Mohon tunggu...
Mas Indra Putra Alamsyah
Mas Indra Putra Alamsyah Mohon Tunggu... Penulis - +62

Tata Kelola Pemilu dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masa Depan Demokrasi di Tangan Pemilih Pemula

18 Juli 2021   23:55 Diperbarui: 19 Juli 2021   00:38 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara umum terdapat beberapa karakteristik pemilih pemula yakni: Pertama, belum memiliki pengalaman memilih; Kedua, memiliki rasa antusias yang tinggi; Ketiga, relatif rasional; Keempat, mudah bergejolak sehingga berpotensi mengalami gesekan atau konflik sosial; Kelima, memiliki rasa ingin tahu untuk mencoba hal-hal yang baru; Keenam; berlatar belakang semu dan mudah dipengaruhi; Ketujuh, mental yang labil dan cepat berubah pilihan. Untuk mencermati hal di atas, mari kita konversikan pada Pemilu 2019.

Pemilih yang telah matang sebelum menjatuhkan pilihan biasanya sudah mengantongi preferensi jelas yang dijadikan sebagai parameter untuk memilih misalnya pada nilai-nilai ideologis pertai atau kandidat. Pada pemilih pemula parameter tersebut biasanya tidak dipakai malah sebaliknya pemilih pemula cenderung bergantung pada preferensi non ideologis yang sering mengangkat tema-tema keseharian misalnya banjir, macet, layanan publik dan sejenisnya atau dalam bahasa penulis "percaya pada kenyataan seketika dan kurang dalam menggunakan analisis .

Gejolak dan rasa keingintahuan yang tinggi pada pemilih pemula juga cenderung mendorong mereka terlibat dalam mobilisasi politik atau dikenal dengan politic valunterisme, contohnya  adalah gerakan Relawan Jokowi Mania, Relawan Pemuda Prabowo-Sandi, Gerakan Muda Sukabumi Prabowo-Sandi dan lainnya. Sayangnya, tak jarang antar relawan tersebut terlibat gesekan atau konflik seperti yang sering kita saksikan  di berbagai platform media sosial (cebong versus kampret/kadrun).

Kemudian, karena tidak berlandaskan nilai-nilai ideologis, para pemilih pemula cenderung mudah untuk berbalik arah dukungan atau "tidak cocok sedikit merajuk atau dulu cinta sekarang benci". Hal inilah yang disebut dengan efek pemilih non ideologis seperti yang terjadi pada Aliansi Rakyat Merdeka yang dulunya tergabung dalam gerakan Pro-Jokowi (Projo) namun sekarang nehi aca aca. Biasanya pola cabut dukungan ini berlaku pada kandidat yang menang pada Pemilu sedangkan pola kutu loncat akan nampak pada waktu masa Pemilu berlangsung yaitu ketika memasuki masa-masa kandidasi dan kampanye, sejumlah fungsionaris atau elit akan ramai-ramai terjun ke dalam arus politik tertentu hal ini didorong bukan hanya karena faktor ideologis namun bisa saja karena faktor pragmatis.

Gerakan-gerakan pemuda dalam kaca mata politik merupakan suatu upaya politis untuk mendulang elektabilitas sebanyak-banyaknya khususnya dari segmen "daun hijau", semakin banyak gerakan atau perkumpulan yang dibentuk maka semakin besar pula potensi kemenangan. Dari sudut marketing politik, semakin banyak perkumpulan maka masyarakat semakin yakin akan kredibilitas calon atau kandidat bersangkutan yang selanjutnya diteruskan melalui pendekatan intelijen politik dalam menggalang dan membentuk pilihan politik masyarakat melalui agen-agen di lapangan.

Secara sikap dan pilihan politik, pemilih pemula sebenarnya memilih bukan berdasarkan pertimbangan personal namun lebih dominan dipenguruhi oleh preferensi yang di-inject-kan oleh pilihan sosialnya yakni teman sejawat alias kolegial. Sebuah riset oleh Suwana (Digital Media and Indonesian Young People: Building Sustainable Democratic Institutions and Practices, 2018) menunjukkan bahwa kaum millenial  sebagai digital generation dalam membangun eksistensi dan representasinya membentuk komunitas atau kolompok mereka sendiri.

Melalui kelompoknya tersebut terbentuklah pikiran dan sikap yang cenderung mengarah pada satu kesamaan pilihan termasuk dalam pilihan politik. Hal ini yang sering diekplorasi oleh elit politk (calon) guna menyatukan dukungan seperti kelompok band Slank yang pada Pemilu 2019 lalu terafirmasi masuk dalam barisan pendukung Jokowi dan beberapa musisi serta artis nasional lainnya.

Minat partisipasi pemilih pemula ditentukan oleh beberapa faktor. Teori Milbrath dalam Sastroatmodjo (1992) menyebutkan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi partisipasi pemilih Pemula yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung terdiri dari : stimulan politik; karakter sosial; sistem politik dan karakter regional. Sedangkan faktor penghambat terdiri dari : aktifitas sehari-hari; ketidakpercayaan diri dan pengaruh internal. Pada kajian ini penulis memfokuskan pada analisis stimulan politik.

Penulis menilai bahwa stimulan politik dapat memberi kontribusi dan dorongan yang besar dalam meningkatkan partisipasi pemilih pemula. Stimulan atau rangsangan politik pada pemilih pemula harus dikemas dan disesuaikan dengan karakter serta kondisi kekinian agar pesannya dapat sampai secara maksimal. Kegiatan penyampaian pesan politik tersebut biasanya disebut dengan sosialisasi dan pendidikan pemilih.

Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2017, Sosialisasi Pemilih didefinisikan sebagai suatu proses penyampaian informasi tentang tahapan dan program penyelenggaraan pemilihan, Sedangkan pendidikan pemilih didefinisikan sebagai suatu proses penyampaian informasi kepada Pemilih untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran tentang pemilihan. Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa proses sosialisasi dan pendidikan pemilih bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran para pemilih dalam konteks tulisan ini yakni pemilih pemula.

Suhartono (2009) menyebutkan bahwa "Pemilih pemula adalah pemilih yang mempunyai nilai kebudayaan yang santai, bebas, dan cenderung pada hal-hal yang informal dan mencari kesenangan. Oleh karena itu, semua hal yang kurang menyenangkan akan dihindari". Dari definisi di atas tentu terbayang bagaimana sulitnya dalam menerapkan sosialisasi dan pendidikan pada segmen ini, namun dibalik kesulitan pasti ada kemudahan (Q.S Asy-Syarh/94;5-5).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun