Tapi ternyata tidak. Justru saat ini, artikel beraroma Humaniora mendominasi hasil produksi saya. Dan Balap masih menjadi tema yang everlasting bagi saya, meski akhir tahun hingga awal tahun selalu diwarnai dengan jeda dan hingga kini pun masih terantuk oleh pandemi Covid-19.
Tak jarang, saya kesulitan untuk mengguratkan ide yang bermunculan di kepala ke dalam lembar kosong yang tersedia. Hal itu bisa disebabkan bahwa saat ide itu muncul dengan rentetan kalimatnya, saya sedang tak siap menulis sebab tengah melakukan aktivitas lain. Alhasil, menguaplah dia.Â
Ide tulisan pun kadang muncul di tempat yang nggak kira-kira, kamar mandi. Akibatnya tak semuanya tertuang di sini.Â
Dan tanpa disadari, kegiatan di Kompasiana telah menggeser praktek-praktek permediasosialan saya selama ini. Bisa dibilang, saat ini ya Kompasianalah media sosial saya.Â
Pengakuan ini bukan bermaksud mengambil hati para abang-abang dan mbak-mbak pengurus Kompasian lho ya, beneran. Tapi kalau tulisan saya ini nggak diganjar predikat 'Pilihan' ya kebangetan.
Artikel Diambil Untuk Konten Youtube
Beberapa hari lalu saat sedang berkelana di dunia Youtube, tiba-tiba saya dikejutkan oleh sebuah tayangan yang memiliki titel persis gosis dengan tulisan saya di Kompasiana. Titelnya 'Evolusi Suzuki MotoGP di Era Mesin 4 Tak'. Konten itu sudah disaksikan oleh 59 ribu orang di Youtube.
Setidaknya ada 2 artikel lain yang bernasib serupa. Yakni artikel Balap berjudul Hengkang dari MotoGP, Digdaya di World Superbike yang berganti judul menjadi Para Pembalap yang Hengkang dari MotoGP, dan Meraih Juara di World Superbike (32 ribu tayangan) dan sebuah Artikel Utama bertitel The Magnificent Schwantz yang diberi titel Kevin Schwantz, Pembalap Legenda Suzuki Asal Amerika (20 ribu tayangan) di Youtube.
Jika ditotal, ke tiga video itu sudah dipantau oleh kurang lebih 111.000.000 pemirsa! Padahal ke tiga artikel saya yang dicomot itu dibaca tak lebih dari 1.000 orang. Pilu ya..😥
Tapi, berkat kegigihan adik saya yang notabene adalah seorang akademisi dan telah menelurkan beberapa judul buku, si pemilik channel akhirnya menghubungi saya untuk meminta maaf. Merasa bersalah, dia bersedia menghapus ketiga konten tersebut. Namun saya sarankan saja untuk menulis sumbernya daripada menghapusnya. Dan dia pun bersedia.