Dinamika PKB diwarnai oleh pertikaian antara Gus Dur dengan pengurus PKB sendiri. Yang pertama ialah perselisihan Gus Dur dengan Matori Abdul Jalil yang kala itu menjadi Wakil Ketua MPR yang mendukung pelengseran Gus Dur dari kursi kepresidenan, kemudian dengan Alwi Syihab dan Saifullah Yusuf (Gus Ipul) yang dimasukkan Megawati ke dalam kabinetnya serta yang terakhir melawan Muhaimin Iskandar.Â
Dari ketiga konflik itu, Muhaiminlah lawan paling alot Gus Dur hingga akhirnya justru Gus Dur lah yang tersingkir dari PKB karena negara memenangkan PKB kubu Muhaimin.
Pemilu tahun 2009 menjadi pemilu dengan hasil terburuk bagi PKB. Dengan perolehan 4,94%, PKB terjun bebas dari peringkat ke-3 di tahun 2004 menjadi partai nomer 7 di 2009. Namun berkat kelihaian Muhaimin, PKB bangkit di tahun 2014 dengan meraup 9,04% suara. Dan menurut hasil real count sementara, saat ini PKB memperoleh 9,13 % suara.
Pemilu 2019, Politisasi NU?
"Kita tahu marwah parpol saat ini sangat rendah. Persatuan Indonesia tergantung pada Ormas-ormas. Yang paling besar adalah NU dan Muhamamdiyah," ungkap Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Salahuddin Wahid atau Gus Solah saat menghadiri halaqah ke-7 Komite Khittah NU 1926 (KKNU26) yang diadakan di Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan pada 30 Maret lalu.
Baca juga :Â Aksi Bela Negeri di Tengah Upaya Rekonsiliasi
"Kalau NU berubah menjadi parpol berbaju ormas, atau ormas rasa parpol, maka paradigma NU bukan paradigma ormas tapi paradigma parpol,"Â lanjutnya sebagaima dilansir Tebuireng Online.
Komite khittah NU merupakan bentukan para dzurriyat (keturunan) pendiri NU dan beberapa kiai di Jawa Timur yang memandang PBNU kini telah ditunggangi oleh agenda politik para politisi NU sendiri. Komite itu diumumkan pada Nopember 2018 di Pesantren Hasbullah Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang dan mengangkat adik Gus Dur itu sebagai ketua.
Kekhawatiran terhadap adanya politisasi NU itu sempat mengemuka pada Muktamar NU ke-33 di Jombang 2015 lalu. Hal itu diungkapkan oleh Gus Solah yang merupakan salah satu nama yang masuk sebagai kandidat ketua tanfidziyah (ketua umum) PBNU disamping KH. Said Aqil Siradj yang akhirnya menjabat untuk ke dua kalinya.
Kekhawatiran Gus Solah saat itu langsung ditepis oleh Gus Ipul yang menyatakan bahwa muktamar bersifat terbuka terhadap partisipasi siapa saja termasuk partai politik.Â