Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Coronavirus, Bukti Cina Langgar Konvensi Senjata Biologi?

27 Januari 2020   11:03 Diperbarui: 28 Januari 2020   10:56 2224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di media-media pemberitaan, kota Wuhan digambarkan sebagai kota mati selepas pemerintah Cina mengumumkan isolasi pada 23 Januari lalu. Akses masuk dan keluar ibu kota Provinsi Hubei itu pun ditutup untuk mencegah penyebaran virus itu.

Siklus Satu Abad

Dalam 400 tahun terakhir, tercatat beberapa wabah yang menjangkit dan menewaskan ratusan ribu hingga jutaan jiwa di wilayah tertentu. 

Tahun 1720, wabah plague (berhubungan dengan penyakit pes) menyerang Marseilles, Perancis dan merenggut 100 ribu jiwa. Pada abad ke-14, wabah serupa hampir membuat punah Eropa karena membunuh hampir dua per tiga populasi di benua itu.

Lalu pada kurun 1817 hingga 1824, wabah kolera menyerang beberapa negara di Asia. Bermula dari India, kolera menyebar hingga Thailand, Filipina, Indonesia, Jepang dan Cina. 

Di abad moderen, antara 1918 hingga 1920, di Spanyol muncul wabah influenza mematikan yang dikenal sebagai wabah flu Spanyol (Spanish Flu). Tercatat sebanyak 50 - 100 juta orang meninggal dunia sehingga flu Spanyol dinobatkan sebagai salah satu epidemik paling mematikan sepanjang sejarah.

Dan kini, bermula dari kota Wuhan Cina, sebuah wabah yang dipicu oleh virus jenis baru berjuluk 2019-nCov menginfeksi ribuan jiwa di seluruh dunia dan telah menewaskan puluhan orang. Infeksi virus yang masih sekeluarga dengan virus MERS dan SARS  itu dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti bronkitis, ensefalitis, gastroenteritis, dan hepatitis. 

Isolasi, Mematikan dan Mengacaukan Kota

Di berbagai media pemberitaan, kota Wuhan digambarkan sebagai kota mati lantaran isolasi yang dilakukan pemerintah Cina semenjak 23 Januari lalu. Akses masuk dan keluar ibu kota Provinsi Hubei itu pun ditutup untuk mencegah penyebaran virus itu. 

Bagi penduduk yang tak mengungsi, mengurangi aktivitas di luar ruangan menjadi sebuah keharusan. Rumah sakit penuh dengan antrian warga yang hendak memeriksakan diri. Pada saat yang sama, pusat perbelanjaan di beberapa wilayah terlihat kacau karena orang-orang berebut bahan kebutuhan pokok untuk persediaan selama isolasi dilakukan.

Per hari ini, setidaknya terdapat 13 negara yang melaporkan adanya wabah Coronavirus di wilayahnya. 

Cina menjadi negara dengan jumlah kasus terbesar. Otoritas kesehatan Cina melaporkan bahwa hingga 25 Januari, 52 orang tewas yang 3 diantaranya adalah para dokter asal Beijing yang terjangkit virus itu selepas pulang dari Wuhan. Sementara 1.975 orang lainya positif terpapar virus yang menyerang paru-paru itu. 

Dari negeri tirai bambu, penyebaran virus menyeberang ke negara-negara Asia lain seperti Jepang, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, Taiwan dan Korea Selatan. 

Pada 20 Januari, coronavirus dilaporkan telah menjangkiti seorang pria yang mendarat di Washington selepas kunjungannya ke Wuhan. Nepal dan Perancis mengkonfirmasi kasus pertamanya pada 24 Januari lalu. Dan Australia menyusul pada 25 Januari setelah seorang pria dinyatakan positif terjangkit*.

Kebocoran Fasilitas Senjata Biologi Cina?

Bagi sebagian kalangan, musibah kerap diidentikkan dengan murka Tuhan. Tak terkecuali yang satu ini. Mengaitkan perlakuan pemerintah Cina kepada etnis Uighur di Provinsi Xinjiang, mereka yakin bahwa musibah itu masuk dalam katagori azab. 

Di Xinjiang sendiri telah ditemukan warga yang terjangkit virus ini merujuk pada pemberitaan Business Insider. Disebutkan bahwa 2 orang telah teridentifikasi positif terjangkit virus corona. 

Seorang mantan perwira intelejen Israel, Dany Shoham menengarai adanya hubungan virus corona dengan aktivitas biokimia yang ada di Wuhan. Berbicara pada Washington Times, mantan perwira berpangkat letnan kolonel itu menyatakan bahwa laboratorium di terlibat dalam penelitian dan pengembangan senjata biologis rahasia Cina. 

Pada pekan lalu, Radio Free Asia menyiarkan ulang sebuah laporan televisi lokal Wuhan dari tahun 2015 yang menunjukkan keberadaan laboratorium penelitian virus paling maju di Cina yang dikenal dengan Institut Virologi Wuhan. Berawal dari kebocoran di fasilitas itulah virus corona menebar teror.

Pada 2019, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat merilis laporan tentang indikasi adanya praktek pengembangan senjata biologis oleh pemerintah Cina dan mengkhawatirkan kepatuhan pemerintahan Xi Jinping terhadap Biological Weapons Convention (BWC) di mana Cina bergabung pada 1985. Bisa ditebak, Cina menyangkal tudingan tersebut.

Sebelumnya kepada media, direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Cina, Gao Fu mengindikasikan bahwa 2019-nCov berasal dari hewan liar yang dijual di pasar makanan laut di Wuhan.

Baca juga artikel lain :

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun