Mohon tunggu...
masikun
masikun Mohon Tunggu... Petani - Mahasiswa

Mahasiswa Pertanian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Perasan Jeruk Nipis

29 Oktober 2019   23:16 Diperbarui: 29 Oktober 2019   23:36 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Obrolan yang berawal dari kegabutanku tak sengaja mengingatkanku suatu hal yang ku beli tempo hari silam. Sebulan yang lalu. Yha, jilbab yang ku bawa dari Banjar belum sempat aku kasihkan. Aku masih bingung bagaimana dan kapan yang tepat untuk mengasihkan kepadanya. Mau ngasih gitu aja, kok ya aga gimana gitu. Mau dibungkus macem hadiah-hadiah juga kek apa. Sampai satu bulan lamanya barang itu masih tersimpan di goodybag. 

"Aku sudah di rumah. Kalau masu ke sini jam 10an aja ya. Aku mau nyelesein tugas dari Umi dulu."

"Siapppp."

"kerudungnya sudah dapet?"

"Sudah kok sudah."
"Bagusss."

--------------------

"Aku otw."

"Hati-hati, mas."

Jarak antar rumah kami cukup jauh. Meski tak memakan waktu satu jam. Tapi cukuplah untuk menghabiskan lagu Sepanjang Kenangan sampai enam kali diulang. Aku sengaja lewat jalan desa. Selain memang karena aku gak punya sim, motor yang ku pakai juga sudah telat bayar pajak. Bisa ditebak seandainya lewat jalan kota, dan kena rajia. Auto nginep deh motor. Sayangkan. Mending lewat pedesaan yang asri. Melintasi jalan-jalan kecil yang kanan kirinya hijau pohon, sawah menguning, juga yang bikin sendu adalah tingkah orang-orangnya. Melihat anak-anak bermain kelereng, petak umpet, sampai layang-layang. Motor yang ku pakai termasuk motor tua. Crypton-99, 105cc. Kecepatan tak lebih dari 60km/jam. Bukan karena gak berani ngeggas lagi, cuma ya memang mentok gas juga kecepatanya segitu doang. Entah kenapa saat naik motor ini malah jadi nambah pd. Santai. Apalagi kalau lagi malam-malam. Serasa Bayu Skak di film Yowes Ben deh pokoknya. Cuman satu yang bikin gak sreg. Suarak knalpotnya. Bising betul. Sudah beberapa kali mencari knalpot yang ramah lingkungan, tapi belum nemu. Itu jugalah yang bikin hati-hati kalo mau main kerumah temen, apalagi cewek. Takut aja dikira anak urakan. Haha. Lah iya. Di tempatku anak-anak yang motornya pake knalpot -blong kek gitu auto deh anak urakan. Tentu saja ini gak semuanya benar! Aku contohnya. Saat masuk ke gang menuju rumahnya yang hanya menerima arus searah itu. Hanya cukup untuk satu stang saja. Melewati gang yang diapit dua tembok tinggi kanan-kiri tentu saja membuat suara knalpot semakin menggema. Untuk mengatasinya, aku mencoba untuk seminimal mungkin menarik gas. Pelan.... Padahal gang itu panjangnya cuma sepanjang tembok satu rumah saja. Rumah Bu Leknya si dia. Selepas itu, sudah masuk ke pelataran rumahnya. Pintunya terbuka. Mungkin karena sudah tahu mau ada yang bertamu jadi ya dibuka saja. 

"Heii, masukkk.. masuukkk."
"Assalamualaikum."
"Wa'allaikumusalam.... duduk mas."
"Iya." Belum sempat terduduk, Umi keluar.

"Sehat Umi?" Sambil ku cium tanganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun