Letup pecah kilat serupa pesta,.. pesta kembang api ujung akhir penantian..
Bergemuruh, bersuka cita, gelegar suara bersorak..
Berakhir sudah sandera semusim,.. lari dari dekap dingin awan gelap..
Mereka.. milyar bulir air jatuh merindu,..
Â
Mereka berangan,.. mewujud bersua harapan,..
Lembut usap debu dedaunan, berbaring belai rerumputan,..
Beradu pandang, menatap rekah wajah tanah
Lantas bercumbu, sembunyi di balik celah bumi..
Â
-------
Mereka kaget, pongah dalam perangah,..
Gelimpang pohon tumbang,.. bukit gunung berdiri telanjang membisu..
Â
Marah amarah!!
Dalam kawanan, mereka berlari meronta, menggerus..
Semua larut dalam gelayut kesedihan..
Melintas melindas desa, tanpa keranda mengusung sisa raga pohon kekasihnya..
Â
Sedih teramat sedih!!
Dalam kawanan, mereka berjalan tanpa kesadaran,.. susuri liku penjuru..
Semua hanyut dalam gelayut kebingungan...
Meringsek melibas kota, aspal keras mereka kelupas,.. mencari rekah tanah sisa rindunya..
Â
Dan sekarang mereka lelah,.. terdiam dalam genangan,..
Mengenang harapan sebatas angan..
Tiada muara rindu menuju..
***
Â
sajak/puisi yang bermaksud mengingatkan bahwa di negeri ini tiap tahunnya selalu saja terjadi bencana Banjir Bandang yang menyebabkan korban jiwa, kerugian material yang tidak sedikit, hingga aktifitas yang terganggu. Mengingatkan untuk bersiap, meski jelas tidak berharap, menghadapi musibah. Bersiap dengan berbagai ragam upaya, mulai dari pemetaan ulang daerah rawan bencana, kesiapan para pihak terkait kebencanaan (tanggap darurat), dsb.Â
sumber ilustrasi foto 1,2,3 | foto 4 | foto 5 |Â foto 6 | Olah foto penggabungan oleh penulis
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H