Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Jomblo Itu Pilihan, Bertindak untuk Tak Jomblo Itu Kewajiban

27 Desember 2019   00:16 Diperbarui: 27 Desember 2019   10:21 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namanya Jessica binti Sabeni, panggilannya Pipit. Umurnya 23 tahun dan baru lulus dari sebuah perguruan tinggi di Bandung. Sudah 2 pekan dia duduk di kubikal sebelah. Namun kami belum sempat bertanya jawab, hanya 'say hi' saat bertemu di selasar atau loby lift. Tentu kamu heran kenapa aku bisa tahu sekelumit hal tentang dirinya. Itu tak mustahil, wong atasan langsungnya itu teman makan siangku. 

Jomblo, Suka Takut Salah Ngomong

Ada 2 hal yang ditakutkan seorang yang belum mendapatkan pasangan atau calon pasangan hidup --selanjutnya kita sebut sebagai jomblo-- saat mendapatkan lawan bicara seorang wanita yang ingin dia seriusin. 

Pertama, takut salah omong, ke dua nggak nemu materi pembicaraan. Mungkin bagi individu lain, ada hal ke-3, ke-4 dan seterusnya, tergantung pada kemampuannya dalam beradaptasi dengan lingkungan. Namun bagiku, 2 alasan tadilah yang utama. 

Pertama kali datang, sosok perempuan berkerudung itu begitu menarik perhatian. Di usiaku yang hendak menginjak dasawarsa ke-3 ini, tak ada pikiran lain saat melihat seorang wanita cantik selain memperkenalkannya kepada ibu bapakku sebagai seorang gadis yang akan mereka lamarkan untukku. Sungguh pikiran yang cukup keterlaluan bagi seorang dengan 2 masalah serius yang kusebutkan di atas.

Tapi apa daya, life must go on dengan segala keterbatasan dan ketidakberdayaanku. 

Mendapat dukungan dari teman tak lantas membuatku menyusun skema proses akuisisi hati Pipit. Berbagai pertanyaan dalam hatiku menyeruak. Seperti, bagaimana nanti kalau dia ternyata sudah punya calon? Karena rasanya mustahil seorang gadis dengan penampilan seperti dia kok masih jomblo. Atau kalau akhirnya berani nembak tapi ditolak, apa nggak tengsin dan jadi rikuh secara kami cuma berdampingan kubikal. 

Ah, nggak jalan-jalan.

Jomblo, Yang Action-nya Kalau Kepepet

Selayaknya para jomblo lain, pertanyaan creepy yang selalu memainkan emosi adalah 'kapan nikah?' dan variannya. 

Bagi si penanya, kalimat interogatif semacam itu bisa saja tak memuat unsur lain selain murni sebagai sebuah pertanyaan. Namun bagi seorang jomblo sejati, kalimat itu bisa saja mengakibatkan aktivitas seismig yang signifikan dan merangsang terjadinya sebuah gelombang besar emosi kejiwaan. Mau marah nggak enak, wong yang nanya pakdhe atau budhe. Nggak diluapin kok rasanya juga nggak enak.

Entah sudah berapa lebaran yang telah kulewatkan dengan berkata 'doakan saja segera dapet'. Namun yang pasti, lebaran tahun ini bisa kulalui dengan jawaban santuy, 'Insyaallah tahun ini pakdhe.'

Kasus Pipit sudah inkracht. Aku batalkan program pendekatan karena satu hal. Lalu kenapa aku bisa percaya diri dengan jawaban di atas?

Hal itu karena ada subyek lain yang akhirnya menyulut keberanianku untuk bertindak. Dikenalkan oleh seorang teman, akhirnya aku menjalani sebuah misi pengenalan terhadap seorang wanita. Aku heran, kenapa prosesnya begitu mudah sedari awal. Tuhan mempermudah jalanku dengan meniadakan persaingan.

Namun kemudahan itu tak serta merta mengikis pikiranku yang kelewat panjang dalam mengambil keputusan. Dan akhirnya, wanita itu pun bertindak. Dia mengatakan bahwa aku harus segera mengambil keputusan. Tanpa harus mendengarkannya menyanyikan 'Gantung'-nya Melly Goeslow, aku sudah cukup mengerti apa yang dimaksudkannya. Wal hasil, kukontak orang tuaku dan segera menentukan tanggal sowan ke keluarga si dia.

Jomblo, Yang Mikirnya Kadang Nggak Realistis

Ada hal-hal yang tak realistis yang melapisi cara berpikirku kala itu sehingga terkesan terlalu lama mencari. Bahwa aku tak menerima sepenuhnya hukum alam. 

Hukum alam berkata bahwa secantik-cantik wanita, suatu saat akan terlihat biasa saja juga. Entah pada pengamatan yang ke seribu atau sekian ribu.

Cantik itu relatif, meski tetap ada nilai dasar yang disepakati oleh semua pihak untuk dapat seragam dalam mengatakan cantik atau tidak. Cantik pun tak abadi yang bisa pudar karena menua misalnya atau dalam arti terkesan biasa saja karena sudah sering bersama. 

Dan kita tak mungkin mencegah orang lain untuk tampil indah di luar sana. Wong kadang wanita yang bekerja itu berdandan wah justru saat nggak di rumah. Realita seperti itu tak mungkin dapat ditepis. Namun yang terpenting adalah menjadi hati agar tetap terkendali dan menambatkannya di rumah.

Tak semua kisah memiliki nilai romantisme tinggi ala sinetron-sinetron Korea. Karena realita tak selalu menyajikan keindahan, namun juga permasalahan hidup. 

Kadang kita berpikir bahwa pacaran itu dalam rangka mengenal pasangan. Tapi berapa persen dari sekian banyak hal yang bisa digali dari sebuah aktivitas bernama pacaran itu? Yakin seluruhnya? Atau hanya berkisar 40% atau 55% ? Apakah makin lama proses pendekatan, semuanya akan tergali juga?

Yang kita perlukan dalam mengarungi kebersamaan itu adalah daya tahan dan kemampuan untuk berlaku laiknya pemain layang-layang. Tarik ulur sesuai dengan irama angin. Hidup akan menyajikan banyak episode. Hidup bersama orang lain memerlukan kemampuan dari masing-masing individu untuk saling mengerti dan bekerja bersama. 

Motif menjadi hal yang utama dalam pertautan 2 insan. Bukan semata-mata hal yang sifatnya tak abadi. Hidup itu tak selalu mudah. Namun bukan berarti tiap hal sulit itu tak terpecahkan. Rintangan akan mematangkan kita sehingga kekuatiran akan datangnya ia adalah sebuah hal yang sejatinya tak diperlukan.

Dan akhirnya, jomblo ini pun berhasil mengakhiri kesendiriannya dan harus belajar tiap saat dalam mengatur irama dan pola permainan dalam one way ticket perjalanan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun