Dalam perjalanannya, dugaan politisasi NU muncul saat Ketua PBNU, Robikin Emhas, menyatakan bahwa NU tidak memiliki tanggung jawab moral untuk memenangkan Jokowi jika calon wakil presidennya bukan dari kalangan NU.
Pernyataan itu muncul selepas adanya pertemuan pejabat PBNU diantaranya KH. Ma'ruf Amin (masih menjabat Rais Am), Ketum PBNU KH. Said Aqil Siradj dan Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini dengan Muhaimin Iskandar.
Akhirnya Jokowi memutuskan untuk menggandeng Rais Am PBNU, KH. ma'ruf Amin untuk mendampinginya dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2019. Bisa jadi hal itu dilakukannya untuk menjaga soliditas dukungan parpol berbasis massa NU, PKB dan PPP yang berada di kubunya sekaligus sebagai upaya untuk mendapatkan dukungan nahdliyyin secara lebih luas.
Dalam sebuah kesempatan, KH. Ma'ruf Amin menyatakan bahwa hendaknya NU berjuang habis-habisan mendukung Jokowi sehubungan dengan statusnya sebagai seorang sesepuh NU. Hal inilah yang menjadikan sebagian orang NU menganggap NU telah terlalu dalam masuk ke ranah politik praktis.
Pilih Prabowo, Selamatkan NU
Warga NU yang memiliki kebebasan dalam menentukan arah politiknya menjadikan Jokowi dan Prabowo bebas dalam upaya mendulang suara. Dan pada kenyataannya, deklarasi dukungan elemen NU terhadap keduanya silih berganti.
Dan salah satu hal yang menjadikan nahdliyyin tidak menjatuhkan pilihannya kepada Kiai Ma'ruf Amin adalah alasan untuk menyelamatkan NU dari penyanderaan politik praktis. Hal itu diungkapkan Ketua Barisan Kiai dan Santri Nahdliyin (BKSN) H. Agus Solachul A’am Wahib saat hadir di acara bedah buku “NU Menjadi Tumbal Kekuasaan, Siapa Bertanggungjawab?” pada 26 Pebruari 2019 di Graha Astranawa, Surabaya sebagaimana dilansir Duta.co. Dengan tidak terpilihnya Jokowi sebagai presiden, diharapkan manuver politik elit struktural NU bisa diredakan.
Sementara itu, tanggapan mengenai upaya menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB) yang digagas Komisi Khittah 1926 ditanggapi oleh keluarga Gus Dur yang kerap direpresentasikan sebagai pendukung Jokowi, sebagaimana Muhaimin yang pernah berseberangan dengan Gus Dur.
Baca juga : NU yang Lurus Itu yang Dukung Prabowo, Gitu?
Putri sulung Gus Dur, Allisa Wahid, menyarankan agar Komite Khittah NU menunggu saja muktamar NU yang akan dihelat pada 2020. Di sana, mereka bisa memperjuangkan aspirasinya lewat mekanisme yang sudah menjadi adat di internal NU.