Mohon tunggu...
Rifki Sanahdi
Rifki Sanahdi Mohon Tunggu... Freelancer - Nama lengkap

Saya suka menulis puisi dan juga essay-essay pendek

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Siapakah Sosok yang Cocok Memimpin Sumbawa ke Depan?

28 Januari 2020   14:49 Diperbarui: 28 Januari 2020   15:41 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pernahkah kita merasa jenuh dan tidak bergairah sama sekali saat mendengar pemilihan kepala daerah? Apakah perasaan skeptis kerapkali muncul saat mendengar politisi mengeluarkan rayuan-rayuan mautnya saat kampanye? Atau pernahkah bertanya kapankah kiranya kita bisa memiliki pemimpin yang mengakomodir segala kebutuhan masyarakat, sehingga mampu menciptakan sebuah perubahan. 

Essay ini hadir sebagai respon terhadap agenda pemilihan bupati Sumbawa yang akan diselenggarakan tahun 2020 ini. Tepatnya saya akan menjabarkan kriteria pemimpin yang cocok untuk dipilih menjelang Pilkada Sumbawa mendatang, sehingga kita bisa memilih pemimpin berlandaskan faktor gagasan cemerlangnya bukan uangnya ataupun janji-janji palsunya.

Beberapa bulan terakhir, beberapa calon terlihat mulai aktif melakukan political branding melalui media social maupun forum-forum masyarakat, tentunya dengan ciri khas masing-masing. Untuk petahana, senjata yang paling ampuh dipakai yaitu mengkampanyekan program-program yang selama ini dianggap sukses menurut versinya baik melalui data-data statistik maupun non statistik. 

Sebagian lainnya ada yang menonjolkan sisi-sisi religiusitas dengan menggadang-menggadang Sumbawa menjadi daerah  makmur berbasis agama. Selain itu, ada juga calon yang mengangkat isu-isu populis misalnya menyangkut pertanian. Beberapa fokus-fokus isu dari calon bupati di atas akan menjadi pijakan awal untuk menganalisis beberapa hal-hal yang masih kurang dan masih belum menyentuh akar permasalahan.

Di bagian akhir tulisan, saya akan menggunakan empat kriteria dari Friedmann (2000) tentang the good city, yang tentunya mesti diusung sebagai sebuah gagasan oleh setiap calon pemimpin. Namun sebelum memasang kriteria tersebut, ada baiknya kita kupas tuntas permasalahan apa sebenarnya yang dihadapi oleh Sumbawa. Hal tersebut akan memudahkan kita untuk menganalisis apakah sebenarnya program-program yang diusung oleh para calon sudah menyentuh akar permasalahan atau belum.

Berkaca dari beberapa agenda pesta demorasi procedural sebelumnya, pilkada di Sumbawa tidak lebih dari sekedar kompetisi antar-elit. Saya tidak melihat ada terobosan-terobosan baru yang diusung demi kemajuan Sumbawa, sehingga roda pemerintahan hanya nampak seperti pergantian dari satu rezim ke rezim lainnya. Selain itu model-model politik yang dimainkan relatif sama, yaitu membawa isu-isu primordialisme dan berlagak populis saat masa kampanye. 

Kita jarang sekali melihat adanya adu gagasan mengenai bagaimana mengatasi permasalahan di Sumbawa atau menjadikan Sumbawa menjadi daerah yang mampu bersaing dengan daerah lainnya di Indonesia maupun di tingkat Internasional. Berdasarkan fenomena di atas, tentunya pada agenda pemilihan kali ini, kita tidak boleh kecolongan dalam memilih pemimpin daerah. Jangan sampai yang terpilih nanti tak lebih dari pesuruh partai, pengusaha ataupun aristocrat yang rakus akan kuasa dan harta.

Dalam tulisan ini, saya mengamati setidaknya ada tiga permasalahan utama yang menimbulkan rantai kemiskinan di Sumbawa, yang seharusnya menjadi perhatian para calon. 

Pertama, reformasi birokrasi hampir tidak pernah menjadi pusat perhatian serius. Padahal jika dicermati, birokrasi kita masih jauh system meritokrasi (pemerintahan yang diisi oleh orang-orang kompeten). 

Bukan hal tabu lagi istilah "orang dalam" menjadi prsayarat utama jika ingin bergabung di birokrasi atau mendapatkan pelayanan secara mudah. Kompetensi bukan menjadi tolak ukur utama dalam perekrutan. 

Jika hal itu terus menerus berlanjut, maka yang menjadi korban tentunya masyarakat kecil yang tak punya kenalan maupun kuasa. Lebih naasnya, bentuk pemerintahan akan berbentuk sistem dinasti yang hanya dikendalikan oleh segelintir keluarga maupun kelompok.

