"Setiap proses yang berjalan normal, pasti ada andil dari seseorang di belakangnya"Â
Pernyataan itu diucapkan Cipluk kepada rekan kerjanya, Srintil, saat mereka makan siang bareng di kantin belakang kantor. Gadis berambut lurus sebahu itu melanjutkan perkataannya dengan memberikan sebuah contoh.
"Coba mas-mas tukang sampah di kost kita itu libur seminggu, berapa kantong kresek yang cementhel di pager depan coba? Ra umum akehe mesti (-Nggak ketulungan banyaknya)," tukasnya diikuti sedotan bibirnya pada segelas ss teh manis di hadapannya.
Srintil cuma manggut-manggut tanda mengerti, meski sebelumnya pun dia juga sudah tahu perihal itu.
Pembicaraan mereka bukan tanpa sebab. Beberapa waktu lalu mereka mendapatkan penilaian yang dirasa kurang mewakili kinerja di kantor. Simpelnya, sudah maksimal menjalankan tugas, tapi dikasih nilai BC doang.
Tentu hal itu tak melegakan Cipluk dan Srintil. Mereka tentu mengharapkan hasil penilaian yang bagus terhadap kinerjanya. Bagi mereka, tugas keseharian yang dijalankan sudah cukup membuat aliran pekerjaan berjalan lancar-lancar saja.Â
Lagipula, hubungan mereka dengan rekan-rekan satu departemennya aman terkendali. Bahkan bisa dibilang mewujudkan sebuah harmoni yang solid-lid, meski kadang dihiasi oleh ungkapan si Cipluk "Byuh, byuh..kerjaan kok kaya lampu ijo, nggak pake brenti..". Tapi toh semua terselesaikan dengan sentosa.
Saat Atasan Bilang,"Kerja Lebih Baik Lagi"
Srintil yang sedari tadi mendengarkan ceramah seniornya akhirnya nyeplos, "Tapi apa bener, bos kita tu nggak ngliat kalau kita sudah mberesi semua kerjaan yang dikasih to, Yu (-mbak yu)?