Cipluk menyelesaikan kunyahannya, baru kemudian menjawab.
"Menurutku ada beberapa kemungkinan dia bilang gitu. Pertama, aslinya dia tahu kerjamu bagus tapi nggak ngomong, karena pengen kamu kerja lebih baik lagi. Barangkali dengan begitu dia akan punya alasan buat promosiin kamu ke level yang lebih tinggi. Yang ke dua..kerjaanmu memang kurang memuaskan menurutnya, atau dia denger dari orang lain bahwa kerjaanmu ada yang kurang. Itu bisa jadi pertimbangan bosmu. Atau alesan lainnya, atau malah bisa jadi dia memang nggak tahu persis tentang performance-mu, akhirnya yang dia katakan yang normatif-normatif saja. Lebih giat lah, lebih disiplin lah, lebih anu, anu."
Jawaban Cipluk tak menyurutkan Srintil untuk kembali bertanya,"Kalau like and dislike gimana Yu? Kira-kira ada nggak ya yang kaya gitu?"
Cipluk pun menjawab singkat,"Mungkin saja."
Lalu dia bercerita panjang lebar sampai sekian menit ke depan, yang intinya mengungkap sisi subyektivitas penilaian seorang atasan terhadap bawahan.Â
Menurutnya, subyektivitas itu menyatu di tiap pribadi, meski berbeda impact-nya. Ada yang mampu menanganinya dengan baik karena kadar profesionalisme yang lebih tinggi, namun ada pula yang sebaliknya.Â
Jika yang digunakan sebagai ukuran dalam menilai karyawan adalah subyektivitas atasan, maka hal yang perlu dilakukan adalah menjilatnya. Silakan pilih metode menjilat yang bagaimana yang akan dilakukan. Baik menjilat dengan cara membuktian bahwa kita adalah orang yang tepat berada di posisi ini atau dengan cara menjilat dalam arti yang 'selazimnya'.Â
Model yang seperti ini biasanya terjadi di perusahaan keluarga. Yang atasan kita bisa jadi adalah pemilik perusahaan, anaknya atau anggota keluarganya yang lain.
Namun untuk perusahaan yang sudah mapan dan mengedepankan profesionalisme, subyektivitas --meski masih ada-- akan tersisih dengan standar profesionalisme.
Saat menilai bawahannya, seorang atasan harus melakukannya berdasarkan data sebagai penguatnya. Tanpa data, penilaian baik yang positif maupun negatif, wajar saja jika menimbulkan pertanyaan. Seperti yang jadi bahan obrolan Cipluk dan Srintil di atas.Â
Bagi seorang karyawan yang merasa penilaian atasannya kurang tepat, ada setidaknya dua pilihan baginya. Menerima atau mengoreksi.Â