Permasalahan lainnya datang dari ketimpangan akses di berbagai kecamatan. Ada beberapa kecamatan yang jauh dari kata sejahtaera dalam hal infrastruktur misalnya seperti jalan dan akses internet. Terlepas dari identitas saya sebagai putra daerah Batulanteh, saya kecewa dengan sikap apatis pemerintah dalam membangun jalan hotmik ke dearah pegunungan seperti Batulanteh. 

Padahal kehadiran jalan yang memadai akan sangat berguna bagi puluhan ribu masyarakat yang tinggal di dalamnya. Para petani akan dengan mudah memasarkan produk-produk pertaniannya secara mandiri. Selain itu, jalur distribusi makanan dan obat-obatan akan terlaksana dengan lancar tanpa ada hambatan seperti yang terjadi selama ini. 

Alasan tidak adanya dana seperti yang sering diumbar tidak patut untuk diucapkan ke masyarakat, karena tugas pak bupati dan orang-orang di bawahnya tentunya mencari dana dan menggunakan dana tersebut dengan sebaik-baiknya. Alasan tidak adanya dana membuktikan ketidakpekaan, inkompetensi dan kurang gesitnya mengelola pemerintahan.

Selain itu, sektor ekologi/lingkungan harusnya tidak boleh diabaikan sama sekali. Saya mengatakan hal-hal seperti ini bukan karena saya seorang etikus lingkungan yang memegang teguh prinsip ekosentrisme (alam menjadi pusat segalanya). Pemikiran saya juga dilandaskan pada prinsip anthroposentrisme, di mana manusia titik dari segalanya. 

Maksud saya, menjaga alam juga manjadi bagian dari menjaga keberlanjutan kehidupan manusia. Sebagai contoh, menjaga keutuhan pohon-pohon dan membuang sampah pada tempatnya akan menghindarkan kita dari bencana berupa longsor dan banjir di musim penghujan dan kekeringan yang melanda saat kemarau. 

Dalam lingkup yang lebih luas, akhir-akhir ini kita mulai merasakan dampak dari perubahan iklim yang tidak menentu mengenai kapan dating hujan dan kemarau, dan ini sangat berefek pada produktifitas pertanian. Jika ini terus berlanjut, maka sudah dapat dipastikan keadaan seperti ini akan menambah kesengsaraan bagi para petani lokal. 

Oleh karena itu, pemahaman akan pentingnya keseimbangan ekologi perlu ditanamkan di dalam kehidupan bermasyarakat. Apalagi jika dipikir-pikir, Sumbawa adalah daerah dengan hasil tambang yang menjanjikan, dan hampir semua daerah dengan tipe tersebut sulit melepaskan diri dari apa yang disebut sebagai "resourse curse"(kutukan sumberdaya). Daerah-daerah dengan sumber daya tambang melimpah kerapkali dibaluti oleh cerita penindasan, kerusakan lingkungan dan perampasan lahan. Jika kita tidak waspada, maka kejadian-kejadian di atas akan sangat mungkin menimpa Sumbawa.

Lalu pertanyaan yang penting untuk diajukan yaitu bagaimana para calon merespon ketiga masalah besar di atas? Apakah visi misi dan program-rogram yang diusung bersinggungan dengan problem-problem tersebut? Jawabannya mungkin bisa iya atau tidak sama sekali. 

Secara garis besar, saya melihat visi misi yang diusung cenderung tidak punya pijakan masalah. Bagaimana mungkin kita akan mengusung sebuah program tapi tidak berlandaskan masalah yang ada. Ditambah lagi tidak ada perdebatan serius mengenai gagasan-gagasan yang diusung.

Jika mengacu ke sosok pemimpin yang ideal, selain peka terhadap masalah sekitar, seorang pemimpin ideal setidaknya bisa memunculkan empat kriteria dari Friedmann (2000) mengenai bagaimana gagasan tentang daerah yang baik dengan menerjemahkannya ke dalam program-program yang akan diterapkan. 

Pertama, pemimpin setidaknya harus menciptakan sebuah daerah demokratis yang tidak hanya dimiliki oleh satu kalangan saja. Oleh karena itu pertanyaan penting yang mestinya diajukan adalah siapa yang memiliki daerah tersebut? Jika daerah tersebut milik rakyat maka dalam penentuan kebijakan harus berlandaskan prinsip-prinsip partisipasi. 

Artinya, pemerintah fungsinya bukan sebagai wali yang merasa paling tahu kebutuhan masyarakat, melainkan fasilitator dan mediator yang mengatur bagaimana proses diskusi public berjalan dengan lancar dan aman. 

