Generasi Muda NU sewot. Bukan karena Gus Nur atau Maaher Thuwailibi melainkan pada Pemda Jawa Barat yang mencantumkan nama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam edaran yang berisi ajakan penanggulangan Covid-19 di wilayah Jawa Barat.Â
Hizbut Tahrir Boleh Diberangus, Tapi..
Legalitas Hizbut Tahrir (HT) di Indonesia sudah dicabut oleh pemerintah. Setelah beberapa tahun menikmatinya, tepatnya setelah diberikan status badan hukum oleh pemerintahan SBY, HTI akhirnya harus dilikuidasi di zaman Jokowi.
Usaha final berupa kasasi di Mahkamah Agung pun tak membuahkan hasil positif. Hal itu membuat usaha para penerus cita-cita Syekh Taqiyuddin al-Nabhani itu secara hukum tak terpayungi lagi.
Kalah di jalur hukum tak lantas membuat mereka kehilangan simpati. Bagi kalangan yang berseberangan dengan pemerintah, HTI adalah kawan. Tak peduli betapa lebar beda paradigma di antara mereka.Â
Stempel ormas sejatinya tak cocok disematkan ke HTI. Sebab mereka sejatinya bergerak di ranah politik. Berbeda dengan semua ormas yang hidup dan beroperasi di Indonesia. Tujuan HTI dan HT di seluruh dunia adalah pendirian khilafah. Meski dalam ranah ilmiah, paradigma khilafah ala HT akan menemui perselisihan dengan pemikiran pada cendikia muslim mayoritas.Â
Tapi benarkan aktivitas HTI benar-benar teredam setelah payung hukum mereka dicabut?
Ternyata tidak.
Aktivis HTI masih saja bebas bergerak. Hal itulah yang pernah disinggung oleh Menkopolhukam Mahfud MD. Mahfud dalam sebuah sesi di Indonesia Lawyer's Club (ILC) mengatakan bahwa pemerintah masih cukup manusiawi karena hanya membredel status badan hukum HTI.Â
Pemberangusan itu tak lantas membuat para aktivis HTI menjadi pesakitan karena dianggap melanggar unsur pidana. Hal itu tentu lebih manusiawi daripada perlakuan pemerintah Orde Baru kepada anak turun PKI yang tak terlibat dalam gestapu.
Namun hal itu bukan tanpa efek samping. HTI menjadi terkamuflase meski sebenarnya kentara. 'Tanpa jasad' justru membuat mereka bisa bergerak ke mana saja dan dengan nama apa saja.
HTI di Lembaran Resmi Pemerintah, Bukan Kali Ini Saja
Dicantumkannya HTI dalam surat resmi pemerintah bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, Pemprov DKI pun pernah mencantumkan salah satu unsur HTI, Muslimah HTI.Â
Pada Juni tahun lalu, Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) Provinsi DKI Jakarta dalam sebuah undangan yang ditujukan ke beberapa unsur kedapatan mencantumkan nama Muslimah HTI sebagai salah satu unsur HTI.Â
Mengakui terjadinya kesalahan, Kepala DPPAPP Provinsi DKI Jakarta Tuty Kusumawati mengatakam tidak memeriksa secara detil isi undangan karena pengecekan telah dilakukan oleh pejabat di bawahnya.*
Meski telah dianulir, pencantuman nama ormas terlarang dalam surat resmi yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah tetap saja menimbulkan pertanyaan.
Besarnya porsi pemberitaan HTI dalam satu atau dua tahun belakangan ini, apa benar tak mendapatkan perhatian cukup dari unsur administrasi di pemerintahan? Masa sih, isu sebesar itu bisa lolos dari scanning para pejabat berwenang?Â
Apalagi yang menjadi isu utama perlawanan terhadap HTI adalah pandangannya terhadap 'legalitas' negara bangsa seperti Indonesia. Bagi HTI, NKRI bukanlah sosok negara yang mendapatkan legitimasi dari sudut pandang syariat.
Nampaknya, hal seperti itu tak bisa dipandang sambil lalu. Apalagi menurut riset yang dilakukan oleh Setara Institute pada tahun lalu, terungkap adanya gerakan masif di sejumlah perguruan tinggi yang melibatkan para aktivis Islam 'eksklusif', salah satunya syabab HTI.*
Kondisi demikian bukan tak mungkin akan menghasilkan kader-kader yang secara simultan tereproduksi dan membawa paradigmanya hingga ke luar kampus.
Dan ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi semua pihak. Bukan hanya pemerintah namun juga ormas Islam yang secara definitif sudah mengakui legalitas Indonesia dari perspektif agama. Terutama saat perlawanan terhadap unsur itu disebut sebagai pemberangusan yang dilakukan rejim terhadap Islam yang notabene adalah agama mayoritas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H