Sedangkan ketika dilihat secara lebih mendalam pembangunan adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan dan bertujuan untuk melakukan perubahan social menuju ke arah yang lebih baik. Di sini kemudian yang menjadi permasalahannya untuk konteks keberadaan Pabrik di Desa Sogitia.
           Keberadaan Pabrik tersebut merupakan jawaban atas pemenuhan kebutuhan material padat berupa kerikil hingga pasir halus untuk kebutuhan proses pembuatan jalan hingga bangunan. Sehingga secara bersamaan dengan olahan yang cukup besar merupakan hal yang sangat signifikan untuk memperluas akses ekonomi dari masyarakat yang hubungannya dengan jalur transportasi.
Berangkat dari kondisi bahwa Provinsi Gorontalo masih merupakan Provinsi termuda di Indonesia, sehingga wajarjika dalam 14 tahun belakangan Pemerintah Provinsi masih berkonsentrasi pada peningkatan tingkat pendapatan masyarakat. Jalur transportasi yang menjadi salah satu faktor penentu dalam peningkatan di sektor ekonomi menjadi salah satu kegiatan yang mendapat prioritas.Â
           Dengan Kondisi tersebut, pertanyaan yang layak muncul adalah apakah masyarakat Desa Sogitia pantas menjadi korban atas keberadaan Pabrik Tersebut. Disini lagi-lagi penulis melihat bahwa sudut pandang masyarakat desa sedemikian sederhana dalam melihat keberadaan pabrik. Karena ketika awal keberadaan pabrik, masyarakat tidak menunjukkan penolakan.
Pun yang terjadi belakangan merupakan bentuk reaksi dari kondisi desa mereka yang sudah mengalami perubahan tanpa mereka sadari. Untuk itupun mereka masih menunjukan sebuah itikad baik dalam melihat penyelesaian permasalah alam akibat keberadaan pabrik. Ketika dibeberapa lokasi lain jika hal yang sama menimpa masyarakat, minimal mereka menuntut untuk menutup, justru itu tidak dilakukan oleh masyarakat Sogitia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H