Dengan kata lain, ia mampu menghargai proses-proses diskusi publik dan menjadikannya sama pentingnya dengan hasil yang ditargetkan. Selain demokratis, pemimpin juga dituntut untuk inovatif dalam menciptakan hal-hal baru. 

Dalam hal ini, Friedmann (2000) menegaskan bahwa "to act means to take initiatives". Artinya, dalam berbuat, pemimpin membutuhkan ide dan gagasan baru yang mampu menjawab permasalahan, bukan hanya mengikuti pola-pola lama yang terlampau usang.

Kriteria kedua mengacu pada apa yang disebut sebagai pemenuhan hak asasi manusia. Dalam hal ini, hak asasi yang dimaksud yaitu hak untuk tumbuh dan berkembang dalam hal kapasitas intelektual, spiritual dan juga fisik. 

Pemimpin memiliki kewajiban untuk menciptakan kesetaraan dalam pemberian pelayanan dan akses sehingga mampu memenuhi hak asasi masyarakat secara keseluruhan. Dalam implementasinya, tentu keberadaan infrastruktur yang memadai di setiap kecamatan menjadi fokus serius yang harus digarap. 

Lebih jauh lagi, menciptakan iklim bermasyarakat yang bebas untuk berkeskpresi tanpa ada kontrol dan intervensi yang berlebihan tidak bisa dikesampingkan. Masyarakat sebaiknya didorong untuk lebih aktif menjadi bagian dari masyarakat sipil yang mampu mengorganisir dan berdaya atas dirinya sendiri. 

Dalam karya besar Tocquevile (1966), Democracy in America, disebutkan bahwa salah satu factor berhasilnya demokrasi dan juga kemakmuran di Amerika yaitu aktifnya gerakan masyarajkat sipil di sana. Oleh karena itu, pemimpin Sumbawa ke depan perlu memikirkan bagaimana menciptakan iklim kondusif untuk tumbuh kembangnya civil society. 

Friedmann menyebut kriteria terakhir sebagai city-regional governance, yaitu bentuk dari system good governance yang diturunkan dari ranah yang lebih luas di level negara ke level daerah. Untuk mencapai city-regional governance yang baik maka dibutuhkan beberapa unsur penunjang. 

Pertama, pemimpin politik yang menginspirasi sangat penting kehadirannya. Maksdunya yaitu dia mampu mempengaruhi semua kelompok kepentingan untuk merealisasikan gagasan-gaagasan yang dia bangun. Selanjutnya yaitu pentingnya sebuah akuntabilitas public mengenai kinerja pemerintah selama masa jabatannya. Berikutnya, Transparansi dan hak untuk mengetahui informasi yang beredar.  

Dalam hal ini, informasi paling penting yang perlu disampaikan kepada public yaitu kesepakatan antara pemerintah dengan pihak-pihak swasta. Ke-empat, inklusifditas dalam sebuah pemerintahan sangat dibutuhkan. Masyarakat harus dilibtakan dalam frmulasi kebijakan dan program-program terutama yang menyangkut kehidupan mereka secara signifikan. Unsur ke-lima yaitu responsivitas. Unsur ini menekankan pentingnya aksi cepat tanggap pemerintah dalam memberikan dan memenuhi kebutuhan masyarakat maupun menyelesaikan masalah yang dihadapi. 

Pada puncak kesuksesannya, sebuah pemerintah yang responsive akan menjadi apa yang saya sebut sebagai "the governance of everyday life", yaitu sebuah pemerintahan yang hadir dalam setiap sendi kehidupan masyarakat tiap hari tanpa henti. Unsur terakhir datang dari cara sebuah penyesaian konflik yang non-kekerasan. Apapun masalah yang dihadapi, pemerintah khusunya pemimpin harus mampu menjadi mediator dan penyejuk di tengah bara yang siap melahap para aktor konflik.

Sebagai penutup, saya melihat bahwa visi-misi calon pemimpin kita masih jauh dari kata progresif. Beberapa argument dan gagasan yang ditampilkan masih cenderung normatif dan terkesan masih belum memiliki pijakan yang jelas. Beberapa kriteria yang saya sampaikan di atas setidaknya bisa membantu kita memilah mana pemimpin yang baik untuk masa depan Sumbawa lima tahun ke depan.  

Oleh:  Rifki Sanahdi

Sumber 
Friedmann, J. (2000). The Good City: In Defense of Utopian Thinking. International Journal of Urban and Regional Research, 24(2), 460--472. doi.org.

Tocqueville, Mayer, & Lerner. (1966). Democracy in America. New York: Harper & Row.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun