Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pesan dari Perdebatan Ustadz Zaitun Rasmin dan Ali Mochtar Ngabalin

22 Februari 2020   00:15 Diperbarui: 22 Februari 2020   22:31 3957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Debat Zaitun Rasmin dengan Ali Mochtar Ngabalin di ILC (17/02) | tangkapan layar Tvone

Jadi, dalam kasus ini, tabayun bukannya tidak perlu. Bahkan harus.

Dangkal Pengetahuan, Banyak Bicara
Rasanya tak berlebihan jika menyebut Ustadz Zaitun Rasmin dan Ali Mochtar Ngabalin sebagai ahli. Karena di kacamata saya, mereka memiliki pengetahuan lebih di bidangnya masing-masing. 

Mengenai perkataan Zaitun tentang 'orang sok tahu', hari ini memang banyak kita jumpai.. dalam hal apa pun. Banyak orang berkata ini dan itu berdasarkan fakta yang setengah-setengah dan ilmu yang cetek. 

Di sekeliling kita pun banyak orang yang dianggap sebagai seorang ahli agama karena mampu menarik simpati audiens saat menyampaikan materi ceramah. Dia disukai, dipuja dan dibela. Lalu dipanggillah mereka dengan sebutan ustadz, dai, gus dan yang sejenisnya. Terlepas dari latar belakang pendidikannya, itu masalah ke sekian.

Jangankan berdalil, cara berbusana seseorang saja kerap kita jadikan sebagai ukuran dalam menakar tingkat kealiman seseorang. Yang pakai jubah dan surban mesti lebih berpengetahuan daripada mereka yang sarungan, misalnya.

Begitu juga tentang tabayun yang disampaikan Ngabalin. Seiring dengan kemudahan mendapatkan informasi, praduga dan fitnah mengalir tak terkendali. Semua akibat alpanya seseorang dalam menggali kebenaran akan sebuah berita. 

Kita lupa jika sebusur fitnah terlepas ke dunia maya maka dia akan dengan mudah tergandakan dan menyerang si tertuduh secara bertubi-tubi. Dan jika pun satu saat nanti si pengirim fitnah sadar akan kekeliruannya dan mengklarifikasi maka itu tak menjamin fitnahnya akan terhenti. Karena bisa jadi apanyang disampaikannya dulu sudah menyebar tak terkendali dan klarifikasi tak menyentuh semua lini.

Maka tepatlah apa yang tersurat dalam kitab suci bahwa sebuah fitnah lebihlah kejam dari pembunuhan. 

Pesan lainnya adalah sikap dalam sebuah perdebatan. Bagi tayangan seperti ILC, perdebatan antara nara sumber mungkin adalah satu hal yang ditunggu-tunggu pemirsa. Dan mereka mendapatkannya di episod kali ini. Zaitun Rasmin jelas terlihat lebih santai dalam menghadapi kondisi itu. Berbeda dengan Ali Mochtar Ngabalin yang menggebu-gebu sampai memotong pembicaraan lawannya. 

Menghormati lawan bicara adalah bagian dari adab berkomunikasi. Menyelanya, apalagi tanpa izin atau meminta maaf terlebih dahuku akan menjadi nilai negatif bagi si pelaku. Memang berat menahan diri dan mendengarkan seseorang berbicara panjang lebar tentang sesuatu yang kita anggap salah. Lebih lagi jika hal itu mengenai diri kita. Namun kesabaran adalah sebuah hal positif yang akan disematkan jika kita bisa menanganinya.

Artikel menarik lainnya :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun