Tapi cobalah Anda bayangkan buat anak-anak yang pikirannya masih polos melihat gambar dan kata-kata itu. Apa gak lucu juga itu?
Terus, ada lagi yang mengatakan, sebaiknya si pembuat snack itu cukup diperingati, tidak perlu disita snack-nya. Ini pun lucu sekali. Justru dengan disita itulah tujuannya kan sudah jelas. Supaya snack dengan kemasan yang menghebohkan itu tidak tersebar kemana-mana.
Jangan sampai anak-anak yang masih polos itu malah timbul kebingungan. Snack kok ada gambar bikininya. Snack disita, ya itulah konsekuensi yang harus dia terima.
Kalau si pembuat snack diperingati, ya sudah pastilah itu. Tidak perlu diusulkan juga, sudah pasti diperingati. Bahkan beberapa artikel di Kompasiana ini pun turut andil memperingatinya. Hei, hati-hati lho kamu kalau membuat produk itu, pikirkan dulu sebelum melempar ke pasaran!
Jadi, belum tentu hal yang menurut kita itu tidak mengandung unsur pornografi tapi karena ditaruh bukan pada tempatnya, justru itulah yang pada akhirnya ditafsirkan orang banyak menjadi sesuatu hal "pornografi".
Sesungguhnya, masih banyak ide kreatif yang bisa diungkapkan tanpa harus menyerempet ke hal-hal yang justru menimbulkan sesuatu yang kontroversial di masyarakat
Sebelum menutup tulisan ini, saya mencoba mengutip sebuah kalimat dari tulisan yang kira-kira menyebutkan: "jika ingin berbisnis, mengapa harus nyerempet ke hal-hal yang erotisme"?
Sering kali kita membela sesuatu itu habis-habisan hanya dari sisi yang kita pahami saja. Merasa buat kita tidak ada masalah.
Sayangnya, kita tidak mau berusaha melihat dari sisi orang lain yang dampaknya bisa saja lebih buruk dari yang belum pernah kita duga sama sekali.
Lagi-lagi, ini pasti tetap akan menimbulkan pro dan kontra. Itulah dia, Bikini yang Lucu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H