Dahulu warna dunia bukan abu kelabu. Bahagia penuh warna,..
Harapan berbalas panggilan, semua mengenali..
Peluh berganti mimpi yang terkayuh..
-----
Kini jalan makin ramai, tak lagi sepi,.. tak semata lenggang ku seorang.
Mereka tak terkejar, laju kayuhku tiada mampu beradu..
-----
Kini jalan makin sesak, semua berkendara.. tak sudi menjadi penumpang.
Mereka seolah tuli, panggil pintaku tiada terdengar..
-----
Pinggir peron stasiun, gerbang terminal, tepian pasar, sudut-sudut jalan.. bukan tempat penantian.
Saat mereka menggenggam telepon,.. tanpa daya asaku terjatuh dari telapak..
-----
Dunia berlari cepat.. sangat cepat. Ayun kaki ini tiada daya mengimbangi. Tertinggal..
Dunia berganti wajah.. sangat berbeda. Ragam upayaku tak dapat menerka mengenalinya. Terasing..
-----
Tak ingin mendapati iba,.. namun itulah kenyataan yang ada..
Tak ingin berdiam diri,.. namun pilihan seolah tiada lagi..
-----
Dunia kian rumit, sederhana ini tak dapat mengurainya..
Takkan lagi ku berkisah.. tak ada sisa cerita..
                           ***
_______________________________
sebuah tulisan ringan di Hari Perhubungan Darat 22 November (2015). Juga -merupakan salah satu- tulisan yang mencoba melebarkan fiksi tidak sebatas 'kanal'.. juga sebagai cara pandang (sisi lain) cara tutur dalam membaca-menuliskan beragam bidang, termasuk persoalan-persoalan aktual.
Semoga dengan lembut sastra akan melengkapi, mengimbangi, atau setidaknya meneduhkan aroma kemarahan nanar-nalar yang bertebaran di negeri ini.
sumber ilustrasi foto
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI