Mendengar istilah khilafah, otomatis yang akan terbayang di benak kita adalah HTI. Meski ia bukan satu-satunya organ yang mempropagandakan khilafah, tapi HTI-lah yang paling masif dan mencolok pergerakannya di Indonesia. Dan hingga badan hukumnya dicabut pun, para aktivis HTI masih saja bebas bergerak.
Mudahnya HTI dalam pergerakan di masyarakat itu diantaranya terjadi karena beberapa faktor. Diantaranya :
1. Lekat dengan atribut keagamaan
Seperti biasa, apapun yang membawa label agama akan laku keras di negeri ini. Begitu juga dengan HTI.
Dengan menempatkan kalimat tauhid sebagai lambang, masyarakat awam akan dengan mudah menerimanya sebagai sebuah gerakan islamis sejati. Tanpa dalil babibu, cukup dengan liwa' dan rayah, dengan mudah bejibun simpati mendarat.
Dan konsekuensinya jelas, siapa yang berseberangan dengannya sudah barang tentu dinisbatkan sebagai musuh, tepatnya musuh Islam.
Konyolnya, orang-orang yang kerap menelurkan tuduhan "musuh Islam" itu bukanlah orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang isu yang dibicarakan. Lha wong tahunya cuma dari internet.
2. Keterbatasan Pengetahuan tentang Khilafah
Khilafah bagi HTI adalah wajib, namun tidak bagi muslim lain. Khilafah adalah sebuah diskursus yang bisa didiskusikan secara ilmiah dengan mengambil dalil-dalil agama.
Namun karena ruang-ruang publik tak terisi oleh diskusi-diskusi semacam itu, maka masyarakat hanya tertuju pada propaganda-propaganda HTI.
Di sini, HTI tak berjalan sendirian. Pihak-pihak lain, yang ironisnya tak sejalan dengan HTI dalam memandang khilafah pun, ikut mendukungnya. Seperti pada kasus bendera HTI dan bendera tauhid. FPI, yang secara terbuka menyatakan berbeda dengan HTI dalam paradigma khilafah, juga ikut-ikutan membela bendera HTI .
Perlu dipertanyakan kepada mereka, mana mungkin ada umat Islam yang menolak kalimat tauhid?, jika yang dituduhkan kepada para penolak HTI adalah bahwa yang mereka musuhi sesungguhnya bukanlah HTI melainkan Islam.
Tuduhan yang tak masuk di akal.
3. Tindakan Berlebihan Penentangnya