Belum juga ku paham manusia, berpunya segala raga.. akal bersamanya,..
Terus saja manusia membuat sebangsaku merana,..
Kami lahir dalam pelarian, lari ketakutan menjauh kejar-tangkapan,..
Kami bersembunyi dalam cuil puluhan angka, dalam petak hutan tersisa,..
----
Gema derap manusia melangkah, pasang perangkap tiap jengkal celah
Hening hutan pecah menguap tanpa bekas, ledak suara tembak
Satu per satu, mungkin lima demi lima,.. kami tersisih, terkekang, tewas,.. jarang dalam rimba. Hanya menyisakan keceriaan album kenangan
----
Tulis lembar ini supaya kau sadar diri,.. kami makhluk sepertimu,.. ingin bebas bermain, berkelana mengisi perut, terbang menggapai awan, bersuara merdu tuk menyumbu, banyak beranak pinak, pun mendamba bahagia..
Jangan sebatas dianggap kulit, cula, gading, yang melekat pada daging… jangan anggap kami pantas sebagai komoditas atau sebatas hiburan pentas,..
-----
Terimakasih manusia merawat kami,.. namun apakah pinangan itu tanda cinta?
Sepi disini jika kau mendengar dan mengerti, rambat akarku bukan disini,..
Angin abu polusi beriring bebunyian bukan padanya ku nyaman. Hutan! Ya Hutan! Ku rindu sedalam rasa kangen temu Ibu,..
Gemricik riak air, kicau hewan meruang, ruang yang penuh pepohonan adalah tempat nyaman penuh hangat cinta sekawan,..
Dan sekarang, kawanan pepohonan hutan merunduk tumbang dalam desing gergaji bising..
Batang-batang mengambang menggaris sungai,.. mengapung menuju muara akhir cerita..
----
JIka benar kau cinta padaku,.. maka cabut aku dari sini, bawa kembali pulang ke hutan,..
Jika tiada bisa, maka jagalah hutan tuju cinta-rinduku,.. itu pula cintamu jika benar kau cinta padaku,..
________________
sebuah tulisan untuk menyemarakkan Hari Cinta Puspa dan Satwa 5 Oktober
sumber ilustrasi foto satwa ; foto puspa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H