Prank menjadi hal jamak yang dijumpai di media. Sebelum marak media sosial, dulu kita kenal acara yahg diputar di sebuah stasiun televisi swasta, Spontan. Acara komedi yang dipandu Komeng dan Ulfa Dwiyanti itu tayang dari Januari 1996 hingga kisaran 2008.Â
Melanglang di 3 stasiun televisi yakni SCTV (1996-2002), TransTV (2003-2005) dan terakhir di ANTV (2008), Spontan sukses menyabet acara komedi favorit di Panasonic Awards.Â
Salah satu segmen yang ada di dalam acara berdurasi 30-60 menit itu adalah sesuatu yang saat ini kita sebut sebagai prank. Dengan tema tertentu, para pemain membuat pemirsa tertawa dengan cara ngerjain orang.Â
Prank, Saat ini
Pada 1999, seorang berkebangsaan Perancis bernama Remi Gaillard sudah memulai aktivitas usilnya dan mengabadikannya dalam rekaman video. Salah satu uang khas dari dirinya adalah elevator prank yang menampilkan berbagai macam adegan dengan materi dasar elevator.Â
Kini, mengikuti lahirnya media sosial dan kemudahan dalam mengabadikan video dan menyebarkannya, setiap orang bisa mengemas berbagai macam tema prank dan menyebarluaskannya melalui akun media sosialnya, terutama Youtube.Â
Berharap mendapatkan kunjungan dalam jumlah besar, mereka mengambil tema-tema semenarik mungkin untuk dilihat. Banyaknya kunjungan ke akun mereka tak ayal memberi efek positip ke kantong jika akun mereka memang untuk keperluan monetisasi.Â
Namun sayangnya, perburuan mereka akan like, share dan akhirnya pendapatan kadang mengesampingkan etika yang bisa saja berefek negatip bagi audiens yang tak bisa memfilter tayangan tak pantas. Ambil contohnya prank-prank yang menyerempet hal berbau seks.Â

Pertama secara verbal, seperti saat seseorang menjadikan pacarnya sebagai obyek "pekerjaannya". Salah satu bahan yang digunakan untuk menjebak sang pacar adalah dengan mengatakan bahwa sebelumnya si lelaki pernah melakukan hubungan *** dengan wanita lain.Â
Sang prankster memancing si wanita dengan materi yang teramat mudah memancing emosi. Dan drama itu seperti biasa akan berakhir saat si lelaki menunjukkan letak kamera dan mengatakan bahwa si wanita sudah terkena prank. Sampai di sini case closed, si wanita benar-benar menganggap cowoknya tak pernah begituan sebelumnya.Â
Yang ke dua adalah prank dengan perbuatan. Contohnya seseorang yang sengaja ingin dipergoki pacar atau pasangannya saat tengah bertingkah layaknya berm*sturbasi atau berhubungan intim. Prankster-nya pun bisa si lelaki maupun si wanita.Â
Alamak..
Bagian dari Tindakan Asusila?Â
Sadar bahwa tema-tema berbau seks selalu menarik mereka merasa nyaman saja menyajikan hal itu di depan ratusan atau ribuan pasang mata. Meski dengan perantaraan media, ketidaksungkanan mereka dalam memvisualisasikan tindakan yang menyerupai tindakan seks menunjukkan bahwa antara calon pasangan seolah sudah tak ada penghalang dalam mengekspresikan sesuatu yang setidaknya tak etis.Â
Terlepas dari keinginan mereka untuk melucu dan menarik banyak kunjungan di akunnya, hal itu sepatutnya tak dilazimkan.Â
Mengenai melanggar norma kesusilaan atau kesopanan, hal itu tergantung pada pendapat umum dan tempatnya. Mengacu pada  pendapat R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal hal. 204-205 bahwa yang dimaksud dengan kesopanan yaitu dalam arti kata kesusilaan, perasaan malu yang berhubungan nafsu kelamin misalnya bersetubuh, meraba buah dada perempuan, meraba tempat kemaluan wanita, memperlihatkan anggota kemaluan wanita atau pria, mencium, dan sebagainya. Pengrusakan kesopanan ini semuanya dilakukan dengan perbuatan. Demikian sebagaimana dikutip Hukum Online.
Jika dilihat dari definisi di atas, bisa jadi prank dengan tema berbau tindakan seksual seperti berpura-pura mast*rbasi dan sejenisnya bukanlah tindakan asusila karena tidak terdapat unsur perbuatan yang benar-benar dikenakan kepada obyek sasaran prank.Â
Namun meski begitu, norma yang berjalan di masyarakat tentu juga punya standar. Paling tidak, standar itu adalah rasa malu untuk mengekspos masalah-masalah berbau seks di depan publik yang dapat dikonsumsi oleh siapapun karena tak adanya sensor yang membatasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI