Nikita Mirzani nyeletuk tentang banjir. Melalui akun instagramnya, dia melayangkan keluhan kepada Gubernur DKI mengenai musibah yang dialami sopirnya. Dalam instastory-nya, ia melempar pertanyaan kepada Anies Baswedan mengenai nasib sang supir yang semalaman nggak tidur karena kontrakannya terendam banjir.Â
Banjir Awal Tahun, dari Mana Sumbernya?
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memberikan analisanya mengenai salah satu faktor penyebab banjir di Jakarta. Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi BNPB Agus Wibowo, intensitas hujan di awal tahun 2020 ini memang mencatatkan angka yang ekstrim dan merata. Hasil pengukuran di 3 stasiun pengamatan yakni TNI AU Halim (377 mm), Taman Mini (335 mm) dan Jatiasih (259 mm), semuanya berada di atas curah hujan yang mengakibatkan banjir besar di Jakarta (*)
Hanya intensitas hujan pada 2007 saja yang menunjukkan nilai yang bisa dibilang sebanding dengan pengukuran di 3 stasiun tersebut, yakni 340 mm. Hasil pengukuran di tahun-tahun lain cenderung lebih rendah dari itu. Banjir tahun 2007 merendam kurang lebih 60% wilayah DKI dan 80 korban meninggal dan 320.000 orang mengungsi serta menyebabkan kerugian material senilai Rp 4,3 trilyun.
Sementara itu Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Juaini Yusuf memberikan komentarnya dari sisi penanganan limpasan air. Menurutnya, kurangnya jumlah mulut saluran yang melimpaskan air dari permukaan ke saluran-saluran membuat air mengantri dan akhirnya mengakibatkan genangan.Â
Senada dengan komentar BNPB, Ahli Hidrologi dan Dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada ( UGM) M. Pramono Hadi, mengungkapkan bahwa penyebab utama banjir Jakarta adalah hujan yang merata dan intensitasnya yang tinggi.Â
"Itu penyebab utama karena hujan merata, dan jumlahnya banyak, dan kondisi 'surface storage' sudah jenuh dengan air,"demikian dikutip Kompas. Surface storage atau simpanan permukaan merupakan kuantitas air hujan yang dapat terserap oleh permukaan tanah dan tertampung oleh vegetasi di atasnya. Jika surface storage sudah mencapai titik jenuh, maka volume air hujan akan melimpas dan menjadi air permukaan.
Penanganan Banjir : Beda Basuki, Beda Anies
Saat data di lapangan menunjukkan persamaan analisa, perbedaan konsep penangan terjadi antara Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki  Hadimulyono dan Gubernur DKI, Anies Baswedan. Menurut pengamatan pak Menteri, normalisasi sungai memiliki andil yang utama dalam pencegahan banjir.Â
Dikatakannya, kondisi aman ditemui di sepanjang 16 km dari 33 km sungai yang sudah dilaksanakan normalisasi. Sedangkan pada 17 km sisanya, masih ditemukan luapan karena adanya penyempitan dan permukiman warga.Â
Sementara itu, Anies Baswedan memberikan argumentasi bahwa penanganan di daerah selatan Jakarta akan lebih memberikan efek daripada sekedar melakukan normalisasi. Ia pun memberikan contoh normalisasi yang dilakukan di sepanjang Kali Ciliwung di wilayah Kampung Melayu yang masih saja terjadi luapan saat debit air tinggi (*).
Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, publik tentu menantikan efek dari setiap konsep perbaikan kota yang tentunya melibatkan banyak faktor dan unsur. Dan Jakarta tetap harus diberikan prioritas meski implementasi dari pemindahan ibu kota sudah mulai dilaksanakan.Â
Bagaimanapun juga, komitmen dalam mewujudkan janji kampanye baik oleh Anies Baswedan sebagai pemangku jabatan saat ini maupun pendahulunya (Jokowi-red) tak layak untuk dikesampingkan.Â
Banjir dan macet adalah masalah utama di ibu kota. Jangan sampai penanganannya justru didegradasi oleh program lain yang tak memberi efek langsung dan signifikan bagi kehidupan sekian banyak warga ibu kota. Penataan trotoar menjadi satu program yang ternyata punya andil dalam terjadinya genangan di beberapa ruas jalan di ibu kota.Â
![Korban banjir mengungsi ke shelter Transjakarta Jembatan Baru, Cengkareng, Jakarta Barat | Foto: Joglosemar](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/01/02/warga-korban-banjir-mengungsi-di-halte-baswe-5e0dbce5097f361d2b0c6842.jpg?t=o&v=770)
Semoga saja, pemindahan ibukota yang diinisiasi oleh pemerintah pusat tidak mencerminkan ketidakmampuan dalam memperbaiki kondisi Jakarta dengan segala problematikanya.
Kerugian Akibat Banjir
Berdasarkan perhitungan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), banjir di 2007 yang mengakibatkan kerugian yang sifatnya direct impact hingga Rp 5,2 trilyun. Perhitungan itu di luar kerugian yang dideruta sektor usaha dan asuransi yang diperkirakan sejumlah Rp 3,6 trilyun untuk banjir selama 7-10 hari (*).Â
Mengenai potensi cuaca ekstrim di awal 2020, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyatakan bahwa aliran udara basah dari Timur Afrika diperkirakan menuju wilayah Indonesia dan dapat mengakibatkan potensi hujan ekstrem pada tanggal 10-15 Januari. Selanjutnya, pergerakan aliran udara basah juga masih akan berlanjut pada Januari akhir hingga pertengahan Februari 2020.
Melihat masih panjangnya rentang waktu yang tersisa, agaknya perlu dipertimbangkan secara serius penanganan potensi banjir yang akan menerjang ibukota dan wilayah di sekitarnya. Karena banjir bukan hanya mengakibatkan kerugian material namun juga berpotensi menggangu kesehatan psikologis para korbannya.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI