Ideologi media merupakan faktor paling penting dalam menentukan arah dan isi dari pemberitaan sebuah media massa sekaligus sebagai proyeksi kepada khalayak tentang tujuan dan kepentingan siapakah media atau media massa tersebut bekerja.
Mengenai konsep kepentingan, setiap media massa tidak lepas dari kombinasi dua faktor yang berkonsekuensi langsung pada isi pesan dan agenda setting media yakni faktor internal dan ekternal. faktor internal berupa keputusan manajemen editor dan redaksi sedangkan eksternal meliputi konsumen pemasang iklan, pejabat pemerintah dan individu-kelompok di luar media yang mempunyai sumber daya ekonomi.
Dengan uraian teoritis di atas bila dikaitkan dengan realita saat ini dimana pemilik media juga bagian dari politik praktis maka dapat diasumsikan bahwa setiap isi berita tersebut sarat dengan kepentingan partai sang pemilik media maka konsekuensinya adalah media massa tersebut secara perlahan tapi pasti akan mereduksi nilai-nilai objektivitas dan profesional jurnalistik serta akan kehilangan independensi.
Nilai objektivitas sangat penting dalam penyusunan pemberitaan, fakta yang autentik dan netralitas harus di jaga, media massa memberitakan peristiwa apa adanya tanpa penilaian sepihak sehingga komunikan atau khalayak dapat menafsirkan serta memberi penilaian atas hasil karya jurnalistik.
 Begitu juga halnya profesional, sejatinya media massa harus memberitakan setiap sudut pandang dari sumber berita guna menghindari ambiguitas dan bias, hal ini penting karena profesionalitas secara langsung melekat pada kualitas media yang dimaksud.
Dan juga yang tak kalah penting adalah bagaimana media massa tersebut berdiri atas kemandirian atau independensi tanpa adanya kontrol khususnya dari luar. independensi media massa juga merupakan  proyeksi dari logika sebuah media massa dalam memberitakan kebenaran dan merupakan parameter dalam membedakan apakah media massa tersebut merupakan corong rakyat, korporasi atau sekedar flyer negara.
Sintesa singkat penulis, objektifitas, profesionalitas dan independensi media massa harus berpondasi pada kebebasan yang beretika agar terhindar dari kebablasan yang akhirnya merusak kualitas orientasi media dan khalayak. Kebebasan juga harus menggunakan hati nurani sebagai sumber kebenaran yang hakiki serta bertanggung jawab penuh (bukan menciptakan hoax) atas karya yang dihasilkan baik secara organisasi maupun sosial.
Albert Camus seorang filsuf sekaligus jurnalis peraih hadiah Nobel Sastra 1957 dari negeri fashion Prancis pernah berkata : Â "freedom is not a gift received from state or leader, but a possesion to be won every day by the effort of each and the union of all" Â Kebebasan bukanlah hadiah yang diterima dari negara atau pemimpin, tetapi milik yang harus dimenangkan setiap hari dengan upaya masing-masing dan persatuan semua.
 Permasalahan Perkawinan Politik dan Media di Masa Electoral
Peran media menjadi perpanjangan tangan politik merupakan hal yang biasa. Melalui media, setiap wacana dan gagasan serta kegiatan politik dapat tersampaikan ke mata publik sehingga ruang lingkup politik (partai dan aktor) akan mengisi public space dan menjadi pusat atensi jika dilakukan secara konsisten dan sustainable.
Horornya yang terjadi adalah ketika media massa menjelma menjadi aktor politik dimana dengan kekuatan sumber dayanya media massa dapat mengendalikan komoditas (isu) guna keuntungan pribadi-kelompok. Bila ada yang diuntungkan tentu ada yang dirugikan, dan pasti itu adalah kompetitor dari penunggang kuda yang bertopeng media.