Akhir kata, Pemilu merupakan perwujudan dari demokrasi. Dengan Pemilu kedaulatan dan hak-hak asasi manusia dapat diakui dan tersalurkan, maka layaklah kita bersyukur kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa karena negara kita mempunyai sistem politik yang menghargai nilai-nilai kemanusian yang hakiki. Pemilu selalu diidentikan dengan partisipasi. Salah satu ciri Pemilu yang berkualitas adalah tingginya angka partisipasi.
Partisipasi masyarakat yang tinggi menandakan ada harapan besar yang dititipkan melalui para calon-calon pemimpin bangsa, ada keyakinan di dalam diri pemilih bahwa mimpi-mimpi mereka pasti akan terealisasi melalui orang-orang yang dipilihnya.
Maka untuk mewujudkan raihan tersebut tentu berakar dari sumbernya yaitu ketersediaan daftar pemilih atau dengan istilah penulis “Pemilu yang berkualitas berawal dari pemilih yang berkualitas”, berkualitas dalam hal ini termasuk daftar pemilih yang valid alias bereh (kata orang Aceh).
Paragraf di atas tentu bukan utopis belaka jika para pemangku kuasa dan kepentingan di negara ini berkolaborasi dan berperan aktif serta mengesampingkan ego sektoral dalam menuntaskan berbagai permasalahan daftar pemilih yang dari Pemilu ke Pemilu tetap menjadi masalah tak berkesudahan.
Permasalahan dalam tulisan ini merupakan secuil dari setumpuk permasalahan yang mendera pelaksanaan Pemilu kita. Masih banyak permasalahan serupa yang sedang mengantri menunggu untuk diselesaikan seperti akurasi, sinkronisasi, kordinasi, Daftar Pemilih Berkelanjutan (DPB) hingga penerapan Single Identity Number yang membutuhkan kajian dan analisis yang lebih luas dan mendalam. Semoga penulis dapat menuntaskannya di tulisan berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H