Istri bilang kalau si sulung barusan lihat "Sadako" di kamar ke dua, kamar yang biasa kugunakan untuk bekerja saat work from home.
Sudah terbit episode ke dua
Sindrom Wanita Hamil
Sebulan lamanya tinggal bareng mertua. Tak mau berlama-lama, saya ajak istri untuk tinggal di rumah kontrakan. Belajar mandiri ceritanya, sembari mendekat ke tempat kerja. Meski sebenarnya selama belasan tahun saya sudah biasa tinggal sendiri, alias jadi anak kos. Jadi sudah biasa melakukan banyak hal sendirian.
Perburuan kontrakan kami lakukan melalui internet. Setelah dapat informasi rumah yang sekiranya cocok, kami pun menyambangi untuk melihat kondisinya lebih dekat. Alhasil, sebuah rumah di kawasan Jakarta Timur menjadi tempat kami berdua bernaung.
Rumah itu terletak di sebuah gang, sekira 50 meter jaraknya dari jalan besar, Jl. Dewi Sartika Cawang. Ukurannya tak terlalu besar, hanya memanjang ke belakang.
Di depannya berdiri sebuah rumah dengan halaman yang cukup luas. Penghuninya asli Betawi, ramah dan supel pembawaannya. Sementara orang yang tinggal di kanan dan belakang kami adalah juga para "kontraktor".
Baca juga : Jakarta PSBB Total? Nggak Apa, Sudah Biasa
Tak berapa lama setelah tinggal di sana, istri muda mulai mengalami morning sickness tanda hamil muda. Paling repot saat tetangga di belakang rumah yang tukang bakso keliling itu mulai mempersiapkan dagangannya. Boro-boro bau racikan bakso, aroma nasi dari rice cooker saja bisa bikin istri mabuk. Hmmm, anggap saja romantika pasangan muda.
Kata orang, fenomena seperti itu hanya akan berlangsung hingga 3 atau 4 bulan lamanya. Tapi apa hendak dikata, istriku mengalaminya hingga 9 bulan lamanya. Oh, tidak.
Mas Lihat Yang Barusan Aku Lihat?
Malam itu seperti biasanya, kami menghabiskan waktu dengan menonton film di ruang tengah. Kebiasaan kami saat nonton film adalah mematikan lampu sehingga penerangan hanya berasal dari sorotan cahaya televisi tabung di depan kami.Â
Semuanya berjalan lancar hingga satu saat istriku menyeletuk,"Mas, barusan tangannya begini?".Â
Saat itu kami nonton sambil tiduran dan istri berada di sebelah kanan. Tangan yang ia maksudkannya adalah tangan kiri saya yang ia sangka bergerak ke atas setinggi 1 hasta dari lantai dan sedetik kemudian turun lagi.
Karena kondisi yang temaram, mungkin ia hanya ingin memastikan bahwa itu tangan saya. Dan saya pastikan bahwa saya sama sekali tak bergerak saat itu.Â
Kejadian itu kira-kira berlangsung di usia kehamilannya yang ke-4 bulan. Dan itu bukan satu-satunya hal aneh yang saya dengar dari istri.
Baca juga : Ulama Satu Ini Mengaku Heran dengan Sikap Syekh Ali Jaber
Kamar mandi kami terletak di sebelah belakang. Menempel dengan dinding kontrakan si abang tukang bakso. Untuk mencapai kamar mandi, kami harus melewati ruang tengah yang berhadapan dengan kamar ke dua, tempat salat dan dapur. Lumayan jauh, ada mungkin 10 meteran jaraknya.
Sudah biasa, jika istri sedang kebelet saat tengah malam, ia minta diantarkan ke kamar mandi. Saat ia menuntaskan hajatnya, saya menunggu di ruang tengah atau di tempat salat. Entah berapa puluh kali hal itu berulang selama 9 bulan lamanya dan saya tak merasakan hal yang aneh sekali pun.
Sampai suatu ketika, saya mendengar cerita istri bahwa satu malam saat kami melintas di depan kamar ke dua untuk menuju kamar mandi, ia melihat bayangan hitam setinggi plafon yang nampak seperti seseorang yang mengenakan jubah tengah menghadap ke luar kamar. Pintu kamar itu memang kami biarkan terbuka dan lampu pun dalam kondisi mati.
Entah mengapa, saya tak terlalu menanggapi serius hal-hal aneh yang diceritakan istri. Entah pula berapa banyaknya. Saya pikir menanggapinya serius akan menimbulkan rasa takut di hati kami. Tapi ternyata saya salah, ternyata istri nggak takut-takut amat saat kejadian itu. Paling tidak, ia tak histeris sebagaimana saat melihat seekor ulat yang berjalan santuy. Sebab ia sudah biasa mengalami hal semacam itu sedari gadis. Halah..
Namun ternyata kejadian aneh bukan hanya dialami istri. Hal itu terjadi tepatnya saat ibu dan adik datang dari kampung dan menginap selama beberapa hari. Andai adik saya nggak bercerita, saya pun tak tahun kejadian itu.
Satu malam saat tengah tidur di kamar ke dua, ibu tiba-tiba berkata, "Jangan ganggu ya, saya ibunya Indra".Â
Ibu mengatakan hal itu sebab sejurus sebelumnya kakinya seperti disenggol oleh seseorang. Padahal tak ada orang lain di kamar itu sebab adik saya tidur di ruang tengah dan saya menemani istri tidur di kamar depan.Â
Alhamdulillah Bisa Beli Rumah
Setahun lamanya kami tinggal di rumah kontrakan itu. Setelah mempertimbangkan ini dan itu, kami pun memutuskan untuk membeli sebuah rumah dengan tabungan yang ada. Dan rumah yang kemudian kami tempati ternyata tak jauh dari rumah mertua saya. Tak apalah lebih jauh dari tempat kerja, yang penting milik sendiri meskipun rumah bekas setahun pakai.
Baca juga : Godaan di Tempat Kerja? Sudah Sejak Zaman Ken Arok, Genks
Kami meninggalkan kontrakan yang penuh kenangan itu saat anak kami berusia 3 bulan. Usianya kini sudah hampir 7 tahun. Tak terasa kami sudah menempati rumah ini selama itu.Â
Dulu, depan rumah adalah areal kosong milik sebuah perusahan pengembang. Kini, hampir seluruhnya sudah didirikan bangunan dan hanya menyisakan satu atau dua kapling tanah kosong. Jadi sudah ramai suasananya.
Komplek itu jadi salah satu tempat bermain si bocil dan teman-temannya. Anak saya, meski seorang laki-laki, kerap bercerita tentang hal-hal yang dialaminya. Termasuk tentang apa yang dilihatnya sore itu. Ia bercerita ke ibunya yang kemudian sampai pula ke telinga saya.
Istri bilang kalau si sulung barusan lihat "Sadako" di kamar ke dua, kamar yang biasa kugunakan untuk bekerja saat work from home.
Ya Allah, ada lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H