belum pernah kita duga sama sekali.
Lagi-lagi, ini pasti tetap akan menimbulkan pro dan kontra. Itulah dia, Bikini yang Lucu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H